Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Dining In The Dark, Sensasi Menyantap Makanan di Dalam Kegelapan
28 November 2018 19:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Pernah membayangkan bagaimana rasanya menyantap makanan di tengah kegelapan? Tentu jadi hal tak biasa, saat kita diharuskan untuk menikmati hidangan yang tersaji di depan kita tanpa bisa melihat tampilannya. Yang bisa kita andalkan hanyalah indra pengecap, untuk fokus pada kenikmatan rasa makanan.
ADVERTISEMENT
Pengalaman bersantap dalam kegelapan itulah yang coba dihadirkan oleh Fairmont Jakarta , pada acara penggalangan dana melalui jamuan makan bertajuk ‘Dining in The Dark’.
Bekerja sama dengan Yayasan Mitra Netra yang bergerak dalam upaya peningkatan kualitas dan partisipasi tuna netra di bidang pendidikan dan lapangan kerja, hotel bintang lima tersebut ingin mengajak para pengunjung untuk menyelami sepenggal kehidupan para penyandang tuna netra.
Sejenak, mereka akan dibawa untuk merasakan bagaimana rasanya menyantap makanan tanpa adanya setitik cahaya. Ruangan tempat diadakan jamuan makan tersebut telah didesain sedemikian rupa hingga benar-benar gelap, sebagaimana kondisi saat kita menutup mata. Bahkan, para pengunjung tak diperbolehkan membawa telepon genggam atau barang-barang lainnya yang bisa memancarkan cahaya.
“Di dalam jamuan makan tersebut, kami akan menghadirkan kepuasan gastronomi. Tak usah takut, jamuan makan di dalam kegelapan ini tak akan menjadi sebuah siksaan. Menu-menu hidangannya juga akan dimasak oleh tim koki dari Fairmont,” kata Carlos Monterde, General Manager Fairmont Jakarta dalam sambutannya di acara Konferensi Pers Dining in The Dark di Hotel Fairmont Jakarta, Senayan, Jakarta Selatan, pada Selasa (27/11).
ADVERTISEMENT
Dalam jamuan makan di tengah kegelapan tersebut, para pengunjung juga akan dipandu dan dilayani oleh para penyandang tuna netra dari Yayasan Mitra Netra yang telah dilatih secara khusus. Nantinya, setiap orang pemandu tersebut akan membantu empat orang pengunjung untuk masuk ke dalam ruangan, duduk, hingga menyantap makanannya.
Lantas, seperti apa rasanya untuk makan di tengah kegelapan?
kumparanFOOD pun berkesempatan untuk menjajal bagaimana rasanya untuk menikmati hidangan tanpa unsur visual. Dalam kesempatan tersebut, kami dan tiga orang lainnya ditemani oleh seorang rekan dari Yayasan Mitra Netra untuk memulai jamuan makan siang tanpa cahaya.
Sebelum masuk ke dalam ruangan, Esa, pemandu kami, menginstruksikan untuk membuat barisan dan meletakkan tangan di pundak teman yang berada di depan kami.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, sembari memegang pundak satu sama lain, kami mengikuti langkah Esa yang berada paling depan untuk menuju ke dalam ruang makan. Benar saja, suasananya sangat gelap dan tak terlihat setitik pun cahaya. Setelahnya, Esa juga memandu kami untuk duduk di kursi kami masing-masing dengan hati-hati.
“Di depan anda masing-masing bisa dirasakan, ada piring berbentuk persegi dengan empat mangkuk kecil di atasnya, lalu di sebelah kanan ada sendok, dan di atas sendok ada gelas dan botol air mineral di sampingnya. Sedangkan di sebelah kiri piring ada garpu, lalu di sampingnya ada piring berisi roti, lengkap dengan pisau kecil, dan di atas piring roti ada mentega untuk olesannya,” terang Esa saat menginstruksikan kami untuk meraba peralatan di atas meja, mengenali keadaan di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Intuisi dan keempat indra; sentuhan, rasa, penciuman, serta suara ‘dipaksa’ untuk jadi lebih tajam, demi menyesuaikan diri tanpa adanya indra penglihatan yang bisa digunakan.
“Saya sarankan untuk menyantap makanan yang ada di mangkuk kecil itu dari kiri atas dulu, lalu dilanjutkan searah jarum jam, ya,” ujar Esa sebelum kami mulai menikmati hidangan yang tersaji.
Cukup sulit untuk mengambil makanan yang ada di dalam piring dengan menggunakan alat makan yang ada, karena kita tak tahu dimana letak persisnya makanan tersebut. Dan, ternyata, kita bukan cuma tak bisa melihat tampilan dari hidangan yang kita makan saja, bahkan menu hidangannya pun dirahasiakan. Yang kita bisa lakukan hanyalah menebak-nebak, kira-kira makanan apa yang sedang kita kunyah.
ADVERTISEMENT
“Yang pasti, nantinya menu yang akan disajikan adalah menu-menu internasional,” jelas Felicia Setiawan selaku Director of Marketing Communications Fairmont Jakarta.
Dengan absennya visual dan cahaya dalam ruangan, kami justru bisa lebih fokus dengan cita rasa yang dimiliki oleh hidangan tersebut, sehingga malah membuatnya terasa lebih nikmat.
Seperti misalnya di hidangan kedua. Meski tak tahu secara pasti menu apa yang kami coba, namun dari teksturnya, menu tersebut adalah sajian ikan. Sangat lembut dan meleleh di mulut, dengan rasa asam manis yang menyegarkan.
Begitu pun dengan hidangan ketiga, menu yang terasa seperti daging steak tersebut memiliki tekstur yang tak kalah lembut dan lumer. Kemudian hidangan terakhir--yang mana adalah dessert, adalah sajian cokelat dengan lapisan luar yang tipis, dan memiliki isian cokelat yang meleleh saat digigit.
ADVERTISEMENT
Oh, selain menyantap berbagai hidangan fine dining tersebut, kami juga ditantang untuk menuang air mineral ke dalam gelas kami sendiri, tentunya di tengah kegelapan. Butuh intuisi yang tajam untuk bisa mengambil botol, membuka tutupnya, dan menuangnya tanpa tumpah.
Jamuan makan dalam ruangan yang sangat gelap ini tak cuma membawa kita merasakan pengalaman kuliner yang berbeda, namun juga membuka mata kita dengan wawasan baru tentang perjuangan para penyandang tuna netra.
Tertarik untuk mencoba menyantap makanan dalam kegelapan? Kamu bisa mengikuti acara ‘Dining in The Dark’ yang diadakan pada hari Minggu, 3 Desember 2018 nanti dengan membeli tiket seharga Rp 2,5 juta. Kuotanya sendiri terbatas, yakni hanya diperuntukkan bagi 50 orang saja.
ADVERTISEMENT
Nantinya, dana yang terkumpul akan didonasikan kepada Yayasan Mitra Netra untuk mendukung kegiatan mereka, serta program AccorHotel’s CSR, A Tree for A Child yang menyediakan rumah penampungan bagi anak-anak di bawa umur di Jakarta dan Bali.