Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
“Dulu aku bisa sampai tiga atau empat kali minum boba dalam seminggu. Tapi mulai ngurangin sejak tiga minggu lalu,” kata Salim Moses, pemilik akun Instagram @oppakuliner, kepada kumparan, Kamis (4/7).
ADVERTISEMENT
Salim keranjingan boba. Minuman ini digandrungi banyak orang, termasuk di Indonesia. Banyak alasan untuk jatuh cinta pada boba. Ia memiliki aneka rasa. Menikmati segelas boba sambil bekerja di depan laptop atau kala jalan-jalan di mal selalu jadi pilihan asyik.
Laman Eater mendefinisikan minuman boba sebagai kategori luas dari chunky drinks macam es teh, jus, atau minuman apa pun dengan mutiara tapioka. Di negeri asalnya, Taiwan, boba dikenal dengan nama zenzhu naicha.
Sementara di Amerika, orang mengenal boba dengan dua nama: bubble tea di pantai timur Amerika, dan boba di pantai barat Amerika.
Apa pun sebutannya, minuman dengan mutiara tapioka yang dikocok bersama, dan dinikmati dengan sedotan besar ini mencuri perhatian dunia, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meski pertama kali berkembang di Taiwan, mutiara tapioka itu justru terbuat dari ekstrak singkong asal Amerika Selatan. Tanaman ini masuk ke Taiwan dari Brasil melalui Asia Tenggara pada 1895-1945.
Yang pertama menjual minuman dengan bola tapioka adalah Tu Tsong-he, pemilik Hanlin Teahouse. Awalnya ia menjual minuman dengan mutiara tapioka putih. Teksturnya agak keras dan hambar.
Kemudian Tu Tsong-he beralih ke mutiara hitam. Mutiara ini direbus dalam tong besar dan disiram sirup karamel manis selama berjam-jam. Menggelegak sampai menjadi mutiara tapioka hitam, bertekstur kenyal, seperti yang saat ini sering kamu nikmati.
Hingga akhirnya tahun 1990, bubble atau boba menjadi sebuah sensasi di Asia. Dua puluh sembilan tahun bukanlah perjalanan singkat dari sebuah tren. Apa yang membuat minuman boba bertahan?
Inovasi Jadi Kunci
ADVERTISEMENT
Minuman bubble punya kekuatan inovasi yang besar. Minuman ini terus bertransformasi dan menciptakan daya tarik. Rasa baru terus bermunculan, tampilannya pun kian beragam.
Misalnya saja minuman boba dengan brown sugar yang kini marak. Ledakan tren brown sugar memang sudah diprediksi, dimulainya dari kopi susu dengan gula aren. Seakan tak mau kalah, kini minuman bubble pun menggunakan brown sugar yang jenisnya beragam. Salah satu jenama yang turut mempopulerkannya adalah Tiger Sugar.
Tahun 2017, gerai Tiger Sugar pertama dibuka di Taichung, Taiwan. Minuman yang ia rilis pertama adalah Brown Sugar Boba Milk. Tiger Sugar merambah Indonesia pada 26 April 2019. Lokasi gerai pertamanya di Summarecon Mall Kelapa Gading (MKG).
Brown sugar menjadi kunci sukses Tiger Sugar. Brown sugar ini sejenis gula yang terbuat dari ekstrak tebu yang dikristalisasi, sama seperti gula pasir. Bedanya, jenis gula ini diberi tambahan molasses atau gula tetes tebu sehingga warnanya lebih kecokelatan. Brown sugar lebih wangi dibanding gula pasir sehingga jenis gula ini banyak dipakai untuk membuat kue.
ADVERTISEMENT
“Tiger Sugar menjadi minuman second generation of boba milk tea. Cita rasa gula aren memang sudah nyaman di lidah masyarakat kita,” kata orang dalam Tiger Sugar yang enggan namanya disebutkan.
Tiger Sugar Indonesia menggunakan susu asli Indonesia yang dicocokkan dengan bahan baku Tiger Sugar di negara asalnya.
“Perpaduan susu yang creamy, dikawinkan dengan aroma gula merah, menemukan the perfect balance of taste. Tidak terlalu manis tapi cukup manis di lidah penikmatnya,” ujarnya.
Minuman Instagram-worthy ini lantas mewarnai laman Instagram. Promosi oleh para selebriti menambah rasa penasaran. Ia segera digandrungi.
Tiger Sugar Indonesia bukan yang pertama memboyong konsep minuman bubble dengan brown sugar. KOI, sebuah brand asal Taiwan, memperkenalkan seri minuman bubble dengan brown sugar sejak tahun 2018. Hanya, saat itu penjualannya masih terbatas di beberapa gerai. Baru pada 1 Januari 2019, seri brown sugar ini tersedia di seluruh gerai KOI di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pertama kali datang ke Indonesia tahun 2013, KOI menyuguhkan terobosan baru: bubble tak selalu identik dengan warna yang hitam pekat.
Bila dilihat lebih teliti, warna cerah keemasan menjadi pembeda bubble KOI yang kini punya 48 cabang itu. Menurut Marketing Supervisor KOI The Indonesia, Alvin Gunavata, boba emas telah ada jauh sebelum minuman ini kembali menjadi tren.
“Topping bubble kita itu bukan boba yang warna hitam. Tapi kita pakai spesial, warnanya emas. Jadi kita menyebutnya golden bubble milk tea,” ungkapnya saat ditemui kumparan di Lippo Puri Mall, Jakarta Barat (3/7).
Tampilan bubble khas KOI yang nyeleneh justru jadi daya tarik tersendiri. Menurut Alvin, hal ini yang membuat KOI punya banyak pelanggan loyal.
ADVERTISEMENT
Identitas sebagai franchise khusus minuman berbasis teh tak dihilangkan pada seri brown sugar kekinian ini. Selain brown sugar fresh milk, KOI juga menyediakan pilihan lain yaitu brown sugar milk tea. Sesuai namanya, minuman bubble ini terdiri dari susu segar, teh hitam, golden bubble, dan tentunya brown sugar bertekstur pekat.
Dari penjelasan Alvin, seri brown sugar ala KOI terinspirasi dari minuman berbahan dasar brown sugar dari Okinawa. “Sebenarnya kita lebih ke Jepang style-nya yang kita sebut Okinawa style. Kita pakai brown sugar syrup yang kita impor dari Taiwan, dan mereka ambil dari Okinawa, Jepang.”
Kendati ikut dalam tren brown sugar, KOI tetap menggunakan kata bubble untuk olahan mutiara tapiokanya. Memang, istilah boba mulai terdengar gaungnya bersamaan dengan tren minuman bubble dengan brown sugar. Sebelumnya, mutiara tapioka ini lebih banyak disebut sebagai bubble atau pearl.
Meski bukan pelopor, Chatime bisa dibilang salah satu brand yang memperkenalkan lembutnya bubble kepada lidah masyarakat Indonesia. Terbukti dari survei kecil kami beberapa waktu lalu yang melibatkan 100 responden. Chatime dipilih lebih dari 50 persen responden sebagai brand minuman bubble tea favorit mereka.
ADVERTISEMENT
Brand minuman asal Taiwan ini telah ada di Indonesia sejak 2011, di bawah naungan Kawan Lama Group. Menurut Feronica Wibowo, Direktur Chatime Indonesia, hingga kini Chatime telah memiliki 274 gerai yang tersebar di 32 kota di Indonesia.
Di antara ragam menu minuman yang ada, milk tea dan roasted milk tea kabarnya menjadi salah satu minuman andalan Chatime. Tentunya dengan penambahan bubble atau topping lain sesuai selera.
Tak ingin kalah dengan brand lain, pada tahun ini mereka juga meluncurkan menu series brown sugar. Seri brown sugar ala Chatime itu dibagi menjadi dua: pertama menggunakan fresh milk, dan yang kedua menggunakan milk tea.
“Tren ini (bubble tea) tidak semata-mata merupakan komoditi industri minuman, namun juga bagian dari produk lifestyle,” jelas Feronica kepada kami.
ADVERTISEMENT
Pionir di Indonesia
Telah menjadi tren sejak awal 90-an, rupanya butuh waktu sepuluh tahun untuk membawa minuman bubble masuk ke Indonesia.
Brand pertama yang mendatangkan minuman itu ke Indonesia adalah Quickly. Ia berdiri di Taiwan tahun 1996, dan merambah ke negara-negara lain di Asia.
Terinspirasi kesuksesan Quickly Singapura sebagai sub-franchise pertama di Asia, Lim, Gita Pratama, dan Nini Widjaja membuka bisnis minuman ini. Pertimbangan tiga ibu rumah tangga itu adalah rasa minuman-minuman Quickly juga dapat diterima oleh lidah masyarakat di Indonesia.
“Karena keluarga saya tinggal di Singapura. Kita lihat ada minuman baru saat itu. Saat itu Quickly antreannya mengular di Lucky Plaza, Singapura. Bahkan hingga nomor seribuan antreannya, jadi kita penasaran,” kisah Gita, salah satu founder Quickly Indonesia.
ADVERTISEMENT
Akhirnya tahun 2000, Quickly hadir pertama kali di Plaza Indonesia. Sebagai pionir bubble drink di Indonesia, Quickly Indonesia kini sudah berusia 19 tahun.
Menurut Lim Phing, founder lain Quickly Indonesia, bubble tea yang salah satu minuman tradisional di Taiwan itu sebetulnya semacam es cendol di Indonesia.
“Bubble tea itu sebenarnya bukanlah minuman baru. Itu kayak cendol di Jakarta, jadi semua orang tahu. Jadi ibu-ibu di rumah itu biasa bikin pearl (bubble) sama kaya kita bikin cendol atau cincau, atau biji salak di rumah. Hanya saja, belum ada yang benar-benar menjualnya di toko. Nah, itu yang pertama-tamanya yang buat Quickly,” tutur ibu dua orang anak itu.
Minuman tradisional itu kemudian dikemas modern oleh Quickly dengan menambah ragam topping dan varian rasa. “Cita rasa legendaris kami adalah taro milk tea. Jasmine milk tea juga,” tutur Lim.
ADVERTISEMENT
Quickly terus mengikuti tren. Mereka juga punya Tiger Pearl Milk Tea dengan gula hitam Okinawa. Keduanya dapat disajikan dengan campuran susu segar atau teh susu ala Quickly.
Berawal dari minuman keseharian layaknya es cendol, minuman bubble kini punya banyak wajah, banyak nama. Bahkan seiring waktu, mutiara tapioka tak hanya menjadi pelengkap minuman. Sudah ada dessert dengan boba. Di Indonesia, kita bisa menemukannya di Ban Ban Cheese Tea.
Selain terkenal dengan Miruku Boba-nya yang merupakan minuman teh dengan keju dan boba, tempat ini juga punya Boba Pan. Menu ini sejatinya adalah roti panggang dengan lelehan keju kemudian ditambah topping boba.
Belakangan inovasi boba kian menggila. Kalau kue atau dessert masih cocok, makanan asin pun terpapar bola-bola tapioka nan kenyal ini. Di luar Indonesia, perpaduan boba dengan makanan asin sudah jadi berita lama. Tercatat sudah ada inovasi kepiting, pizza, bahkan nasi dengan boba.
Kini tren itu pun diadaptasi di tanah air. Ya, baru-baru ini Ropang OTW mengeluarkan Indomie Goreng Boba. Ini sajian Indomie goreng dengan topping telur, cream cheese, dan boba.
ADVERTISEMENT
Tak mengherankan bila sebuah artikel dalam Business Today memprediksi pertumbuhan tahunan pasar bubble tea dari 2017-2023 naik hingga 7,3 persen. Inovasi selalu jadi kunci. Setelah ini, apa lagi?