Kembuhung, Tradisi Fermentasi Ikan Asal Sumatera Selatan yang Ramah Lingkungan

22 November 2024 10:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tradisi fermentasi makanan dari bahan ikan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tradisi fermentasi makanan dari bahan ikan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia kaya akan tradisi yang bukan hanya menyangkut pada kebiasaan budaya di suatu daerah, melainkan juga cara memasak atau menyiapkan makanan. Seperti halnya, kembuhung yang menjadi tradisi ala masyarakat Sumatera Selatan dalam mengurangi limbah makanan.
ADVERTISEMENT
Mengutip Antara, metode fermentasi banyak digunakan dalam mengolah makanan ala masyarakat daerah. Sebut saja pembuatan dadih, yakni yoghurt khas Minang. Bukan cuma itu, dalam pembuatan sambal seperti tempoyak, membutuhkan proses fermentasi daging buah durian hingga berubah masam.
Nah, kali ini, tradisi mengolah makanan dengan cara fermentasi bisa kamu rasakan ketika mencicipi kembuhung. Makanan daerah asal Sumatera Selatan ini biasanya terbuat dari ikan sungai, seperti ikan semah, ikan nila, ataupun mujair. Ikan kemudian difermentasi dengan menambahkan nasi serta sedikit garam, dan didiamkan selama 7 hari dalam wadah tertutup rapat.
Selain menggunakan ikan, kembuhung juga bisa terbuat dari bahan kerang air tawar atau tulang maupun daging sisa yang tak habis.
Seperti makanan fermentasi lainnya, dalam proses pembuatan kembuhung akan melibatkan berbagai macam bakteri yang tumbuh secara alami. Misalnya, mikroorganisme seperti bakteri asam laktat (BAL), seperti Lactobacillus.
ADVERTISEMENT
Bakteri ini akan menghasilkan senyawa asam dan bau khas. Cairan asam yang dihasilkan akan mengawetkan makanan. Senyawa asam dengan pH (derajat keasaman) 3 hingga 4 tersebut dapat mencegah pertumbuhan bakteri patogen atau penyebab penyakit pada bahan makanan. Sehingga, bahan makanan yang difermentasi tersebut aman dari bakteri patogen.
Melalui proses fermentasi yang alami, makanan ini pun aman dikonsumsi selayaknya yoghurt, keju, ataupun ikan asin.
Soal rasa, lantaran menggunakan proses fermentasi, cita rasa dan aroma kembuhung akan terasa sangat khas serta kuat. Selain itu, makanan ini juga mempunyai tampilan kurang menarik, sehingga sering kali disebut "nasi basi" oleh sebagian masyarakat.
Meski demikian, bau khas yang dihasilkan makanan ini justru menjadi daya tarik utama. Sama halnya seperti ikan asin, ketika sudah diolah dengan tambahan bumbu, rasanya akan menjadi lebih nikmat bahkan bisa bikin kita lebih nafsu makan.
ADVERTISEMENT

Makanan Tradisional yang Ramah Lingkungan

Ilustrasi olahan ikan asin Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Tak hanya memiliki cara memasak hingga cita rasa yang unik, proses pembuatan makanan tradisional ini juga memiliki manfaat baik untuk lingkungan. Sebab, makanan ini menggunakan bahan-bahan makanan sisa yang mana sekaligus membantu dalam mengurangi sampah.
Pembuatan kembuhung sendiri telah dilakukan sejak zaman nenek moyang. Tentunya, masyarakat pada zaman dahulu belum mengenal bakteri asam laktat maupun tentang bioteknologi. Namun cara sederhana yang dilakukan nenek moyang dengan memfermentasi makanan ini, tanpa disadari sudah menjadi bagian dari bioteknologi sederhana.
Terlebih, pemanfaatan bahan pangan sisa seperti ikan, daging, atau tulang, sudah menjadi suatu praktik zero food waste yang dilakukan masyarakat zaman dahulu. Cara pembuatan kembuhung ini pun jika dilestarikan bisa menjadi salah satu upaya kita dalam membantu menjaga lingkungan.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, kembuhung saat ini mulai sulit ditemukan. Kuliner tradisional ini bahkan sulit ditemukan di daerah asalnya. Namun kamu masih bisa menemukan makanan fermentasi ini di Sumatera Selatan, di mana Suku Besemah di Kota Pagar Alam masih memproduksi makanan langka tersebut.