Mahasiswa UNAIR Buat Kemasan Ramah Lingkungan dari Limbah Pisang dan Singkong
27 Oktober 2025 19:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
Mahasiswa UNAIR Buat Kemasan Ramah Lingkungan dari Limbah Pisang dan Singkong
Tiga mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) membuat inovasi kemasan makanan ramah lingkungan dari limbah pisang dan singkong bernama EcoThin.kumparanFOOD

ADVERTISEMENT
Sering kali kita melihat kemasan makanan plastik yang dibuang begitu saja dan sulit terurai. Akibatnya, sampah pun menumpuk dan mencemari lingkungan. Dari masalah tersebut, tiga mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) membuat inovasi kemasan makanan ramah lingkungan dari limbah pisang dan singkong bernama EcoThin.
ADVERTISEMENT
Dilansir laman UNAIR, tim yang beranggotakan Syarafina Khoirunnisa, Usamah, dan Ainun Azka Rohmatillah ini terinspirasi setelah melihat tumpukan sampah plastik di sekitar mereka. Kondisi itu mendorong mereka untuk mencari solusi melalui inovasi baru.
“Kami sering melihat tumpukan sampah plastik di sekitar lingkungan, terutama dari kemasan makanan sekali pakai. Dari situ kami sadar, meskipun terlihat sepele, dampaknya besar terhadap lingkungan. Hal itu yang kemudian mendorong kami untuk menciptakan solusi nyata lewat penelitian ini,” ujar salah satu anggota tim, Usamah, dikutip dari laman UNAIR.
EcoThin tersebut dibuat dari tiga bahan alami lokal, yakni pati singkong, serat batang pisang, dan pektin dari kulit pisang, yang kemudian dicampur dengan gliserol dan asam asetat untuk membentuk kemasan ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Syarafina menjelaskan, semua bahan tersebut dipilih karena mudah diperoleh dan aman bagi lingkungan. Masing-masing juga memiliki peran penting, seperti amilum pada singkong membah , sedangkan serat dan pektin dari limbah pisang memperkuat struktur sekaligus mempercepat proses penguraiannya.
“Semua bahan berasal dari sumber nabati lokal yang melimpah, mudah diperoleh, dan berbiaya rendah. Singkong memiliki kandungan amilum tinggi untuk membentuk film kuat, sedangkan serat dan pektin dari limbah pisang menambah kekuatan mekanik sekaligus mempercepat biodegradasi,” ungkap Syarafina.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proses pembuatan EcoThin dimulai dengan mengambil serat dari batang pisang dan pektin dari kulit pisang. Setelah itu, bahan-bahan tersebut dikeringkan, dihaluskan, lalu dicampur dengan pati singkong hingga merata.
Campuran ini kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dikeringkan hingga membentuk lembaran film biodegradable, yaitu bahan yang mudah terurai secara alami.
ADVERTISEMENT
“Tahapan ini kami lakukan secara hati-hati agar hasil struktur film menjadi kuat, lentur, dan tidak mudah menyerap air. Setelah proses pengeringan, film juga kami stabilkan dalam desikator selama dua hari agar kadar airnya seimbang dan hasilnya lebih stabil,” tambahnya.
Syarafina menambahkan, salah satu tantangan terbesar dalam proses ini adalah menjaga agar hasilnya tetap konsisten di setiap percobaan. “Bahan alami seperti pati dan serat punya sifat yang berubah tergantung kadar airnya. Kami juga harus menyesuaikan suhu dan lama pengeringan, karena sedikit perbedaan bisa memengaruhi tekstur dan kelenturan filmnya,” jelasnya.
Meski sempat menghadapi berbagai tantangan, inovasi ini berhasil meraih juara pertama dalam ajang Youth Impact 2025. Konsep yang memanfaatkan limbah nabati untuk mengurangi pencemaran mikroplastik itu mendapat sambutan positif dari para juri. Mereka menilai EcoThin mudah terurai, bahan bakunya melimpah dan murah, serta memiliki desain yang menarik.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurut kalian?
Reporter Salsha Okta Fairuz
