BPJPH Ingatkan Produk Non-Halal Wajib Ada Keterangan Tidak Halal

27 Maret 2024 14:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi non-halal.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi non-halal. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Para pelaku usaha makanan dan minuman seperti UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) hingga PKL (Pedagang Kaki Lima) wajib bersertifikat halal mulai 18 Oktober 2024. Kewajiban sertifikat halal ini sesuai ketentuan PP Nomor 39 Tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Namun, kewajiban halal ini hanya berlaku bagi para pelaku usaha yang menggunakan produk atau berbahan baku halal. Sementara, bagi para pelaku usaha yang menggunakan produk yang berasal dari bahan yang tidak halal atau non halal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal.
"Seperti misalnya minuman keras atau makanan berbahan daging babi misalnya, tentu saja tidak mungkin didaftarkan sertifikat halal. Artinya dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal," kata Kepala BPJPH, Muhammad Aqil irham, seperti dikutip dari laman BPJPH, Selasa (26/3).
Meski dikecualikan dari kewajiban sertifikat halal, Aqil bilang produk-produk tersebut tetap bisa diperdagangkan asal produk tersebut diberi penjelasan atau gambaran sejelas-jelasnya bahwa produk tersebut mengandung bahan dan unsur non-halal. Misalnya saja untuk produk yang mengandung daging babi diberi keterangan dengan mencantumkan tulisan atau gambar babi di bungkusnya.
Ilustrasi produk halal. Foto: Shutterstock
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 92, di mana pelaku usaha yang memproduksi produk yang berasal dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan tidak halal dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk; dan/atau tempat tertentu pada produk.
ADVERTISEMENT
"Prinsipnya, regulasi JPH (Jaminan Produk Halal) bertujuan untuk menghadirkan perlindungan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat bahwa produk yang halal itu jelas dan yang non halal juga jelas," jelas Aqil.
Selanjutnya, pada Pasal 93 juga dijelaskan bahwa produk yang berasal dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan, misalnya dengan warna merah.
"Undang-undang nomor 33 dan Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2021 juga mengatur bahwa pencantuman keterangan tidak halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dan pasal 93 harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ungkap Aqil.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memang tengah mendorong agar para pelaku usaha yang belum bersertifikat halal untuk segera melaksanakan kewajiban sertifikasi halal pada Oktober mendatang. Imbauan ini sesuai ketentuan PP Nomor 39 Tahun 2021.
Para pelaku usaha yang belum melaksanakan kewajiban sertifikasi halal sesuai waktu yang telah ditentukan maka akan dikenakan sanksi, mulai dari sanksi administratif hingga pencabutan izin edar.
"Kalau mereka di tanggal 18 Oktober ditemukan belum halal, ada sanksi, sanksi pertama pemberian informasi atau ditegur secara lisan atau tulisan, yang kedua adalah produknya tidak boleh beredar, hanya ada 2 sanksi yang kita terapkan bagi pelaku sah yang belum bersertifikat halal di tanggal 18 Oktober 2024," tutur Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kemenag, Siti Aminah, saat ditemui beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT