Khas Idul Fitri, Yuk Mengulik Sejarah Ketupat yang Jadi Makanan Wajib Lebaran

13 Mei 2021 11:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi menggantungkan ketupat Foto: dok.Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menggantungkan ketupat Foto: dok.Shutterstock
ADVERTISEMENT
Bukan Idul Fitri namanya bila tak ada ketupat yang menggantung di dapur rumah. Ketupat bagaikan makanan wajib yang tak boleh dilewatkan, apalagi saat menyambut Idul Fitri. Rasanya, menyantap seporsi olahan nasi ini menjadi sangat nikmat, terlebih dirasakan saat hari kemenangan..
ADVERTISEMENT
Selain rasanya yang cukup pulen dan empuk. Bentuk ketupat pun tak kalah menarik. Anyaman hijau yang membentuk jajaran genjang, menunjukkan ciri khas ketupat. Di balik keunikan dan kelezatan ketupat, ternyata kuliner Lebaran ini juga kaya akan filosofi dan sejarah menariknya, lho.
Mengutip berbagai sumber, sebelum dijadikan tradisi kala Lebaran, pada abad ke-15 ketupat sudah beredar guna membantu penyebaran agama Islam di Jawa oleh Sunan Kalijaga. Saat itu, ketupat hadir selaras dengan adanya tradisi Bakda Kupat. Kegiatan tersebut dilakukan seminggu setelah Lebaran. Umat muslim dapat melakukan puasa Syawal selama enam hari usai hari raya, karena kalau tidak, haram hukumnya.
Dalam bahasa Jawa, ketupat mempunyai makna ‘ngaku lepat’ artinya mengakui kesalahan. Makanan ini juga sering disebut ‘laku papat’ yang menunjukkan empat sisi dari ketupat.
Ketupat biasanya diisi dengan nasi Foto: Shutterstock
Keempat sisi tersebut di antaranya; Lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Masing-masing mempunyai definisi yang cukup berbeda. Seperti Lebaran menandakan berakhirnya bulan puasa, lalu luberan sebagai simbol ajakan bersedekah pada kaum dhuafa dan kurang mampu.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya ada leburan dan laburan. Leburan sering dianggap momen saling memaafkan. Sedangkan, laburan digambarkan sebagai pengingat agar manusia tetap menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.
Tak hanya itu, rupanya bentuk unik dari kuliner tradisional ini menggambarkan 4 filosofi utama, lho. Yakni, dilihat dari rumitnya anyaman ketupat, mencerminkan ragam kesalahan dari diri manusia. Lalu, kedua mengenai cara kita membuka ketupat, menunjukkan adanya kesucian dan kebersihan hati.

Ketupat menjadi simbol kebersamaan dan solidaritas

Ketupat jadi hidangan wajib saat Lebaran. Foto: Shutterstock
Ketika kita mendapatkan bentuk ketupat yang padat, ini menggambarkan adanya kesempurnaan. Bentuk yang padat sempurna itu, sering juga dihubungkan oleh kemenangan Idul Fitri. Terakhir, ketupat kerap disajikan bersamaan dengan opor atau sayur gulai, serta makanan santan lainnya. Bagi masyarakat Jawa, perpaduan keduanya disebut ‘kupat santen’ dan diartikan sebagai ucapan ‘saya mohon maaf’.
ADVERTISEMENT
Adapun salah satu kegiatan wajib yang melekat dan merupakan hasil implementasi dari makanan ‘ngaku lepat’ ini. Tentunya, kita semua sudah akrab dengan prosesi sungkeman. Ya, sungkeman adalah kegiatan bersimpuh di hadapan orang tua dan mengutarakan permohonan maaf.
Budaya sungkeman sudah ada sejak lama, dan terus dilakukan sampai saat ini, bukan hanya di tanah Jawa saja. Tradisi sungkeman tanpa disadari, mengajarkan kita akan pentingnya menghormati, rendah hati, juga meminta keikhlasan dari orang tua.
Lantaran makanan ini sangat akrab dan selalu ada kala Lebaran. Maka, menurut jurnal Ketupat as traditional food of Indonesian culture tahun 2018, ketupat seringkali menjadi simbol kebersamaan dan solidaritas.
Pasti banyak dari kita yang selalu membagikan ketupat ke tetangga maupun keluarga. Inilah yang membuktikan bahwa makanan itu menunjukkan adanya perilaku timbal balik dan kebersamaan yang terjalin.
ADVERTISEMENT
Kini, popularitas ketupat Lebaran sudah kian menyebar hingga ke beberapa negara. Tak jarang juga, di Malaysia, Singapura, sampai Filipina menyajikan ketupat. Biasanya di sana, ketupat dihidangkan dengan cara yang berbeda dengan kombinasi lauk-pauk yang juga beragam.
Selamat makan ketupat!
Reporter: Balqis Tsabita Azkiya