Jasa Retailer Tetap Wajib Sertifikasi Halal Meski Menjual Produk Non-Halal

4 Oktober 2024 10:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Media gathering LPPOM MUI: Jual Produk Non-Halal, Jasa Retailer Tetap Wajib Sertifikasi Halal di Abuba Cipete, Jakarta (3/10/2024).  Foto: Dok. LPPOM MUI
zoom-in-whitePerbesar
Media gathering LPPOM MUI: Jual Produk Non-Halal, Jasa Retailer Tetap Wajib Sertifikasi Halal di Abuba Cipete, Jakarta (3/10/2024). Foto: Dok. LPPOM MUI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jasa retailer makanan dan minuman seperti supermarket, minimarket, atau tempat perbelanjaan bahan pangan lainnya ternyata juga wajib melakukan sertifikasi halal, meski tempat tersebut juga menjual produk non-halal.
ADVERTISEMENT
Memang, masih banyak masyarakat yang bingung mengenai sertifikasi halal untuk perusahaan retailer. Pasalnya, store retailer tersebut juga masih menjual produk non-halal.
Menjawab hal ini, Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati, menekankan bahwa jasa retailer terkait makanan dan minuman termasuk dalam kategori yang wajib bersertifikat halal sesuai PP No. 39 tahun 2021. Sejumlah persyaratan wajib diimplementasikan oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban tersebut. Salah satunya memisahkan fasilitas antara produk yang halal dan haram.
“Sertifikasi halal jasa retailer meliputi proses penanganan arus bahan atau produk yang harus bebas dari najis yang berpotensi mengkontaminansi bahan/produk halal. ​Ruang lingkupnya mencakup pergudangan​, distribusi (penerimaan barang)​, penanganan dan penyimpanan, serta pemajangan​. Artinya, seluruh produk yang bersertifikat halal terjamin tidak terkontaminasi najis hingga sampai di tangan konsumen,” jelas Muti dalam Media Gathering bertema “Jual Produk Non-Halal, Jasa Retailer Tetap Harus Disertifikasi Halal” yang diselenggarakan oleh LPPOM (3/10) di Restoran Abuba Steak, Jakarta.
Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati-Media gathering LPPOM MUI: Jual Produk Non-Halal, Jasa Retailer Tetap Wajib Sertifikasi Halal di Abuba Cipete, Jakarta (3/10/2024). Foto: Dok. LPPOM MUI
Produk yang ditangani retailer yang ingin mendapatkan sertifikat halal harus diidentifikasi dan ditangani sesuai standar. Ada tiga kategori produk dalam jasa retailer yang perlu penangan berbeda.
ADVERTISEMENT
Pertama, produk yang jelas halal (seperti buah dan sayur) atau memiliki sertifikat halal tidak perlu handling khusus. Kedua, produk haram seperti daging babi dan minuman keras harus dipastikan secara fasilitas tidak mengkontaminasi produk yang sudah halal serta diberikan penanda yang jelas. Ketiga, produk yang belum jelas status kehalalannya namun bebas babi ditangani agar tidak mengkontaminasi produk yang disertifikasi halal.
Selain itu, perusahaan perlu memiliki prosedur tertulis dengan dokumentasi terpelihara, di antaranya terkait penerimaan, penanganan, proses dan penyimpanan, ketertelusuran penanganan produk, penanganan produk yang tidak sesuai kriteria, pelatihan personel, serta audit internal dan kaji ulang manajemen.
Berdasarkan data BPJPH, per September 2024, sudah ada 48 perusahaan retailer yang sudah disertifikasi halal. Sejumlah 28 perusahaan retailer di antaranya sudah disertifikasi halal melalui pemeriksaan LPPOM. Perusahaan tersebut seperti Grand Lucky, Hero, AEON, Hypermart, Lotte Mart, K3Mart, dan masih banyak lagi.
Ilustrasi belanja produk halal di supermarket. Foto: Odua Images/Shutterstock
Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Miftahul Huda menyebutkan bahwa dalam sertifikasi halal, MUI memiliki peran sebagai penjaga umat dari sesuatu hal yang haram, serta memiliki fungsi menjalankan tugas keagamaan (himayat al-ummah) terkait kepastian kehalalan dan kesucian.
ADVERTISEMENT
“Dalam fatwa suatu produk diharamkan karena terdapat najis atau terkena najis (mutanajjis), hal ini kontaminasi najis menjadi salah satu titik kritis dalam jasa retailer. Jika produk terkena najis bisa disucikan dengan air serta bahan pembersih. Proses pensucian dianggap sukses ditandai dengan hilangnya bau, rasa dan warna,” ujar Miftah.
Miftah juga mengingatkan, "Menata produk halal jangan sampai dekat dengan yang haram sehingga tidak jadi mutanajis produknya."
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Miftahul Huda-Media gathering LPPOM MUI: Jual Produk Non-Halal, Jasa Retailer Tetap Wajib Sertifikasi Halal di Abuba Cipete, Jakarta (3/10/2024). Foto: Dok. LPPOM MUI
Pihaknya juga menyebutkan bahwa jika terdapat fasilitas atau produk terkena najis dan tidak boleh terkena air atau akan berkurang kualitasnya jika terkena air maka pensuciannya dapat dilakukan dengan disemprot dengan udara bertekanan, dilap dengan non-air seperti minyak ataupun hanya disikat.
Seperti telah diketahui bersama, pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta regulasi turunannya mewajibkan seluruh produk yang beredar wajib bersertifikat halal. Masa tenggang terdekat jatuh tempo pada 17 Oktober 2024 untuk empat jenis produk, di antaranya; makanan-minuman sebagai end product, bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong untuk makanan minuman; jasa dan produk sembelihan; serta seluruh jasa yang berkaitan dengan proses makanan-minuman sampai ke konsumen (maklon, logistik, retailer).
ADVERTISEMENT