From Bean to Cup: Menelusuri Akar Kopi Arabika yang Legendaris

12 Mei 2025 16:52 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Junita, petani kopi di Karo, Sumatera Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Junita, petani kopi di Karo, Sumatera Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
ADVERTISEMENT
Di suatu pagi di awal bulan Mei yang panas, kendaraan kami meninggalkan hiruk-pikuk Medan dan menanjak perlahan menuju kebun kopi di dataran tinggi Karo. Jalanan berkelok membelah hamparan hutan pinus dan perkebunan rakyat. Kami tengah menyusuri “10 kaki pertama” dari perjalanan panjang Starbucks Origins Media Experience, sebuah pengalaman langsung menelusuri akar kopi arabika Sumatra yang legendaris.
ADVERTISEMENT
Udara segar yang menggigit serta hamparan perbukitan hijau menjadi sambutan alami dalam perjalanan menuju salah satu kawasan penghasil kopi arabika terbaik Indonesia. Di sinilah cerita tentang kopi bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang tanah, tradisi, dan orang-orang yang merawatnya dengan sepenuh hati.
Kawasan ini merupakan bagian dari “Sumatra Arabica Coffee Origins,” wilayah yang dikenal luas karena keunikan rasa dan karakter kopinya. Karo, bersama Dairi, Simalungun, dan Pakpak Bharat, menjadi rumah bagi ribuan petani kopi yang menggantungkan hidup pada tanaman beraroma khas ini.
Keberadaan pegunungan dan tanah vulkanik yang kaya nutrisi menjadikan wilayah ini sangat ideal untuk budidaya kopi arabika dengan ketinggian rata-rata di atas 1.200 meter di atas permukaan laut.
Perkebunan kopi di bawah kaki Gunung Sinabung di Karo, Sumatra Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Setiap cangkir kopi memiliki cerita tersendiri, dan bagi Starbucks, cerita ini dimulai dari asalnya--perkebunan kopi. Starbucks memasok 3% kopi dunia dari lebih dari 450.000 perkebunan di lebih dari 30 negara. Namun, perubahan iklim mengancam masa depan kopi, dan komunitas petani merasakan dampaknya terhadap produktivitas, kualitas tanaman, dan mata pencaharian mereka.
ADVERTISEMENT
Pulau Sumatera yang subur--penghasil kopi terbesar ketiga di dunia-- memainkan peran penting dalam upaya Starbucks untuk mendapatkan kopi berkualitas tinggi. Biji kopi Sumatra menjadi bahan utama dari banyak kopi Starbucks yang dicintai dan merupakan bahan dari salah satu kopi single origin mereka yang paling populer.
Untuk mendukung petani kopi, Starbucks mendirikan salah satu dari sepuluh Farmer Support Center (FSC) global di Sumatra. Di sini, para ahli agronomi bekerja bersama para petani untuk berbagi penelitian, pengetahuan, dan praktik terbaik, untuk meningkatkan kualitas tanaman, meningkatkan hasil panen, dan menjaga mata pencaharian mereka.
Farmer Support Center milik Starbucks di Berastagi, Sumatra Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Setelah merapat di Farmer Support Center (FSC) Starbucks di Berastagi, kami disambut oleh Laura Elphick, Direktur Coffee Education & Engagement Starbucks Asia Pasifik, dengan senyuman tulus dan energi yang menular.
ADVERTISEMENT
“Kami percaya bahwa masa depan kopi tidak hanya bergantung pada rasa, tapi pada siapa yang menanamnya dan bagaimana mereka bertahan di tengah tantangan global,” katanya.
Dalam dua dekade lebih di Starbucks, Laura telah mengubah pendekatan edukasi kopi di Asia Pasifik, membangun tim engagement dari nol hingga kini beranggotakan lebih dari 50 orang.
Masyitah “Ita” Daud, General Manager FSC Indonesia, dan tim ahli agronomi, menjelaskan misi FSC yang berdiri sejak 2015 dalam menjembatani ilmu agronomi mutakhir dengan praktik petani lokal.
Robertus Tri Hastoaji dan Ucu Sumirat, dua agronom muda yang penuh dedikasi, memperlihatkan kebun percontohan, bibit-bibit varietas tahan penyakit, dan teknik agroforestri yang tengah diuji. Kami pun turut serta menanam pohon kopi, sembari mendengarkan cerita tentang bagaimana perubahan iklim menggerus hasil panen dan meningkatkan risiko penyakit seperti karat daun.
Kopi Arabika di tanah Karo, Sumatera Utara. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Di sesi cupping, kami dipandu oleh Brittany Zeller, Coffee Development Lead dari kantor pusat Starbucks di Seattle, Amerika Serikat. Ia menjelaskan perbedaan karakteristik kopi dari berbagai varietas arabika Sumatra. Kami belajar mengenali karakter arabika Sumatra yang earthy dan memiliki aroma rempah dan hutan hujan yang khas. Setiap tegukan menjadi semacam pembacaan lanskap dan kerja keras.
ADVERTISEMENT
“Apa yang membuat kopi Sumatra begitu menonjol adalah rasa bumi yang dalam dan aroma rempah yang tidak dimiliki kopi lain,” kata Brittany, yang memulai kariernya sebagai barista dan kini menjadi salah satu tokoh di balik pengembangan cita rasa Starbucks global.
Menyusuri Jejak Petani
Pagi-pagi sekali, keesokan harinya, kami meluncur ke kawasan Cimbang, salah satu kebun percontohan yang dikelola petani lokal. Di tengah lanskap lereng yang subur, kami diajak berbincang dengan para petani seperti Ngamanken Palawi (60) dan istrinya Junita yang bercerita tentang transisi mereka dari metode konvensional ke praktik berkelanjutan.
“Saya bangga jadi petani kopi, karena kopi dinikmati orang dari seluruh dunia,” kata Ngamanken dengan mata berbinar.
Ngamanken Palawi (kanan) dan istrinya Junita (kiri), Petani kopi di Cimbang, Sumatera Utara didampingi staf FSC. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Ngamanken baru mulai menanam kopi dan panen pertama pada 2020. Sebelumnya ia adalah petani sayur dan buah. Namun erupsi yang terjadi di Gunung Sinabung selama periode 2013 dan 2017 banyak menghancurkan lahan-lahan pertanian.
ADVERTISEMENT
“Yang saya pelajari adalah, tanaman kopi itu lebih kuat dalam menghadapi dampak erupsi,” ujar dia.
FSC membantu generasi petani berikutnya untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan profitabilitas tanaman mereka sambil mendukung penerapan C.A.F.E. Practices di seluruh rantai pasokan kopi Starbucks di seluruh dunia. Lokasi Sumatera yang terpencil menjadikan sebagian besar lanskap perkebunan kopi sangat terpencil dan dalam skala kecil.
Kopi sering kali ditanam di pekarangan rumah dan kebun keluarga kecil, dan sebagian besar pemrosesan juga dilakukan di sana. Buah ceri dipetik dengan tangan, dikupas, dan dijemur di bawah sinar matahari di atas terpal besar, sering kali di teras rumah keluarga. Setelah biji ceri dikeringkan, para petani lokal mengirimkan hasil panen mereka ke pabrik-pabrik regional.
Ngamanken mencontohkan kegiatannya memproses hasil panen kopi dengan cara tradisional. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Dari lahan 1,2 hektare yang dimilikinya, Ngamanken mulai menanam kopi dengan hasil sekitar 200 kilogram tiap panen. Seiring dengan waktu berjalan, pengetahuan yang bertambah, dan pendampingan dari professional, Ngamanken berhasil meningkatkan hasil panennya.
ADVERTISEMENT
“Tambah tahun naik terus, sampai puncaknya pada 2024 kita pernah capai 2.600 kilogram,” kata dia.
Dalam kunjungan tersebut kami juga didampingi Matt Perry, pembeli kopi dari Starbucks Trading Company yang berbasis di Swiss. Matt yang memiliki sertifikat Arabica Q Grader, bertanggung jawab mencari kopi terbaik dari seluruh dunia untuk Starbucks Reserve.
“Biji kopi Starbucks Sumatra merupakan biji kopi Grade 1, dipetik tiga kali dan hampir bebas dari cacat. Setiap biji kopi disortir dengan tangan oleh para pekerja yang teliti dan sangat berpengalaman-dan disortir tiga kali untuk memastikannya,” kata Matt.
Para pekerja memilih biji kopi Arabika dengan kualitas terbaik sebelum dipacking untuk dikirim ke berbagai belahan dunia. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Aged Sumatra adalah salah satu kopi Reserve Starbucks yang paling terkenal, ditandai dengan rasa yang kuat dan alami dengan aroma cedar.
ADVERTISEMENT
Warisan kopi Indonesia yang kaya telah menjadi bagian penting dalam sejarah Starbucks, yang telah memasok kopi dari Sumatra sejak tahun 1971, membawa kopi ke wilayah yang lebih luas dan ke seluruh dunia. Saat ini, Starbucks adalah pembeli kopi arabika terbesar di Indonesia.
Biji kopi Arabika yang siap dikirim ke tempat roastery Starbucks di berbagai belahan dunia. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Matt menunjukkan kemasan produk kopi Arabika asal Indonesia yang siap diekspor. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Sebelum kembali ke Medan, kami mengunjungi fasilitas pengolahan kopi di bawah pengawasan FSC. Di sini, biji kopi arabika dari seluruh Sumatra Utara disortir, dikeringkan, dan dinilai mutunya secara cermat. Biji kopi Starbucks Sumatra merupakan grade 1, disortir tiga kali, dan dikeringkan secara alami. Proses ini adalah kunci dari kualitas yang terasa di cangkir Starbucks di Tokyo, Seattle, atau Jakarta.
Bagi sebagian orang, kopi hanyalah bagian dari rutinitas pagi. Tapi setelah menapaki tanah Karo, berbicara dengan para petani, dan menyaksikan bagaimana pengetahuan dan komitmen saling bersinergi, kopi berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih besar. Dan di balik setiap tetesnya, ada tanah yang hidup, petani yang bertahan, dan perubahan iklim yang mengintai dalam diam.
ADVERTISEMENT