Apa sih Enak dan Nggak Enaknya jadi Pesepak Bola di Jepang? Ini Cerita Zahmuz

6 Juni 2024 18:43 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Zahra Muzdalifah. Foto: Instagram/@zahmuz12
zoom-in-whitePerbesar
Zahra Muzdalifah. Foto: Instagram/@zahmuz12
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Per detik ini, ada pesepak bola wanita Indonesia yang aktif berkarier di Negeri Sakura. Keduanya adalah Zahra Muzdalifah dan Helsya Maeisyaroh. Apabila Helsya bermain untuk klub divisi lima Jepang, FC Ryukyu Sakura, Zahra tampil untuk tim divisi teratas Jepang, Cerezo Yanmar Ladies.
ADVERTISEMENT
Keduanya tentu jadi aset besar buat Timnas Wanita Indonesia. Dalam pertandingan melawan Singapura akhir Mei lalu, keduanya menjadi pembeda di lini tengah dan lini depan Indonesia.
Helsya, yang tampil 90 menit, menjelma metronom yang mengatur ritme pertandingan. Sementara Zahra yang tampil di babak kedua memberikan energi dan sense of urgency yang tak tampak di babak pertama. Tak mengherankan karenanya bila di babak kedua Indonesia mampu mencetak empat gol tambahan.
Dari cerita keduanya, jelas bahwa merumput di Jepang membawa serta pengalaman dan kebiasaan bekerja keras di mana pun mereka berada. Tak peduli pertandingan, latihan, atau waktu kosong, semua hal mereka upayakan untuk terus menjadi lebih baik.
Eksklusif kepada kumparanBOLANITA, Zahra bercerita soal enak dan tak enaknya bermain di WE League untuk Cerezo Yanmar Ladies. Simak petikan wawancara kami di bawah ini.
Pesebakbola wanita asal Indonesia, Zahra Muzdalifah. Foto: Ananta Erlangga/kumparan
Kak Zahra, apa sih enak & nggak enaknya main bola di luar negeri, khususnya Jepang?
ADVERTISEMENT
Kita mulai dari nggak enak dulu aja ya. Nggak enaknya main bola di Jepang itu selalu kalau latihan tuh bener-bener harus tarik nafas dulu harus bismillah dulu yang kayak heuuuh.
Itu bener-bener ujian aku tiap hari gitu. Dibilang berat, berat banget sumpah, berat banget. Tapi mereka (pemain Jepang) karena udah terbiasa kali ya dari kecil, jadi udah santai.
Sedangkan aku yang kayak kaget gitu loh, yang biasanya di Indonesia latihan cuma 3x seminggu, di sana bener-bener tiap hari. Libur cuma sehari doang dan setiap latihannya tuh bener-bener kayak gila gitu loh, jadi selalu tarik napas tuh. Itu nggak enaknya.
Terus apalagi yang nggak enaknya? Selalu high intensity dan high intensity-nya tuh bener-bener kayak, โ€œAduh hari Selasaโ€.
ADVERTISEMENT
Hari Selasa tuh pokoknya hari kematian. Dan kematian tuh bener-bener kematian, bener-bener yang kayak sampai udah selesai latihan tuh, mau OTW train (kereta) aja tuh udah nggak kuat, โ€œAduh aduh gue ngantuk banget,โ€ kayak berasa pengen bawa mobil udah langsung nyampe gitu.
Sedangkan kan kita harus jalan lagi, naik train, pindah transit, naik bus, heeeh, journey-nya terlalu panjang. Terus nggak enaknya lagi sendirian. Apa-apa sendiri, biasanya kalo di rumah setiap capek gini-gini ada yang masakin, kita tinggal makan. Di sini pas udah nyampe rumah kita harus hidup sendiri, cuci piring. Mandiri aja sih sebenarnya.
Striker Timnas Wanita Indonesia, Zahra Muzdalifah, di Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Foto: Antika Fahira/kumparanBOLANITA
Kalau enaknya ada nggak, Kak?
Enaknya, aku ada target dalam hidup. Karena adanya liga dan lain-lain, jadi aku tahu setiap harinya aku tuh selalu ada progress, selalu ada keinginan untuk lebih dan lebih.
ADVERTISEMENT
Sedangkan kalau aku di sini bisa dibilang ya cuma latihan, jaga kondisi, latihan, jaga kondisi. Jadi bener-bener kayak nggak jelas mau dibawa ke mana nih gitu kan. Tapi kalau di sana ada, jelas, dan ada target yang juga di mana gue mau selevel sama lo, atau mungkin lebih dari lo gitu. Jadi ada keinginan untuk lebih.
Terus enaknya lagi, bisa belajar untuk keluar dari zona nyaman karena nggak semua orang bisa itu dan aku senang aku bisa mempunyai rasa itu.