Inspirasi Para Ibu, Kisah Swan Kumarga Mendirikan Dapur Solo

22 Desember 2018 17:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
zoom-in-whitePerbesar
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
ADVERTISEMENT
Dapur Solo Ny Swan bisa dengan mudah kamu temukan di berbagai tempat di Jakarta. Siapa sangka restoran besar ini bermula dari tempat makan di garasi rumah. Perjalanan Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, menunjukkan bahwa kesuksesan memang tidak dibangun dalam satu malam.
ADVERTISEMENT
Ya, dulu Swan memulai usahanya dengan berjualan rujak ulek dan jus buah. Kenapa rujak? Simpel, karena dirinya suka makan rujak dan tidak butuh modal banyak untuk memulai usaha ini. Lagi pula dirinya sudah punya cobek yang bisa dimanfaatkan untuk berjualan rujak.
Kisah Swan sungguh inspiratif. Darinya kita belajar bahwa hal besar dimulai dari hal kecil. Bahwa seorang ibu, meski mungkin terlihat lemah, justru punya kekuatan luar biasa yang nggak bisa diremehkan.
Melalui momen Hari Ibu 22 Desember ini, kumparanFOOD mengajak kamu untuk menyimak kisah inspiratif Swan Kumarga. Kebetulan beberapa waktu lalu kami berkesempatan bertemu dan mengobrol santai dengan Swan. Simak bersama, yuk, obrolan kumparanFOOD dan Swan Kumarga.
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
zoom-in-whitePerbesar
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
Ketika memulai usaha pertama kali, apa saja tantangannya?
ADVERTISEMENT
Dulu saya jualan rujak karena memang suka rujak. Kalau nggak laku, bisa dimakan sendiri. Modalnya juga nggak gede. Jualan rujak itu 3-4 bulan sudah lesu, nggak laku, karena yang tahu terbatas.
Akhirnya saya sebarkan brosur yang saya bikin sendiri dan di-foto copy ke rumah-rumah. Biar orang-orang tahu kalau saya jualan rujak. Waktu itu anak saya umur setahun. Sambil momong anak, setiap sore saya ajak naik sepeda sebarkan brosur.
Rujak ada turun naik, lalu saya tambahin jualan gado-gado. Lalu tambah bubur kacang hijau, tambah kolak, kemudian ayam goreng kalasan.
Sudah makin banyak yang beli, muncul problem lain lagi. Orang-orang yang beli kan bawa kendaraan, nah, parkirnya menghalangi pintu masuk rumah tetangga. Ada komplain. Saya pikir, berarti jangan jualan di lingkungan perumahan karena tetangga nggak suka dan gampang sekali pasang surut.
ADVERTISEMENT
Akhirnya saya pindah ke ruko. Bagian bawah buat jualan, bagian atas untuk kami tinggal. Mulailah saya cari nama, dulu pakai nama RM Solo biar gampang. Saya kan suka nasi, jadi jualan nasi gudeg, nasi pecel, nasi langgi.
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
zoom-in-whitePerbesar
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
Untuk menjadi seorang pengusaha kuliner apakah memang harus jago memasak?
Kalau saya sebenarnya suka kulineran. Suka mencicipi makanan yang enak, berburu makanan enak. Saya bayangkan rasa makanan itu, lalu saya coba membuatnya. Karena menekuni bisnis kuliner, saya jadi belajar masak.
Usaha ini jadi serius bener setelah 10 tahun, ketika suami saya gabung untuk mengembangkan. 2006 mulai perubahan total manajemen, mulai rebranding jadi Dapur Solo. Kalau tadinya sambilan, jadi bisa menghasilkan buat beli baju, buat jalan-jalan. Semua bisa terpenuhi. Bahkan suami saya akhirnya resign dari kantor dan benar-benar bergabung.
ADVERTISEMENT
Dulu awalnya karyawan kita satu, itu juga merangkap asisten rumah tangga (ART). Tapi perlahan, bisa benar-benar ada karyawan yang buat restorannya. Bahkan anaknya ART saya dulu juga sekarang kerja di sini, sampai dia punya 3 anak.
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, dan anak semata wayangnya, Karina (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
zoom-in-whitePerbesar
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, dan anak semata wayangnya, Karina (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
Apakah resep Dapur Solo merupakan resep warisan dari generasi ke generasi?
Warisan resep nggak juga, karena ibu saya bukan pengusaha restoran. Ibu saya ada usaha sembako. Nenek saya juga tidak. Mereka tidak menurunkan resep, jadi saya gali sendiri, datangi pembuat kuliner lalu evaluasi rasa, uji coba agar rasa sama. Uji coba sampai di atas 5 kali, sampai kita punya standar resep.
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, dan cucunya (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
zoom-in-whitePerbesar
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, dan cucunya (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
Menjadi ibu, istri, dan sekaligus punya usaha, apa tantangannya?
Memang harus ekstra kerja keras. Tiap pagi harus siapain anak sekolah, setelah itu baru masak. Habis itu jam 12 anak pulang, kita jemput. Tadinya jemput naik sepeda, lalu bisa beli sepeda motor. Setelah itu melayani pembeli. Kalau ada PR, nanti suami yang ngajarin. Belajar banyak tentang manajemen waktu.
ADVERTISEMENT
Apa yang membedakan Dapur Solo sekarang dengan yang dulu?
Tentu kami semakin gencar membina sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan handal. Itu cukup susah. Kalau dulu kita ciptakan resep atau strategi resep yang kita utamakan, lalu beranjak ke strategi perusahaan, sekarang ke komunitas atau masyarakat.
Maka itu kita gabung ke Eatwell, bisa membuat cabang 85 dengan tim solid. Jadi di saat saya sudah tidak muda lagi, ada partner yang sudah pengalaman dan punya strategi nasional, itu menyenangkan.
Harapannya Dapur Solo yang sudah jadi buah bibir meluas di Indonesia, sampai mancanegara. Bisa menjadi berkah buat bangsa. Saya juga bisa meninggalkan legacy untuk anak, cucu, dan masyarakat.
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, dan anak cucunya (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
zoom-in-whitePerbesar
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, dan anak cucunya (Foto: Instagram @swan_dapursolo)
Stategi apalagi agar tetap bisa eksis di tengah persaingan yang ketat?
ADVERTISEMENT
Saat ini semua serba mudah, pesan makanan sangat mudah. Restoran dan usaha tempat makan begitu banyak. Kalau dulu kan offline dari mulut ke mulut karena servis yang benar, cita rasa yang enak, dan harga yang wajar.
Tapi sekarang ada sosial media, penyebarannya bisa lebih cepat. Maka itu kami juga mengikuti zaman. Kita punya sosial media untuk memberi tahu menu dan promo, lalu gabung juga ke layanan pesan makanan online. Semua tren digitalisasi kita juga ikut.
Dapur Solo itu mengusung menu otentik. Menangnya menu otentik itu tidak ada tren. Enggak ada yang bosan makan sate, gado-gado. Kalau bosan sekarang, nanti juga makan lagi. Harapan saya, generasi milenial, generasi Z, bisa selalu merasakan cita rasa otentik kuliner Indonesia yang sehat, bahannya fresh, dan rempahnya bagus buat tubuh.
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, dan salah satu karyawatinya, Juni Artiani (Foto: dok. Maverick)
zoom-in-whitePerbesar
Swan Kumarga, pendiri Dapur Solo, dan salah satu karyawatinya, Juni Artiani (Foto: dok. Maverick)
Adakah tips untuk ibu atau perempuan di luar sana yang ingin memulai bisnis kuliner?
ADVERTISEMENT
Sebenarnya semua orang bisa buat. Semua mulai dari tekad kuat, dari apa yang bisa dan disukai. Lalu tekuni, jangan gampang bosan, jangan gampang menyerah. Siapa tahu apa yang kita jalani jadi tulang punggung perekonomian keluarga, bisa meningkatkan pendapatan keluarga.
Menurut saya ibu harus berusaha, tetap mengusung gaya hidup sederhana atau gaya hidup secukupnya. Karena ibu pasti mikir juga kan anak sekolah nanti gimana, kalau sakit gimana.
Bagaimana denganmu, apakah terlintas untuk menekuni bisnis kuliner?