Gula yang Kita Konsumsi Belum Tentu Halal, Ini Penjelasannya

7 Maret 2025 14:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi persediaan gula. Foto: Dok. Kementan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi persediaan gula. Foto: Dok. Kementan
ADVERTISEMENT
Saat berbuka puasa, makanan dan minuman manis selalu jadi favorit. Rasanya yang nikmat dan kemampuannya mengembalikan energi membuat gula sering jadi pilihan utama.
ADVERTISEMENT
Tapi, pernah kepikiran enggak sih, gula yang kita konsumsi itu benar-benar halal atau nggak?
Di pasaran, ada dua jenis gula yang sering dipakai. Pertama, gula pasir, yang biasa kita pakai buat bikin teh manis, kolak, atau makanan lainnya. Kedua, gula rafinasi, yang lebih sering dipakai dalam industri makanan dan minuman, kayak minuman kemasan, permen, atau roti.
Sekilas, keduanya mungkin terlihat mirip karena sama-sama terbuat dari tebu. Namun, gula rafinasi melewati proses pemurnian yang lebih panjang dan menggunakan beberapa bahan tambahan. Inilah yang membuat kehalalannya perlu diperhatikan lebih lanjut.
“Sama seperti bahan tambahan lain dalam sebuah produk olahan makanan atau minuman, gula juga memiliki titik kritis haram yang harus diperhatikan,” kata Wakil Direktur LPPOM MUI Bidang Auditing dan Sistem Jaminan Halal (SJH), Muti Arintawati seperti dikutip dari laman LPPOM MUI, Jumat (7/3).
ADVERTISEMENT
Kata "rafinasi" sendiri berasal dari kata refinery, yang berarti menyaring atau membersihkan. Jadi, bisa dibilang gula rafinasi adalah gula dengan tingkat kemurnian tinggi karena sudah melalui berbagai proses pemurnian.
Gula rafinasi diproses melalui beberapa tahap, mulai dari afinasi, karbonatasi, dekolorisasi, kristalisasi, pengeringan, hingga pengepakan. Nah, di sinilah muncul pertanyaan soal kehalalannya.
Menurut Mulyorini R. Hilwan, dosen IPB dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, proses paling krusial yang perlu diperhatikan adalah dekolorisasi atau penghilangan warna, karena tahap ini menggunakan arang aktif sebagai penyaring.
Ilustrasi minuman soda mengandung banyak gula Foto: dok.shutterstock
Arang aktif atau sering disebut karbon aktif merupakan material yang memiliki pori-pori sangat banyak yang dapat menyerap apa saja yang dilaluinya. Arang aktif ini bisa berasal dari berbagai sumber, seperti tulang hewan, tumbuhan, atau batu bara.
ADVERTISEMENT
Lantaran fungsinya sebagai penyaring (filter), maka arang aktif kerap digunakan di berbagai bidang usaha atau industri. Begitu juga di industri pengolahan gula, di mana karbon aktif sangat berperan dalam proses pemutihan gula yang dari awalnya berwarna coklat keruh menjadi putih bersih.
Dari sinilah titik kritis haram karbon aktif dapat ditelusuri. Kalau karbon aktif berasal dari tumbuhan atau batu bara, tentu tidak masalah. Tapi kalau dari tulang hewan, kehalalannya harus dipastikan. Jika hewan tersebut tidak disembelih sesuai syariat Islam atau berasal dari hewan yang haram, maka gula yang melewati proses ini bisa menjadi tidak halal.
Sebenarnya, jika gula diproses tanpa melibatkan bahan hewani, maka sertifikasi halal tidak selalu diperlukan. Namun, jika ada kemungkinan penggunaan bahan tambahan dari hewan, maka gula tersebut harus memiliki sertifikat halal.
ADVERTISEMENT
Menurut Muti Arintawati, penggunaan bahan kimia dalam makanan dan minuman juga harus melalui seleksi ketat oleh BPOM dan LPPOM MUI. Selain kehalalan, unsur thayyib (baik dan aman dikonsumsi) juga harus diperhatikan.
"Kalau tidak thayyib, bahkan berbahaya bagi kesehatan, tentu tidak bisa disertifikasi halal. Dalam proses rafinasi gula, residu sulfit juga menjadi perhatian utama dari segi kesehatan," jelasnya.
Menurutnya, meski terlihat sederhana, telaah atas halal haram gula rafinasi sangatlah penting mengingat konsumsi gula jenis itu di dalam negeri relatif besar.