Edible Garden City, Upaya Masyarakat Singapura Menanam Makanan

4 September 2019 13:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanaman project Enable Garden City di Funan Mall, Singapura. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tanaman project Enable Garden City di Funan Mall, Singapura. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pernah bertanya dari mana masyarakat Singapura mendapatkan makannya? Mulai dari daging, ikan, minyak goreng hingga sayur segar. Mungkinkah di negara yang hanya berluaskan 721 km persegi, dengan jumlah penduduk mencapai 5,6 juta jiwa, mereka memproduksi semua itu sendiri? Jawabannya tidak.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2015, menurut data yang dirilis Pemerintah Singapura 90 persen suplai makanan di negara itu berasal dari impor. Indonesia menjadi salah satu eksportir bagi Singapura dengan komoditas minyak goreng, susu, ikan, daging babi, dan sayuran.
Tanaman project Enable Garden City di Funan Mall, Singapura. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Di samping itu, ada negara-negara lainnya seperti Amerika, Brazil, India hingga Australia. Penyebab impor, salah satunya, dikarenakan minimnya lahan yang bisa digunakan untuk berkebun.
Kondisi itu membuat sejumlah masyarakat di sana memikirkan terobosan bagaimana Singapura bisa terlepas dari jerat impor pangan, meski tak ada lahan yang cukup untuk berkebun di tengah pembangunan Infrastuktur yang cepat.
Salah satu terobosannya dilakukan oleh masyarakat yang tergabung dalam Edible Garden City (EGC). Gerakan ini menginisiasi masyarakat untuk bisa menanam makanannya sendiri meski tinggal di pusat perkotaan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana bisa?
Co-Founder and Managing Director EGC, Bjorn Low, menyebut gerakannya ini selaras dengan program Pemerintah yang menargetkan pada 2030, Singapura bisa memproduksi 30 persen suplai makanannya sendiri atau dikenal dengan '30 by 30'.
Bjorn Low, Co-Founder And Managing Director of Edible Garden City. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Yang mereka lakukan adalah menanam berbagai jenis buah, sayuran, bunga dan rempah-rempah di atap setiap gedung atau mall, kolong jembatan, dan lokasi lainnya di tengah perkotaan.
"Singapura adalah negara kecil dengan sumber daya alam yang terbatas, oleh karena itu kemampuannya terbatas untuk menanam tanaman dengan cara tradisional," kata Bjorn saat ditemui di Funan Mall, Singapura, Selasa (3/9).
Bjorn dan koleganya sudah menggalakkan program ini di sejumlah titik. Mulai dari Marina Bay Sands, Resort World Sentosa, Raffles City Rooftop, Fairmont Hotel, Six Senses, hingga yang terbaru di Funan Mall.
ADVERTISEMENT
"Untuk memiliki tanah di perkotaan yang didesain dan dibangun sebuah pertanian di pusat kota seperti Funan, adalah langkah besar untuk pertanian di Singapura. Dengan inovasi dan kolaborasi petani-pengembang seperti ini, Singapura akan dapat mencapai 30 by 30," sambung dia.
Kolaborasi yang dimaksud oleh Bjorn adalah menghubungkan petani dengan konsep EGC langsung dengan restoran yang ada di lokasi yang sama. Salah satu contohnya dilakukan di Funan Mall.
Di lokasi itu, ada satu restoran Jepang yakni Noka, yang bekerjasama dengan Urban Farm EGC. Lebih dari 50 jenis buah dan sayuran akan ditanam di lokasi tersebut dan didistribusikan ke restoran itu.
"Pengunjung dapat menikmati makan malam di Funan dengan konsep farm to table yang terbaik, karena sebagian besar panen dari Urban Farm dipasok ke restoran" kata Bjorn.
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan di lokasi, sejumlah tanaman sudah ditanam di lokasi itu. Mulai dari pepaya, buah naga, cabai, sereh, lemon balm, daun mint, jahe, kunyit, pandan, hingga markisa. Meski jumlahnya belum terlalu banyak sebab baru diluncurkan pada 28 Juni 2019 di lokasi ini.
Tanaman project Enable Garden City di Funan Mall, Singapura. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Sebenarnya, gerakan tanam makanan sendiri bukan hanya dari EGC saja. Namun, yang pertama menginisiasi gerakan menanam makanan sendiri di pusat perbelanjaan di perkotaan adalah non government organization (NGO) itu.
Selain misi memenuhi produksi makanan nasional. ECG juga mendorong pembeli untuk menjelajahi ruang perkebunan untuk mempelajari lebih lanjut tentang bunga yang dapat dimakan, microgreens, dan akuakultur, melalui papan tanda dan informasi yang disediakan.
Dengan dibukanya pertanian perkotaan baru di Funan, EGC saat ini mengelola dua pertanian perkotaan produktif yang terletak di dalam area pusat kota. Pertanian lainnya seluas 10.000 m2 di Rooftop Pusat Perbelanjaan Raflles City.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, EGC sudah membangun lebih dari 200 kebun yang tanamannya dapat dimakan, di seluruh restoran, hotel, sekolah bahkan rumah.
"Edible Garden City membantu kota-kota menjadi lebih mandiri dengan menanam tanaman di lahan yang kurang dimanfaatkan seperti rooftop, di bawah jembatan dan lain-lain," kata Bjorn.
Ia pun optimis, apabila terus digalakkan, misi Pemerintah Singapura pada 2030 untuk bisa menghasilkan 30 persen suplai makanannya sendiri dapat tercapai. Terlebih dalam prosesnya, gerakan ini melibatkan relawan dari berbagai macam latar belakang.
"Edible Garden City mengajarkan dan mendukung petani, baik yang berpengalaman, memiliki ambisi yang kuat, atau berasal dari masyarakat marginal," pungkasnya.