Filosofi Bubur Asyura, Makanan Khas yang Disajikan Setiap 10 Muharam

9 Agustus 2022 15:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bubur asyura. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bubur asyura. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Perayaan Tahun Baru Islam belum lengkap tanpa kehadiran bubur asyura. Hidangan spesial ini memang melekat dengan tradisi umat Muslim di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Selain bagian dari tradisi, bubur ini juga kaya akan makna dan filosofi mendalam.
ADVERTISEMENT
Bulan Muharam merupakan salah satu bulan yang spesial bagi umat Islam. Di bulan ini menjadi awal pergantian tahun bagi masyarakat Muslim. Pada hari ke-10 bulan Muharam umat Islam merayakan hari spesial yang dinamakan Asyura. Pada hari ini, umat Muslim memiliki tuntunan untuk melakukan puasa sunah.
Hari asyura juga diperingati dengan cara lain yang tidak kalah spesial, yaitu dengan memasak bubur asyura. Tidak hanya untuk memperingati Tahun Baru Islam, bubur ini ternyata menyimpan makna dan filosofi yang mendalam.
Hidangan ini menjadi sebuah bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat keselamatan yang telah diberikan selama ini. Bubur asyura ternyata telah ada sejak zaman Nabi Nuh. Menurut berbagai sumber, diceritakan bahwa perahu Nabi Nuh sudah siap digunakan berlabuh pada hari asyura. Lalu, Nabi Nuh AS berkata kepada kaumnya:
Ilustrasi bubur asyura. Foto: Shutter Stock
"Kumpulkanlah semua perbekalan yang ada pada diri kalian!”. Lalu Nabi Nuh menghampiri (mereka) dan berkata: "(ambillah) kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal, dan ‘adas (biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini dengan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)". Kemudian Nabi memerintahkan, "masaklah semua itu oleh kalian!, niscaya kalian akan senang dalam keadaan selamat"
ADVERTISEMENT
Dari situlah, umat Muslim terbiasa untuk memasak biji-bijian dan menjadi kebiasaan pada saat hari Asyura tiba. Tradisi memasak bubur asyura dilakukan oleh umat Muslim di dunia tak terkecuali di Indonesia.
Tradisi memasak bubur asyura juga memiliki ciri khas di setiap daerah di Indonesia. Rasa makanan khas ini akan berbeda-beda tergantung dari asal wilayahnya. Seperti yang dilakukan suku Banjar, membuat bubur asyura dari 41 bahan yang terdiri dari sayur-sayuran, umbi-umbian, dan kacang-kacangan.
Ilustrasi memasak bubur Foto: dok.shutterstock
Adapun di Cirebon, Jawa Barat, bubur asyura terbuat dari beras, santan kelapa, dan gula aren. Sehingga memiliki warna kecokelatan yang alami khas dari gula aren tersebut. Saat disajikan, bubur ini menyiratkan warna merah dan putih seperti bendera Indonesia.
Selain itu, memasak makanan dengan nama lain bubur suro ini juga dilakukan secara besar-besaran. Dengan tujuan, agar bisa dibagikan ke masjid-masjid dan warga sekitar. Untuk proses memasak bubur ini dibuat dari pagi hingga sore.
ADVERTISEMENT
Memasak bubur asyura juga dilakukan secara gotong royong oleh warga desa setempat. Ada juga yang membagikan kepada yatim piatu sebagai bentuk amal dan agar terhindar dari bahaya.
Dari proses mengumpulkan bahan, memasak, hingga membagikannya semua dilakukan secara bergotong royong. Sehingga, bubur asyura ini kaya akan makna tradisi gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat Muslim.
Penulis: Monika Febriana