Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Kisah Acar, Makanan Fermentasi Favorit Cleopatra hingga Christopher Columbus
31 Maret 2021 12:49 WIB

ADVERTISEMENT
Eksistensi makanan fermentasi layaknya acar sudah berkembang bahkan sejak ribuan tahun yang lalu. Kini makanan asam ini menjadi salah satu pelengkap wajib. Menariknya, acar tak hanya terkenal di Indonesia saja, tapi hampir seluruh masyarakat di belahan dunia gemar mengonsumsi makanan satu ini.
ADVERTISEMENT
Perjalanan acar menjadi pelengkap makanan utama sudah dimulai dari 4.000 tahun yang lalu. Mengutip History, sebelumnya makanan yang bersumber dari ragam sayuran ini, sempat jadi makanan pokok di wilayah Mesopotamia.
Masyarakat lokal di sana kerap merendam mentimun dengan air garam. Mereka menyimpannya dalam wadah yang tertutup, lalu mengawetkan agar bisa disajikan kapanpun dan dimanapun. Resep acar kemudian banyak diadaptasi oleh banyak masyarakat di dunia.
Cara mengawetkan makanan ini memang sudah diadaptasi tepatnya sejak tahun 2.400 SM. Bahan dasarnya selalu sama, yaitu mentimun. Larutan andalan yang sering digunakan dalam proses pengawetan, adalah cuka atau air garam.
Hidangan hasil pengawetan atau fermentasi tersebut, nyatanya digemari oleh anggota kerajaan Mesopotamia. Seperti Cleopatra dan kekasihnya Julius Caesar. Mereka sering membagikan acar untuk pasukan kerajaan, sebab acar dianggap bisa menambah energi mereka.
ADVERTISEMENT
Berlanjut pada tahun 1492. Saat itu, banyak penjelajah yang berdatangan dari satu benua ke benua lainnya. Sebut saja Christopher Columbus, penjelajah asal Italia. Selama perjalanannya ke benua Amerika, ia sering membawa acar yang sudah difermentasi sebagai bekal. Menurutnya, acar mempunyai masa kedaluwarsa yang lama, dan juga membantu mencegah penyakit kudis.
Apalagi di zaman penjelajahan, hampir semua anak buah kapal mengalami kudisan, penyakit gatal pada kulit. Hal ini rutin terjadi lantaran penjelajah dan awak kapal kurang konsumsi vitamin C. Sehingga Vespucci, kerabat Columbus, berinisiatif menjadikan acar sebagai pemasok utama di kapal, tiap kali penjelajah akan memulai perjalanannya.
Sekitar abad ke-19, perusahaan pertama yang memproduksi acar dalam skala industri yakni Heinz Company. Strategi pemasaran oleh Heinz untuk memasarkan acar di tengah masyarakat, terbilang jenius. Mereka memasukkan makanan tradisional itu dalam acara pameran dunia di Chicago.
ADVERTISEMENT
Karyawan Heinz menggelar gerai khusus acar, kemudian berusaha memikat pelanggan dengan memberi hadiah pin bentuk acar. Strategi pemasaran lantas meningkatkan penjualan dari perusahaan itu. Disebut-sebut, ini adalah langkah pemasaran paling sukses dalam sejarah.
Hingga di abad ke-20, makanan fermentasi tersebut mulai mendunia. Terlebih, hidangan tersebut selalu dicari kala perang dunia II. Sayangnya, di Amerika diterapkan sistem penjatahan acar bagi masyarakat. Sebanyak 40 persen produksi acar lebih dulu didistribusikan ke angkatan bersenjata.
Di samping tekstur acar yang lembab dan kecut, manfaat kesehatan lain tersimpan pada sayuran fermentasi ini. Tim sepak bola Philadelphia Eagles, diketahui rutin minum jus acar untuk mendukung kesehatan.
Lantas, hal itu disetujui oleh peneliti di Universitas Brigham Young. Melalui studi penelitian, mereka mengemukakan fakta bila meminum jus acar, berpotensi meredakan kram perut 45 persen lebih cepat dibanding air biasa.
ADVERTISEMENT
Kini, berbagai negara pun berlomba-lomba menciptakan acar khas mereka. Bahan-bahannya juga tak cuma mentimun saja. Beberapa yang terkenal adalah acar bawang yang jadi makanan khas Indonesia, muji atau acar lobak ala Korea, hingga acar kubis dari Tiongkok.
Reporter: Balqis Tsabita Azkiya