news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Dorokdok dan Jangek, Kerupuk Kulit Khas Indonesia yang Mirip tapi Beda

12 Oktober 2022 12:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kerupuk rambak. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kerupuk rambak. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian dari kamu, mungkin tidak akan bisa makan tanpa kerupuk yang renyah. Terlebih, kerupuk menawarkan rasa yang gurih, seperti kerupuk kulit. Hmm, membayangkannya saja sudah membuat pengin, ya?
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, tahukah kamu bahwa kerupuk kulit ternyata memiliki nama khas tergantung dari daerah pembuatannya? Ya, dorokdok dan jangek adalah dua nama khas dari kerupuk kulit khas Indonesia. Satu dari Garut, Jawa Barat dan satunya lagi asal Minangkabau, Sumatera Barat.
Kedua kerupuk ini, baik itu dorokdok dan jangek umumnya terbuat dari kulit sapi ataupun kerbau. Selain itu, jika ditelisik lebih dalam, maka kedua kerupuk ini kemungkinan besar adalah pengembangan dari rambak yang telah ada sejak zaman dulu.
Kerupuk rambak, yang juga berasal dari kulit sapi ataupun kerbau biasanya hanya disajikan untuk para kalangan kelas atas; seperti priayi. Namun, sekitar abad ke-19 kerupuk kulit tersebut mulai menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Sampai akhirnya, kerupuk kulit; seperti dorokdok dan jangek bisa ditemukan di mana saja.
ADVERTISEMENT
Baik itu dorokdok maupun jangek, secara umum memiliki persamaan dalam proses pembuatannya. Kulit sapi atau kerbau biasanya direndam terlebih dahulu dalam air panas agar tekstur kulitnya menjadi lunak. Setelah lunak, tahap selanjutnya adalah membersihkan kulit dari bulu dan lemak.
Kerupuk jangek siram kuah gulai ala Minangkabau. Foto: Azalia Amadea/kumparan
Meskipun sudah bersih, bukan berarti kamu dapat langsung menggorengnya, ya. Akan tetapi, terdapat proses berikutnya, yaitu menjemur kulit dengan waktu yang cukup lama, bahkan hingga seharian atau tergantung cuaca. Kulit yang telah kering kemudian direndam kembali dengan air agar kembali lunak, sebelum ditambahkan garam atau bumbu lainnya.
Setelah melewati proses tersebut, kulit kemudian akan dipotong-potong. Hal yang menarik adalah, umumnya beberapa pabrik pembuatan dorokdok memotong kulit dengan bentuk lebih memanjang, dibandingkan jangek yang dipotong kotak-kotak seperti dadu.
ADVERTISEMENT
Barulah, kulit yang sudah dipotong-potong tersebut kemudian digoreng dalam minyak banyak dan panas. Hingga kulit tersebut mengembang menjadi kerupuk dan mempunyai cita rasa yang gurih serta renyah.
Rasanya yang gurih dan renyah juga menjadi alasan dari penamaan dorokdok. Kerupuk kulit yang dimakan dengan renyah akan menghasilkan suara yang kriuk, seperti “dorok..dok..”. Oleh karena itu, bagi masyarakat Jawa Barat, kerupuk kulit ini lebih dikenal dengan nama dorokdok.
Selain itu, terdapat juga perbedaan lainnya antara dorokdok dan jangek. Meskipun keduanya dapat dinikmati secara langsung atau berbarengan dengan makanan utama. Akan tetapi, bagi warga Minang, terbiasa untuk memakan kerupuk kulit tersebut dengan menambah siraman kuah, seperti gulai hingga disebut “karupuak jangek.”

Kerupuk kulit khas Indonesia bikin kagum Chef Michelin Star

Kwok-keung Chan, Chef Michelin Star asal Hongkong. Foto: Dok. Lee Kum Kee
Sementara itu, kerupuk kulit, baik itu dorokdok maupun jangek yang memiliki rasa renyah dan gurih itu pun mendapatkan pengakuan dari seorang chef Michelin Star asal Hong Kong, yaitu Kwok-keung Chan.
ADVERTISEMENT
“Saya terkejut saat mengetahui kalau kerupuk itu terbuat dari sapi. Kok bisa, ya teksturnya serenyah itu?,” katanya saat konferensi pers saus Lee Kum Kee, di pameran Food & Hotel Indonesia (FHI) tahun 2019 silam.
Di sisi lain, dengan perkembangan zaman membuat kerupuk kulit juga terus berinovasi. Sekarang ini, kerupuk kulit tidak hanya berasal dari kulit sapi, melainkan juga dari dari kulit ikan.
Sementara untuk dorokdok dan jangek, juga telah memiliki beragam rasa, seperti balado atau pedas. Meskipun, varian original masih menjadi pilihan nomor satu bagi masyarakat Indonesia, termasuk kamu, kan?
Penulis: Riad Nur Hikmah