Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Aktris asal Thailand, Davikah Hoorne , baru-baru ini mencuri perhatian publik usai kedatangannya ke Indonesia. Bersama lawan mainnya, Mario Maurer, ia hadir di Jakarta untuk mempromosikan film remake Kang Mak garapan Falcon Pictures.
ADVERTISEMENT
Davikah membagikan potret dirinya mengenakan kebaya sambil menampah kue basah. Tak hanya itu, lewat unggahan Instagram Stories-nya, Davikah juga bilang bahwa ia menyukai jajanan tradisional Indonesia.
"Dan sekarang kami mencoba setiap satu dari ini," ujar Davikah dalam unggahannya.
Tampah bambu yang dihias dengan alas daun pisang itu dipenuhi dengan aneka kue tradisional berwarna-warni yang menggoda selera. Ada kue lumpur, kue ku, kroket, kue pie buah mini, lemper hingga kue putri mandi.
Tak hanya membagikan potret saat dirinya mencicipi kue basah, Davikah juga memamerkan beberapa jajanan asal Indonesia lainnya seperti mi instan dan snack lokal.
Jajanan pasar jadi simbol kebinekaan
Berbicara tentang jajanan basah, Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, seorang Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan dari Universitas Gadjah Mada, dalam bukunya Ragam Kudapan Jawa menyebutkan bahwa jajanan pasar basah memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan jajanan pasar kering.
ADVERTISEMENT
Menurut Prof. Murdijati, jajanan pasar basah umumnya didominasi oleh rasa manis dan legit, yang menjadi ciri khas dari hidangan-hidangan ini.
Menariknya, penamaan jajanan pasar tradisional sering kali berbeda-beda di setiap daerah. Misalnya, kue klepon di Sumatra Barat disebut onde-onde, di Madura dikenal sebagai kelelepon, dan di Banjarmasin disebut kelepon.
"Jajan pasar itu merupakan simbol dari kebinekaan. Boleh dikatakan kebinekaan bangsa Indonesia tetapi dalam satu bingkai, yaitu jajan pasar,” jelas Prof. Murdijati.
Bahan dasar pembuatan jajanan pasar ini pun berasal dari bahan-bahan yang diperoleh dari daerah setempat. Secara umum, bahan-bahan seperti tepung beras, tepung ketan, ketela pohon, serta aneka bentuk kelapa menjadi komponen utama dalam membuat jajanan pasar.
Prof. Murdijati juga menambahkan bahwa cita rasa jajanan pasar mencerminkan selera masyarakat setempat. Jika masyarakat di suatu daerah menyukai rasa manis, maka jajanan pasar yang dijual pun didominasi oleh rasa tersebut.
ADVERTISEMENT
Seiring perkembangan zaman, bahan dasar pembuatan jajanan pasar tidak lagi terbatas pada tepung beras, ketan, ketela pohon, atau kelapa. Kehadiran bangsa asing di Nusantara membawa bahan-bahan baru yang turut diadaptasi dalam jajanan pasar, seperti tepung terigu yang dikenalkan oleh masyarakat Barat. Akulturasi budaya pun terjadi, misalnya antara China dan Jawa, atau antara India dan Jawa, yang tercermin dalam berbagai kue tradisional seperti kue ku dan kue ka'ak.
"Jadi sesungguhnya, jajanan pasar itu adalah simbol toleransi. Ia juga bergerak dengan perkembangan zaman, mengikuti selera konsumen, dan mengikuti produksi bahan setempat. Dengan kata lain, memelihara jajanan pasar sama halnya dengan memelihara kehidupan," ungkap Prof. Murdijati.
Meski berbeda-beda dalam rupa, rasa, dan nama, jajanan pasar tetap menjadi cerminan dari keanekaragaman budaya Indonesia. Jajanan ini beradaptasi dengan rasa dan bahan setempat, menjadikannya simbol toleransi dan pemersatu di tengah perbedaan suku dan agama. Inilah jajanan pasar, si pemelihara warisan kuliner dan identitas bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT