Wawancara Khusus Nur’alim: Bek Legendaris yang Kini Punya Bisnis Parkir

9 September 2021 9:37 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chaichan Khewsen (kanan) dari Thailand dan Nur'alim dari Indonesia berebut bola pada paruh pertama final sepak bola di Pesta Olahraga Asia Tenggara ke-19. Foto: Romeo Gacad/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Chaichan Khewsen (kanan) dari Thailand dan Nur'alim dari Indonesia berebut bola pada paruh pertama final sepak bola di Pesta Olahraga Asia Tenggara ke-19. Foto: Romeo Gacad/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak banyak pemain yang bisa memiliki lebih dari satu titel juara Liga Indonesia, dan Nur'alim adalah salah satunya. Sosok kelahiran Bekasi ini menetapkan jejak legendarisnya di dua kota: Bandung dan Jakarta.
ADVERTISEMENT
Titel Liga Indonesia pertamanya adalah bersama Mastrans Bandung Raya pada 1995/96, mengalahkan PSM Makassar 2-0 di final. Ketika Peri Sandria dan Dejan Glucsevic bekerja sama membobol gawang lawan, Nur'alim menjadi palang pintu di lini belakang.
Semusim berselang, Bandung Raya gagal menjadi juara karena kalah 1-3 dari Persebaya Surabaya di final. Meski demikian, Nur'alim mendapat pelipur lara karena dianugerahi predikat Pemain Terbaik.
Kemudian, Nur'alim melangkahkan kaki ke Ibu Kota, beralih dari warna biru menjadi oranye Persija. Bersama 'Macan Kemayoran', bek berjuluk 'Jabrik' ini menjuarai Liga Indonesia 2001 dengan mengalahkan PSM 3-2 di final.
Nur'alim bersama eks skuad Persija 2001. Foto: Instagram/@persijaglory2001
Banyak simpang siur soal jejak karier Nur'alim di Liga Indonesia. Bahkan, Wikipedia bisa keliru karena memang sulit mengarsipkan literasi sepak bola Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan, Nur'alim mencoba untuk mengklarifikasinya. Berikut ini klub-klub Indonesia yang pernah dibela oleh pria kelahiran 27 Desember 1973 itu:
Nur'alim, bersama rekan-rekan eks pemain Persija dan artis Ryan D'Masiv. Foto: Instagram/@persijaglory2001
kumparan berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Nur'alim. Ia bercerita soal pengalaman selama berkarier di Liga Indonesia, Timnas Indonesia, hingga kesibukannya terkini. Berikut ini perbincangannya, silakan disimak.

Bagaimana awal mula Nur'alim dijuluki 'Si Jabrik'?

'Jabrik' itu, memang dari sejak saya lahir, dipanggil sama orang tua saya 'Jabrik'. Soalnya, waktu saya lahir itu, rambut saya sudah langsung banyak dan hitam. Makanya dipanggil 'Jabrik' dah.
ADVERTISEMENT

Apa momen paling berkesan bagi Nur'alim di Liga Indonesia?

Pastilah, yang namanya pemain sepak bola itu yang paling berkesan adalah juara, satu bersama Bandung Raya (1995/96) dan Persija (2001).
Saya juga pernah menjadi pemain terbaik. Waktu itu, musim 1996/97, Bandung Raya kalah dari Persebaya di final. Tapi akhirnya, saya dapat predikat pemain terbaik.
Semua hal telah saya rasakan di sepak bola. Mulai jadi juara, menjadi pemain terbaik, digandrungi banyak fan, sampai membimbing pemain-pemain muda menjadi pemain bagus.

Anda dua kali menjadi juara Liga Indonesia, bersama Persija dan Bandung Raya, mana paling berkesan?

Kalau kata saya mah dua-duanya dong. Jadi begini, saya ini asli orang Betawi, orang Bekasi. Tapi, saya besar dan ditempa jadi pemain sepak bola itu di Bandung. Jadi, pas di Persija itu tinggal matangnya saja.
ADVERTISEMENT
Pada waktu di Bandung Raya itu, saya ditempa sama pemain-pemain senior yang mendukung. Jadilah, saya sosok pemain belakang yang tangguh kalau kata orang mah ya.
Jadi, di Bandung Raya itu, saya belajar banyak sekali ilmu dari pemain-pemain pengalaman, tetapi saya juga pemain timnas. Jadi, saya juga dapat banyak masukan dari para pemain langganan timnas.
Di Bandung Raya, salah satunya ada idolanya saya, Herry Kiswanto. Saya selalu satu kamar sama dia, ilmunya saya ambil. Enaknya dapat wejangan juga dari idola.

Apa nasihat Herry Kiswanto yang masih diingat oleh Anda?

Kata-katanya, sih, begini,"Nur, main sepak bola itu seni, tenang, jangan emosi. Kalau kamu emosi, kamu nanti mainnya bakal jelek".

Saat Bandung Raya menjadi juara, masih ingat cerita menarik dari situ?

Jadi, kebersamaan tim mulai dari pemain, pelatih, dan pengurus Bandung Raya itu bagus sekali. Mereka terbuka semua mulai dari masalah uang dan lain-lain, pokoknya kekeluargaannya kuat.
ADVERTISEMENT
Makanya, menjelmalah Bandung Raya menjadi tim kuat. Tapi juga karena di sana ada pemain-pemain berkualitas. Jadi, walau Bandung Raya enggak punya lapangan bola, bisa juara. Kami itu dulu latihan 'di belakang gawang', enggak pernah di seluruh lapangan.

Latihan 'di belakang gawang' itu maksudnya bagaimana?

Itulah kelebihannya. Kami enggak pernah main full lapangan. Mereka memang maunya begitu, enggak tahu kenapa. Makanya, saya salut. Enggak ada tim sekarang kayak Bandung Raya.

Setelah hengkang dari Bandung Raya, kenapa ke Persija dan bukan Persib Bandung?

Sutiyoso, mantan Gubernur DKI Jakarta (1997–2007). Foto: ANTARA/Reno Esnir
Saya ini jadi rebutan Persija dan Persib. Waktu itu, Sutiyoso berambisi untuk menjadikan Persija sebagai Dream Team Metropolitan.
Akhirnya, pemain-pemain inti plus pelatih Bandung Raya diborong ke Persija secara paketan melalui Tri Goestoro. Sebenarnya saya dulu udah sempat diambil buat Persib, tetapi saya masuk juga dalam paketan itu, makanya marah mereka waktu itu.
ADVERTISEMENT
Jadi, waktu itu di Persija ada pemain langganan timnas kayak Widodo C. Putro, Rochy Putiray, Kuncoro, Anang Ma'ruf, Imran Nahumarury, Budiman Yunus, Miro Baldo Bento.
Enggak lama, ketemulah seorang Bambang Pamungkas yang dulunya masih dekil. Waktu itu, dia masih main di Diklat Ragunan. Kami ketemu pas Persija TC di sana, Persija memang butuh striker muda potensial dan direkrutlah Bambang Pamungkas.
Pesepak bola Persija Jakarta Bambang Pamungkas membawa bunga usai melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bagaimana dengan Jakmania, apakah ada momen yang berkesan?

ADVERTISEMENT
Wah, saya kan orang Betawi, mereka kasih nyanyian buat saya. Jadi gini, diciptain sama siapa saya enggak tahu, tetapi waktu itu Ketua Jakmania masih Gugun Gondrong dan wakilnya Ferry Indrasjarief.
Lagunya gini, "Anak The Jak asyik-asyik, anak singa makin asyik. Persija main cantik, dipimpin kapten jabrik, sudah pasti yang terbaik".
ADVERTISEMENT
Itu dulu kalau Persija main di Lebak Bulus, udah enggak ada pemain yang bisa lewatin Nur'alim.

Bagaimana akhirnya Anda kemudian bergabung ke Persib?

Waktu saya masih di Persita, entah bagaimana manajemen Persib menghubungi saya. Mungkin, Persib kurang pemain belakang dan mereka dengar kabar bahwa saya enggak betah di Persita, akhirnya ada agen atau dari pengurus minta saya gabung.
Waktu itu, Persib pelatihnya Juan Paez. Akhirnya, kembali lagi ke Bandung, tetapi beda kostum.

Mengapa tidak tidak betah di Persita?

Jadi begini, saya bukannya mau membicarakan kejelekkan teman-teman di Persita dulu. Tapi saya melihat adanya ketimpangan, pemain-pemain yang mengais untuk bisa main di Persita itu sampai [rajin] latihan fisik dan sebagainya.
Sementara, pemain-pemain yang sudah lama di Persita sebagai pemain inti pas giliran latihan fisik malah sakit, tetapi pas mendekati pertandingan, mereka sehat. Kan enggak masuk akal, enggak solid. Itu yang buat saya enggak kerasan.
ADVERTISEMENT
Mereka tetap kompak, tetapi enggak profesional begitu.

Di Liga Indonesia, rival terberat dulu siapa?

Nur'alim, eks pemain Persija dan Timnas Indonesia Foto: Instagram/@persijaglory2001
Untuk dulu sekelas Persija, waktu zaman saya, enggak ada rival berat. Paling, rival terberat ya pas final, lawan kami di final. Yang lain-lain kami gusur semua.
Karena Persija itu dulu, miniatur Timnas Indonesia. Alhamdulillah, kami buat grup tim Persija yang juara tahun 2001. Kami masih berhubungan, namanya Persija Glory 2001.

Adakah penyerang yang susah dijaga?

Ada, pemain ini dulu setim sama saya dan juga masih teman saya, dia Widodo Cahyono Putro. Kalau Kurniawan Dwi Yulianto, sudahlah, ketutup semua sama saya.
Kalau pemain asing, rekan setim saya juga dulu di Bandung Raya, Dejan Glucsevic. Kalau macam Jacksen F. Tiago, bisa saya 'ambil'.
ADVERTISEMENT

Bagaimana dengan momen berkesan di Timnas Indonesia?

Nur'alim (kiri belakang) saat bergabung di tim sepak bola Indonesia yang akan mengikuti Asian Cup Championship di Lebanon, pada 3 Agustus 2000. Foto: Amin/AFP
Sebagai pemain sepak bola Indonesia, kalau dipanggil timnas itu ada suatu kebanggaan. Kami bisa mengembangkan diri, disiplin, cara main sepak bola, dan lain-lain. Itu saya lakukan semuanya dengan perjuangan yang enggak sia-sia.
Saya itu main di timnas dari umur 17 tahun, waktu itu Timnas U-19. Pas usia 20 tahun, saya sudah masuk ke level senior. Jadi, saya kurang lebih 14-15 tahun di timnas dari 1989 di U-19 dan mulai di senior tahun 1992 sampai 2004.
Saya mulai main di timnas senior waktu momen Pra-Piala Asia 1992. Waktu itu, Timnas Indonesia masih dihuni oleh Jaya Hartono, Peri Sandria, Robbie Darwis, Sudirman, Fakhri Husaini, Ansyari Lubis. Walaupun masih muda, saya levelnya sudah senior.
ADVERTISEMENT
Momen yang paling berkesan, saya itu dulu ada rasa kesal dan kecewa waktu kami dibilang kena suap pada Piala Asia 2000 di Lebanon. Jadi waktu itu, kami segrup dengan China yang dihuni pemain-pemain yang main di liga Eropa.
Terus, ada orang keturunan Indonesia-China mendatangi kami. Karena rasa senangnya tahu Indonesia melawan China, dari pihak keturunan itu memberi 'uang-uang cendol', USD 500. Maksudnya, itu bukannya suap, hadiah spontanitas saja.
Hitung-hitungan saja, kalau kami main lawan tim sekelas China yang seperti itu, kami bisa menang atau enggak kira-kira? Nah, gitu ya.
Akhirnya, kami kalah dari China (4-0). Lalu tiba-tiba besoknya di hotel, Nurdin Halid yang masih jadi Ketua Umum PSSI marah karena disangka kami kena suap dan suruh kami mengembalikan uang. Lha, uang saya sudah habis buat teleponan.
ADVERTISEMENT

Bicara soal masa kini, apakah Anda masih dekat dengan sepak bola Indonesia?

Nur'alim bersama rekan-rekannya. Foto: Instagram/@persijaglory2001
Saya sempat beberapa tahun di manajemen Persija, di panpel Persija. Itu pas 2018, pas Persija juara Liga 1, zamannya Pak Gede Widiade. Pak Gede butuh anak buah yang cekatan dan gesit untuk bantu dia.
Akhirnya, saya sebagai legenda Persija masuk di manajemen klub sebagai Ketua Bidang Pertandingan Persija. Semua urusan di Stadion Patriot tanggung jawab saya, termasuk membawa LO dan izin dengan instansi terkait. Jadi, untuk menyukseskan Persija main di Bekasi, itu ya abang.

Yakin tidak Persija bisa juarai Liga 1 2021/22?

Yang namanya tim kebanggaan dan tim yang selalu di hati saya, Bandung Raya dan Persija, saya selalu punya keyakinan harus optimistis terus [Persija bisa juara Liga 1 lagi].
ADVERTISEMENT

Kalau bicara bek-bek muda masa kini, siapa calon bintang?

Mereka mainnya itu masih labil, walau pemain timnas. Jadi, mereka enggak punya bakat, maksudnya kalau dia pemain belakang, dia harus menjelma sebagai pemain belakang yang bisa mengontrol ketenangannya, teknik bolanya, mengangkat tim, dan lain-lain.
Ada beberapa pemain belakang yang bagus, tetapi masih kurang stabil. Jadi, saya belum bisa memberi nama.
Kalau saya, andai umur itu ada yang jual, saya mau beli. Abang mau main di liga lagi. Tapi kan tahu dirilah, regenerasi.

Dari sepak bola terus kini mengelola bisnis parkir, kenapa kariernya pindah jauh?

ADVERTISEMENT
Saya memang ada cita-cita menjadi pengusaha. Masih jalan bisnisnya sampai sekarang sejak mulai merintis dari 2015. Banyak teman-teman dan saudara-saudara yang bantu.
ADVERTISEMENT
Saya itu sempat juga kerja di pemerintahan Kota Bekasi, sebutannya 'PNS Tertunda'. Dalam arti, teman-teman saya sudah pada jadi PNS, saya telat. Waktu itu, saya bagian urus perizinan.
Terus, saya mikir karena kalau hanya jadi tenaga kontrak honorer saja kan buat apa? Namun, tetap menjalani itu kurang lebih 15 tahun. Akhirnya, saya beralih ke bisnis karena saya ini orang lapangan yang enggak bisa diam di kantor.

Ada kesibukan lain apa sekarang?

Minta doanya saja, saya juga lagi ada kerja sama dengan suatu daerah untuk membangun rumah sakit. InsyaAllah, lancar dan berkah semuanya, itu proyek lain saya.
Jadi, ada teman-teman saya para dokter yang mereka mau menginvestasikan uang untuk membangun rumah sakit. Lahannya itu mereka berikan atau kerja sama dengan suatu daerah. Saya yang pertemukan mereka dan bikin deal-nya. Akhirnya, kami bareng-bareng membangun.
ADVERTISEMENT