Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mengutip The Daily Meal, jawabannya cukup singkat; hanya karena ayam dan kalkun terlihat sama tidak berarti mereka mirip. Beberapa faktor yang ada membuat para produsen kalkun memutuskan untuk tidak repot-repot menjual telur kalkun.
Kalkun bertelur jauh lebih jarang dibandingkan burung lain; ayam atau bebek. Dalam setahun, ayam bisa menghasilkan sekitar 300 butir telur dengan jadwal yang cukup konsisten. Dimulai dari umur sekitar 20 minggu. Sedangkan, kalkun hanya bertelur sekitar 100 telur setahun, dan umumnya hanya terjadi selama musim semi. Mereka juga mulai bertelur pada usia yang lebih tua dari ayam, sekitar 32 minggu.
“Kalkun memiliki siklus hidup yang lebih lama sehingga mereka membutuhkan waktu sekitar 7 bulan sebelum mereka dapat menghasilkan telur atau bertelur,” kata Kimmon Williams dari National Turkey Federation, kepada Modern Farmers.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kalkun juga membutuhkan biaya yang lebih mahal untuk dibesarkan di pabrik —hewan ini membutuhkan lebih banyak ruang dan makanan daripada ayam.
Rata-rata ayam memiliki berat sekitar 1,5 kilogram, sehingga tidak memakan terlalu banyak ruang. Berbeda dengan kalkun yang bisa mencapai berat rata-rata sekitar 7,7 kilogram. Lagipula, kalkun juga lebih banyak mengerami daripada ayam, sehingga memisahkan mereka dari telurnya bisa menjadi sebuah tantangan.
Karena biaya produksi dan kelangkaannya, telur kalkun cenderung sedikit lebih mahal, biasanya sekitar USD 3 (Rp 42 ribu) per telur —harga yang bisa membuat kamu mendapatkan sekitar dua lusin telur ayam . Jadi, dari kacamata produsen, telur kalkun yang sudah dibuahi dan menjadi kalkun dinilai jauh lebih berharga daripada untuk konsumsi manusia.
ADVERTISEMENT
Reporter: Natashia Loi