Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hukum Makan Darah Ikan Menurut LPPOM MUI, Halal atau Haram?
1 April 2022 16:33 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Mungkin tak banyak yang menyadari bahwa kotoran atau darah ikan bisa saja masih menempel pada masakan yang sudah jadi. Tanpa sengaja pula, mungkin kamu pernah mengonsumsinya dan lupa kalau saja masih ada sisa darah ikan. Umumnya makanan yang berdarah memiliki hukum haram untuk dikonsumsi, lantas bagaimana dengan darah ikan?
ADVERTISEMENT
Namun sebenarnya dalam sepotong ayat Al-Quran, yaitu Surat Al-Maidah 5:96 berbunyi: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” Ayat ini cukup jelas dan bisa dipahami bahwa mengonsumsi ikan atau hewan yang hidup di air tidaklah haram.
Mengutip website resmi LPPOM MUI , Dr. KH. Maulana Hasanuddin, M.A. (Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat) dan Dr. KH. Abdul Halim Sholeh, M.A. (Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat) menjelaskan bahwa hewan laut yang dimaksud juga berarti yang asalnya dari danau, sungai, kolam, dan lainnya.
Sedangkan mengenai hukum memakan darah ikan telah disebutkan dalam Al-Quran, "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir (daman masfuuhan) atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu rijsun (najis)...” (QS. Al-An’am, 6: 145).
ADVERTISEMENT
Ath-Thabari turut menjelaskan mengenai ayat ini, karena memang Ar-rijsun artinya najis dan kotor. Bisa kamu pahami, bahwasanya ayat itu mengatakan kalau bangkai, darah yang mengalir, dan daging babi, semuanya adalah najis.
Beberapa ahli seperti Ibnul Arabi, Al-Qurthubi, An-Nawawi sepakat bahwa darah itu adalah najis dan kotor. Namun, hal ini dapat disandingkan dengan Surah Al-An’am, 6: 145 tersebut, yang perlu digaris bawahi adalah Daman Masfuuhan (darah yang mengalir) yang diharamkan. Sebab, dalam hadits Nabi saw. Menyebutkan pula ada jenis darah yang halal dikonsumsi.
Yaitu, “Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua macam darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa,” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Darah mengalir yang dimaksud adalah yang dihasilkan dari ikan-ikan besar seperti tongkol, karena ketika dipotong akan mengeluarkan darah yang banyak. Maka, hal inilah yang dimaksud haram dalam Surat Al-An’am, 6:145. Sehingga, memang harus dibersihkan hingga tuntas lantaran termasuk najis “rijsun” sehingga tidak boleh dimakan. Apabila terkena baju dan sebagainya pun harus segera dibersihkan. Saat itu terjadi, maka haruslah dibersihkan hingga warna dan baunya menghilang.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut dalam artikel tersebut, MUI menjelaskan apabila tak ada lagi darah yang mengalir atau darah yang tersisa menempel di daging ikan, maka menurut para ulama, memasukkan makanan tersebut dalam kategori ma’fu ‘anhu, artinya hal yang dimaafkan. Membersihkan bintik-bintik darah di serat-serat daging ikan itu terbilang sulit, maka cukup sekadar dicuci atau dibilas saja sehingga sudah termasuk ma’fu ‘anhu.
Jadi perlu kamu pahami kembali karena ada hewan laut yang (relatif) berukuran besar namun tidak memiliki darah mengalir, seperti cumi-cumi, udang, dan lainnya. Maka hukumnya halal secara mutlak untuk dikonsumsi sesuai dengan makna dalam surat Al-Maidah, 5: 96 yang telah disebutkan di atas. Maka itu, sebaiknya kamu untuk selalu memastikan, makan makanan yang bersih dan halal , ya.
ADVERTISEMENT
Penulis: Ade Naura Intania