Wawancara Yusup Prasetiyo: Pelatih Asli Betawi yang Dapat Kursus 'Gila' di Eropa

13 Februari 2022 10:03 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat berguru di Liverpool. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat berguru di Liverpool. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo
ADVERTISEMENT
Muhamad Yusup Prasetiyo menjadi nama teranyar pelatih sepak bola asal Indonesia yang berkarier di Malaysia. Ia berkesempatan menularkan pengalaman yang didapatnya di Eropa kepada klub Malaysia, TRW Kelantan FC.
ADVERTISEMENT
Ya, pada Jumat (11/2) lalu, Kelantan FC resmi menunjuknya sebagai Asisten Pelatih Kepala. Tak cuma membantu di tim senior, ia juga diminta bertanggung jawab sebagai Kepala Pembangunan Klub guna mengasah pemain muda berbakat.
Kelantan FC punya alasan kuat kenapa harus menunjuknya guna melaksanakan tugas di atas. Sebab, pelatih yang akrab disapa Yoyoo ini adalah orang yang telah menyerap banyak sekali ilmu sepak bola.
Yoyoo tidak berasal dari keluarga kaya raya. Ada fase dalam hidupnya di mana sepertinya ia mesti melupakan sepak bola untuk selamanya. Namun, pria Betawi ini tak pernah menyerah dan rela menabung demi menjalani karier yang telah menjadi panggilan jiwanya.
Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat di Kelantan FC. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo
Sebelum menjadi pelatih, Yoyoo sempat menjadi pemain di usia muda. Ia pernah menjadi bagian dari skuad Persita Tangerang di Piala Suratin selama 2005-2007. Pada 2005, ia juga terdaftar sebagai skuad Timnas U-17 untuk Pra-Piala Asia.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Yoyoo berkiprah untuk tim Persita U-21 pada Indonesia Super League (ISL) 2009. Setelah itu, lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini memulai kariernya sebagai pelatih futsal di sekolah dasar, berlanjut ke sejumlah sekolah sepak bola, hingga akhirnya klub-klub Indonesia.
Yoyoo pernah menjadi asisten pelatih di sejumlah klub, yakni Celebest FC (2016), PSMS Medan (2018), PSIM (2019), Barito Putera (2020), PSPS Riau (2021). Ia juga pernah menjadi Pelatih Kepala Tim U-16 klub China bernama Lijiang FC.
kumparan berkesempatan mewawancarai Muhamad Yusup Prasetiyo. Pelatih kelahiran Tangerang Selatan pada 1990 ini banyak bercerita tentang pensiun dini sebagai sepak bola, awal mula berelasi dengan Kelantan FC, pengalaman mendapat kursus 'gila' di Eropa, dan kenekatannya mengejar mimpi. Silakan disimak.
ADVERTISEMENT

Bagaimana awal mula seorang Yusup Prasetiyo direkrut Kelantan FC?

Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat di Kelantan FC. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo
Jadi begini, sebetulnya dari 2021, saya sudah di Kelantan FC. Sebelumnya, pada 2021, saya sempat di Sriwijaya FC dari April, membantu Nil Maizar. Tiba-tiba, saya mendapat tawaran untuk menjadi Pelatih Kepala TRW Kelantan FC U-22 untuk turnamen bernama Presiden Cup Malaysia tahun 2021.
Setelah itu, saya resign [dari Sriwijaya FC], izin dengan klub, izin dengan pelatih kepala, dan kebetulan saya belum tanda kontrak pada saat itu, hanya training 2 bulan. Habis itu, saya ketemu bosnya Kelantan FC di Jakarta, saya presentasi apa yang akan saya lakukan dan benahi, dia sangat tertarik.
Setelah oke semua, termasuk visa saya sudah jadi, tiba-tiba bulan Mei 2021, Malaysia lockdown total. Alhasil, pelatihan dilakukan daring pakai Zoom Meeting. Varian delta meledak, President Cup dibatalkan, tetapi saya memang sudah tanda tangan kontrak.
ADVERTISEMENT
Nah, kemudian, bos beli PSPS Riau. Dia perintahkan saya untuk bantu PSPS di Liga 2. Saya sempat enggak mau, karena saya enggak mau jadi asisten pelatih. Ya sudah, didiskusikan, saya mau dijadikan pelatih kepala.
(Bos Kelantan FC, pengusaha Malaysia bernama Norizam Tukiman, mengakuisisi PSPS Riau pada Mei 2021--RED)
Presiden PSPS Riau, Norizam Tukiman (yang pakai topi 93). Foto: Instagram/@pspsriau
Cuma, kalau di Indonesia itu kan, suporter berpengaruh sekali. Mereka lihat saya masih muda, belum banyak pengalaman, bukan mantan pemain profesional, akhirnya saya enggak bisa menjadi pelatih kepala. Saya disuruh menjadi asisten lagi, saya kekeh tetap enggak mau.
Akhirnya, ada klausul yang kalau saya enggak bantu PSPS Riau, saya enggak bisa ke Malaysia, oh my God, lalu ya sudah akhirnya saya terima. Jadi, sampai Desember 2021, saya bantu di PSPS Riau.
ADVERTISEMENT

Bagaimana akhirnya Anda sekarang ditarik lagi ke Kelantan FC?

Jadi, pihak Kelantan FC tidak lagi menargetkan President Cup untuk 2022. Mereka ingin membenahi pengembangan pemain muda. Jadi, di Malaysia itu ada Piala Belia U-17, U-19, dan Piala Presiden U-22.
Mereka ingin akademi Kelantan dikelola dengan baik, dibuat metodologi latihannya dengan baik, filosofi yang bagus, sehingga ada beberapa pemain yang bisa naik ke tim utama. Dia ingin saya kelola itu, sekaligus berbagi ilmu ke pelatih U-19, U-22, lain dan para pemain-pemainnya. Jadi, kapan pun saya bisa melatih dan terjun langsung ke lapangan.
Itu yang pertama. Kedua, Kelantan FC target juara [Malaysia Premier League/Divisi 2] musim ini, saya harus bantu juga yang tim utama. Itu yang dia mau. Akhirnya, saya enggak bisa menolak, setuju, berjalan dengan lancar prosesnya.
ADVERTISEMENT

Awalnya, siapa yang memperkenalkan Anda dengan Kelantan FC?

Ada salah satu Direktur Operasional Kelantan FC mencari pelatih muda di Indonesia, yang bagus, yang punya pengetahuan sepak bola modern. Kebetulan, dia tanya rekan saya, saya dikontak, lalu Zoom Meeting. Rekan saya itu adalah agen pelatih dan pemain Indonesia, Effendi Syahputra, yang mengenalkan saya dengan Direktur Operasional Kelantan FC.
Saya menjelaskan, kira-kira apa yang akan saya lakukan kalau pelatih di sana. Saya menjelaskan sesuai pengalaman saya 3 bulan di Eropa. Mereka tertarik banget, merasa ada hal yang baru. Itu sebelum mereka beli PSPS Riau.

Seorang Yusup Prasetiyo telah banyak menimba ilmu di Eropa, boleh diceritakan pengalamannya?

Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat berguru di Liverpool. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo
(Kelantan FC menerangkan bahwa Yusup Prasetiyo memiliki pengalaman menganalisis taktikal di Borussia Moenchengladbach Academy pada 2017, VVV Venlo Academy pada 2017, Liverpool Academy pada 2018, Ajax Amsterdam Academy pada 2018, Feyenoord Academy pada 2018, Valencia Academy pada 2018, dan Benfica Academy pada 2019--RED).
ADVERTISEMENT
Jadi, kalau kayak yang di Gladbach, Feyenoord, dan lain-lain itu berkat rekan saya. Orangnya top, pernah jadi pelatih dan sekarang agen di Singapura. Dia bantu saya masuk Liverpool Academy, dicek dulu paspornya saya, dibantu via telepon bahwa ada orang Indonesia mau masuk, dan akhirnya saya bisa masuk.
Dia kasih tahu saya, 'Kamu tahu kenapa kita bisa masuk? Karena saya teman dekat pelatih kiper utamanya'. Dia juga bantu saya ke Gladbach, Feyenoord, Wolfsburg, Jadi, itu per 3 hari di setiap akademi, kami belajar bagaimana mereka membangun pemain usia muda, menarik sekali.
(Yoyoo mengambil Lisensi Nasional D AFC di Indonesia pada 2012, Lisensi C AFC di Brunei pada 2014, Lisensi B AFC di Malaysia pada 2016, Lisensi A AFC di Maladewa pada 2018--RED).
ADVERTISEMENT

Kenapa Anda merasa pengalaman di Benfica bisa begitu berkesan?

Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat menjalani kursus di Lisbon, Portugal, mengunjungi klub SL Benfica. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo
Jadi, saya kursusnya di Lisbon, tetapi kunjungannya ke Benfica. Saya belajar tentang sepak bola. Maksudnya, ketika 20 peserta datang dari penjuru Eropa, saya satu-satunya Asia, pertama kami hadir adalah instruktur tanya, 'Apa itu sepak bola?'.
Menarik, jawabannya dari 20 peserta berbeda-beda. Dia bilang, 'Saya tak bisa membayangkan, sepak bola adalah olahraga terbesar dunia, tetapi jawaban kalian beda-beda, ini ada yang salah'.
Instruktur saya waktu itu orang Belanda. Dia pernah jadi asisten Guus Hiddink di Piala Dunia 2002, pernah jadi Louis van Gaal di Timnas Belanda juga, pernah jadi Direktur Akademi Feyenoord, top banget. Namanya Raymond Verheijen.
Ini adalah kursus yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Provoke my brain.
Pelatih asal Belanda, Raymond Verheijen. Foto: Facebook/Raymond Verheijen
Dia mengajari saya bahasa sepak bola, metodologi latihan, football braining, dan lain-lain... Wah gila, bukan cuma sepak bola yang dibicarakan, tetapi kontennya itu bagus sekali. Contohnya, football braining itu, bagaimana keseharian kita diatur dengan unconscious thinking, lalu diterjemahkan ke sepak bola itu hal yang gila.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ibaratnya, dia [Raymond] nyamain pelatih sepak bola itu adalah profesi tinggi banget seperti pilot, 'Bisa kalian bayangkan, kalau saya pilot, kalian penumpang, dan pada pakai HP semua, apa yang akan terjadi?'
Terdiam semua. 'Lu bilang sepak bola hidup-mati dan paling dicintai, terus lu pegang HP, gua enggak izinkan itu, kita sudah sepakat dari awal'. Mereka pulang di hari ketiga.
Kalau di Indonesia, kadang instrukturnya pun pegang HP untuk Insta Story. Tak heran jika sepak bola kita terbang rendah.
(Kursus yang diikuti Yoyoo itu bernama FCE Football Braining Experience pada 2019 di Lisbon, Portugal. Setahun sebelumnya, ia mengikuti WFA Football Tactics di Gothenburg, Swedia--RED).

Seorang Yusup Prasetiyo menjalani kursus di Benfica itu dengan biaya sendiri?

Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat menjalani kursus di Lisbon, Portugal, mengunjungi klub SL Benfica. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo
Iya, biaya sendiri, saya menabung. Total, saya habis Rp 60 juta dalam satu minggu demi ikut kursus dengan Raymond itu, sudah termasuk tiket pesawat.
ADVERTISEMENT

Apakah Anda tularkan ilmu sepak bola dari Eropa itu ke Indonesia?

Saya di Benfica pada 2019. Pulang, saya ke Barito Putera menjadi asisten pelatih dari Djadjang Nurdjaman. Saya selalu presentasikan apa yang saya dapat di sana. Rizky Pora, Bayu Pradana, pemain yang bagus-bagus itu syok banget ketika saya presentasikan hal yang belum pernah mereka terpikirkan.

Selain pengalaman di Eropa, Anda juga pernah di China. Bagaimana ceritanya?

Jadi, awalnya saya di Celebest FC dulu pada 2017. Saya jadi asisten pelatihnya, Rudy Eka [Priyambada], selama 2-3 bulan. Pada masa itu, sulit betul cari kursus kepelatihan, tetapi saya gigih cari-cari sampai luar negeri. Itu juga yang sebenarnya membuat Rudy tertarik membawa saya ke Celebest.
ADVERTISEMENT
Kami kerja bareng. Nah, tiba-tiba, saya mendapat pesan WhatsApp dari instruktur saya sewaktu di Malaysia.
Rudy Eka Priyambada yang sekarang Pelatih Timnas Perempuan Indonesia. Foto: AFC
Dia orang China, perempuan namanya Zhang Hong, dia bilang, 'Saya sekarang Direktur Teknik Lijiang FC, kamu mau enggak ke sini?'
Dia tertarik sama saya. Sebab, saya dinilai sebagai orang yang begitu percaya diri, menguasai teknologi analisis sepak bola, dan lain-lain.
Saya ditawari jadi pelatih Lijiang FC U-16 yang mengikuti Liga Super China U-17. Itu pesertanya top-top, seperti Guangzhou Evergrande.
Saya bilang ke Rudy soal pekerjaan ini. Dia tanpa pikir panjang bilang, 'Go ahead, ini enggak bakal kamu dapatkan lagi'. Saya enggak akan lupa saya kebaikan dia. Jadi, dia yang tanggung jawab sama manajemen, saya bisa pergi tanpa bayar penalti.
ADVERTISEMENT
(Yusup Prasetiyo menjadi pelatih tim U-16 Lijiang FC selama Maret-Agustus 2017. Dari 13 laga, Yoyoo bawa tim 5 kali menang, seri 2 kali, sisanya kalah--RED)

Selain Rudy, Aji Santoso katanya juga akrab dengan Anda?

Pelatih Persebaya, Aji Santoso, memberikan instruksi pada anak asuhnya saat latihan. Foto: Dok. Media Persebaya
Saya pernah di Timnas U-17 2005 yang dilatih Aji Santoso. Saya pernah jadi asisten dia di PSIM pada 2019.
Itu dulu, dia pernah minta saya ke Persebaya, istrinya bahkan sampai menelepon untuk membujuk saya. Akan tetapi, saya enggak mau karena punya pertimbangan lain.

Bicara karier sebagai pemain, kenapa Anda tak lanjut ke level senior?

Orang tua saya itu orang Betawi. Mereka ingin anaknya punya pendidikan. Apalagi, ayah saya hanya sopir pribadi. Mereka mau punya anak yang wisuda dan jadi sarjana. Ditambah, ibu saya memaksa saya menjadi guru.
ADVERTISEMENT
Ya, sudah saya ikuti. Seiring berjalan waktu, saya merasa itu bukan passion saya. Saya bilang ke mereka, 'Ini bukan hidup aku', pelan-pelan mereka mengerti dan saya menjelaskan bahwa saya harus ambil kursus pelatih sepak bola.
(Yoyoo tetap menyelesaikan studinya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah selama 2008-2013 hingga lulus. Ia mendapat gelar S1 Sarjana Pendidikan--RED).
Dulu, cari kursus di Indonesia susah, bingung banget. Saya akhirnya 2013 ke Malaysia sendiri, nekat. Saya bikin paspor di Tangerang. Saya cari orang, berbalas email dengan salah satu instruktur di Malaysia. Saya disuruh ke suatu tempat yang saya enggak tahu alamatnya.
Dulu, Google Maps dan Waze belum secanggih sekarang. Akhirnya, saya ketemu dan dia bilang bahwa tahun itu penuh dan enggak bisa. Namun, dia kasih saran saya harus ke mana. Wah, saya sedih dan pulang.
ADVERTISEMENT
Ya sudah, 2014, saya dikasih kesempatan ke Brunei dari instruktur teman saya. Makanya, pada waktu sekarang tiba di Kuala Lumpur, saya sedih banget, akhirnya kerja di sini.

Apa mimpi besar seorang Yusuf Prasetiyo?

Apa ini sudah mulai dipikirkan dari sekarang?

ADVERTISEMENT
Sudah. Saya sudah pikirkan, kalau saya ke sana pun, mungkin saya harus turun lagi posisinya, mungkin sebagai Analyst Performance mungkin.
Saya harus mencari Lisensi UEFA karena Lisensi AFC enggak berguna di sana. Saya percaya diri karena merasa sedikit expert di bidang Analyst Performance berkat bekal ilmu di akademi-akademi klub Eropa.
Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat berguru di Valencia. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo
Pelatih asal Indonesia, Muhamad Yusup Prasetiyo. Potret saat berguru di Feyenoord. Foto: Dok Muhamad Yusup Prasetiyo

Anda sekarang dikontrak Kelantan FC berapa lama?

Saya ditawari kontrak 3 tahun langsung, tetapi saya minta setahun dengan opsi perpanjangan saja.
ADVERTISEMENT

Karena Anda berpikir mau ke Eropa?

Betul sekali. Ada pertimbangan itu.

Sekarang, lagi pegang lisensi apa?

Saya masih lisensi A AFC. Saya lagi pertimbangkan, diskusi juga sama istri, kebetulan dia dokter dan ada minat memulai hidup di Eropa. Entah, saya mau ambil Lisensi Pro AFC atau langsung kejar Lisensi UEFA.