Konsumsi Minyak Truffle Halal atau Haram? Begini Kata LPPOM MUI

18 Februari 2022 13:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi minyak truffle. Foto: Dream79/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minyak truffle. Foto: Dream79/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Minyak truffle menjadi andalan para chef untuk memasak karena dapat meningkatkan rasa makanan. Minyak truffle adalah minyak yang terbuat dari rendaman irisan jamur truffle sehingga menghasilkan minyak nabati. Umumnya, minyak ini digunakan sebagai sentuhan terakhir (finishing touch) pada masakan barat.
ADVERTISEMENT
Proses pembuatan minyak truffle hampir sama dengan minyak zaitun. Aroma dan rasa dari jamur truffle yang khas akan terekstraksi oleh minyak tersebut sehingga menghasilkan truffle oil. Untuk jamur truffle nantinya akan dipisahkan dari minyaknya setelah perendaman.
Mengutip website resmi LPPOM MUI, dalam jurnal Chauhan (2021) jamur truffle banyak ditemukan di wilayah Mediterania, di mana tumbuhan ini hidup melalui simbiosis dengan akar pohon tertentu. Jamur ini sulit ditemukan karena mereka hidup dan tumbuh di bawah tanah. Untuk itu, pengumpulan jamur ini perlu melibatkan bantuan babi betina atau anjing terlatih yang mampu mengendus keberadaan jamur ini yang berada di dalam tanah.
Namun, kini “jasa” babi betina untuk mengumpulkan jamur tidak dilakukan lagi. Begitu pula dengan anjing pelatih, yang dikhawatirkan akan merusak kehidupan jamur sehingga masih dapat tumbuh kembali.
Truffle. Foto: Toshiko/kumparan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa fokusnya kehalalan minyak truffle alami berada pada proses pengumpulan jamur mewah tersebut dan pembuatannya. Sehingga kita perlu memperhatikan bahan dan fasilitas produksi jamur ini.
ADVERTISEMENT
Untuk menilai kehalalan truffle dapat ditelusuri dan dipastikan tidak tersentuh oleh babi atau anjing saat pengumpulannya. Jamur truffle yang tersentuh, misalnya tergigit, oleh kedua hewan tersebut, LPPOM MUI menjelaskan maka hukumnya mutanajis; dan haram karena babi dan air liur anjing tergolong najis berat (mughallazah).
Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, MSi menjelaskan, “Saya rasa sudah jelas bahwa minyak truffle tidak bisa disertifikasi halal dengan dasar kehati-hatian apabila jamur yang digunakan tidak dapat ditelusuri proses pengumpulannya. Ketentuan ini diputuskan berdasarkan kondisi, informasi, dan kebiasaan yang berlaku saat ini. Jika suatu saat bisa dibuktikan ada cara pencarian jamur atau dibudidayakan tanpa melibatkan babi dan anjing maka tentunya keputusan ini bisa berubah.”
ADVERTISEMENT
Selain itu, bahan dan fasilitas yang digunakan untuk memproduksi minyak truffle juga harus ditelusuri lebih lanjut agar sesuai dengan standar sertifikasi halal HAS 23000:1. Kemudian, minyak yang digunakan untuk mengekstrak aroma dan cita rasa truffle harus berasal dari sumber halal, serta diproses menggunakan bahan penolong yang jelas kehalalannya.
Ilustrasi makanan halal. Foto: Shutterstock
Selanjutnya, produksi minyak truffle yang menggunakan flavor sintetik dan proses pengumpulan jamur tidak lagi menjadi hal yang harus diperhatikan. Melainkan kehalalan flavor yang digunakan, juga harus dibuktikan dengan sertifikat halal yang valid dan diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sebab, sebagian produsen menggunakan flavor sintetik yang diberikan pada bahan minyak tertentu. Flavor sintetik umumnya dibuat dengan mencampurkan berbagai senyawa kimia, tetapi biasanya menggunakan senyawa organik, seperti pada jamur truffle. Saat ini ditemukan 300 senyawa organik untuk menciptakan aroma dan cita rasa pada truffle.
ADVERTISEMENT
Jenis jamur yang digunakan untuk minyak truffle ini cukup banyak. Dua jenis di antaranya yang banyak digunakan karena aroma dan cita rasanya, ada truffle putih (T. magnatum Pico) dan truffle hitam (T. melanosporum Vittad). Kedua jamur ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi, karena banyak pihak yang mencari. Jenis truffle lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah summer truffle (T. aestivum) dan burgundy truffle (T. uncinatum).
Penulis: Ade Naura Intania