Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sushi sendiri terdiri dari nasi yang dibumbui cuka, lalu dipadukan dengan berbagai topping seperti ikan segar, telur, atau sayuran. Setiap jenis sushi menawarkan pengalaman rasa yang unik. Namun, tahukah kamu bahwa ternyata tidak semua sushi yang dijual benar-benar menggunakan bahan autentik?
Dikutip dari The New York Post, para ahli telah memperingatkan bahwa dalam dunia sushi, apa yang terlihat sering kali tidak sesuai dengan kenyataan. Bahkan, Amerika Serikat menjadi salah satu negara dengan tingkat pemalsuan ikan tertinggi di dunia.
Banyak restoran dan pasar menggunakan ikan murah yang diberi label sebagai salmon, tuna, atau kakap. Setelah diolah dan disajikan dalam bentuk sushi, hampir mustahil bagi konsumen untuk membedakannya dari ikan asli.
Namun, praktik pemalsuan ini tidak selalu disengaja. Para ahli menjelaskan bahwa penggunaan nama ikan yang lebih umum sering dilakukan untuk mempermudah identifikasi bagi pembeli. Misalnya, ikan berlabel 'tuna' sebenarnya bisa berasal dari 68 spesies berbeda.
ADVERTISEMENT
Secara umum, semakin mahal dan populer suatu ikan sebagai bahan sushi, semakin besar kemungkinan ikan tersebut dipalsukan.
Menurut sebuah studi tahun 2018, kakap adalah jenis ikan yang paling sering diganti di AS dan Kanada. Salah satu penggantinya yang paling umum adalah nila, ikan yang lebih murah dan mudah didapat karena banyak dibudidayakan secara global.
Salah satu kasus yang sering terjadi adalah penggantian tuna dengan escolar, sejenis ikan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan jika dikonsumsi dalam jumlah banyak. Selain itu, tuna juga memiliki tingkat pemalsuan yang tinggi.
Sebuah penelitian tahun 2018 menemukan bahwa dari 545 sampel tuna yang diuji di enam negara Eropa, sekitar 6,7% ternyata berasal dari spesies yang berbeda dari yang tertera pada labelnya.
ADVERTISEMENT
Label tuna sirip biru Atlantik, salah satu ikan sushi paling mahal, sering dipalsukan dan bahkan mencapai 100% di beberapa negara.
Sementara itu, menurut studi Harvard tahun 2020, udang tercatat sebagai salah satu makanan laut yang paling sering diberi label palsu di AS.
Salmon Atlantik hasil budidaya menempati posisi berikutnya sebagai salah satu makanan laut yang sering diberi label menyesatkan, kerap dipasarkan sebagai ikan trout pelangi yang lebih murah, menurut studi lain pada tahun 2020.
Bahaya Sushi Palsu bagi Kesehatan
Celakanya, celah ini bisa dimanfaatkan oleh oknum nakal yang dengan sengaja menipu pelanggan menggunakan label palsu karena praktik ini relatif mudah dilakukan.
"Orang biasa tidak bisa membedakannya. Ada sekitar empat hingga lima jenis ikan yang bisa terlihat seperti kakap merah, padahal bukan," ujar Tony Maltese, direktur bagian seafood di jaringan supermarket Fairway Market New York, dalam wawancara dengan CNBC pada 2018 dikutip dari New York Post, Selasa (25/3).
ADVERTISEMENT
Tak hanya menyesatkan, sushi palsu juga bisa berbahaya bagi kesehatan. Salah satu pengganti tuna yang sering digunakan adalah escolar, ikan murah yang mengandung lilin alami yang sulit dicerna dan bisa berfungsi sebagai pencahar alami. Ikan ini pernah menyebabkan banyak kasus keracunan makanan massal di masa lalu.
Sayangnya, kasus penipuan makanan laut semakin meningkat akibat rantai pasokan yang semakin kompleks dan tidak transparan. Hal ini membuat sulit untuk mengetahui apakah praktik ini dimulai dari kapal penangkap ikan, pedagang grosir, atau pengecer, menurut organisasi konservasi kelautan Oceana.
Lantas bagaimana cara mengenali sushi dengan ikan asli?
Dr. Cusa menyarankan bahwa secara umum, produk ikan yang dijual di jaringan supermarket dengan label lengkap yang mencantumkan spesies, lokasi tangkapan, dan alat tangkap merupakan pilihan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Ia juga menambahkan bahwa produk olahan serta produk kalengan dengan informasi yang minim, atau bahkan tanpa keterangan spesifik, hampir selalu diberi label yang salah. "Saya akan menghindari produk apa pun dengan pelabelan yang buruk atau yang tidak mencantumkan spesiesnya," ucap Cusa.