Filosofi Mendalam soal Lomba Makan Kerupuk Saat Perayaan 17 Agustus

17 Agustus 2023 17:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga mengikut lomba makan kerupuk di bawah Jalan Tol Becakayu, Cipinang Melayu, Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu (27/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengikut lomba makan kerupuk di bawah Jalan Tol Becakayu, Cipinang Melayu, Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu (27/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lomba makan kerupuk seperti sebuah kewajiban yang dilakukan saat perayaan 17 Agustus, atau tepatnya di Hari Kemerdekaan Indonesia. Ternyata, di balik keseruan lomba ini ada filosofi mendalam yang meliputi kegiatan ini, lho.
ADVERTISEMENT
Mengutip Indonesia Baik, kehadiran kerupuk sebagai makanan Indonesia telah tercatat dalam naskah Jawa kuno sebelum masa abad ke-10 masehi. Kerupuk menjadi makanan pelengkap andalan bagi masyarakat Indonesia yang kala itu masih berjuang menghadapi penjajahan.
Krisis pangan yang terjadi saat itu menjadikan kerupuk bak penolong perut lapar masyarakat Indonesia. Bahkan disebutkan kerupuk menjadi lauk utama bagi sebagian masyarakat yang kesulitan mendapatkan makanan. Hanya makan nasi dengan lauk kerupuk.
Kerupuk sebagai makanan pelengkap tersebut terjadi di tahun 1930 sampai 1940-an. Kerupuk menjadi penyambung hidup terutama untuk masyarakat kecil di masa perang.
Ilustrasi kerupuk. Foto: ivnard/Shutterstock
Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, barulah mulai tahun 1950-an, bermunculan lomba-lomba untuk memperingati Hari Kemerdekaan. Ya, salah satunya adalah lomba makan kerupuk.
ADVERTISEMENT
Kehadiran lomba-lomba ini juga menjadi ajang hiburan bagi rakyat setelah masa perang. Jadi, selain untuk menghibur rakyat, perlombaan ini juga sekaligus menjadi pengingat perjuangan masyarakat Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaannya.
Itulah mengapa, saat lomba makan kerupuk peserta akan kesulitan untuk mendapatkannya. Sebab, kerupuk harus diikat dengan tali dan di gantungkan. Peserta juga tidak boleh memegang kerupuk dengan tangan.
Anak-anak keturunan etnis Tionghoa mengikuti lomba makan kerupuk Foto: Kemal Jufri/AFP
Perjuangan untuk meraih dan makan kerupuk ketika lomba inilah yang mengingatkan betapa sulitnya zaman penjajahan kala itu. Untuk bisa makan nasi dengan kerupuk saja masyarakat di zaman tersebut harus berjuang keras.
Nah, itulah filosofi mendalam dari lomba makan kerupuk saat perayaan 17-an. Kalau lomba favorit kamu saat 17-an apa?