Menelusuri Koneksi Jalur Rempah dalam Keberagaman Kuliner Indonesia

17 Agustus 2020 11:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi rempah-rempah dalam makanan khas Indonesia Foto: Dok.Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rempah-rempah dalam makanan khas Indonesia Foto: Dok.Shutterstock
ADVERTISEMENT
Keberagaman cita rasa dalam kuliner Indonesia memang tak luput dari peran paduan rempah-rempah. Itulah yang menjadi salah satu keunggulan dalam makanan khas Nusantara. Kuat rasa rempah-rempahnya.
ADVERTISEMENT
Rempah rupanya juga memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Hilmar Farid Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI saat mengisi acara diskusi virtual yang diadakan Periplus di YouTube dengan tajuk "The Diverse Flavours of Indonesia," Sabtu (15/8).
"Kita lihat ada kisah rempah di dalam sejarah. Jadi rempah ini memainkan peran besar, bukan hanya dari segi masakan atau makanan tapi juga sejarah kita. Mulai empat tahun lalu di pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Kebudayaan membuat inisiatif untuk mengangkat kembali jalur rempah. Ini bukan hal baru, sebelumnya sudah banyak komunitas yang juga mengangkat hal ini. Sebetulnya ingin merayakan kembali jalur rempah, kami menyediakan platform dan memfasilitasi agar bisa ditingkatkan," kata laki-laki yang juga berprofesi sebagai sejarawan itu.
Ilustrasi rempah-rempah khas Indonesia Foto: Dok.Shutterstock
Meskipun begitu, lanjut Hilmar, masih ada saja yang menghubungkan rempah dengan zaman kolonialisme. Menganggap bahwa mengangkat kembali jalur rempah sama dengan memperingati zaman penderitaan masyarakat Indonesia itu.
ADVERTISEMENT
Padahal, jalur rempah menurutnya sudah memiliki tahta jauh sebelum zaman kolonialisme. "Baru-baru ini ada hasil riset yang mengatakan tiga pulau dengan keragaman hayati yang paling besar adalah Papua, Kalimantan, dan Madagaskar. Ini sudah terhubung jauh 5.000 tahun yang lalu sebelum kolonialisme. Mereka sudah punya pola pertanian, pemeliharaan hewan, pengelola lingkungan hidupnya untuk bertahan hidup, dan menyebar di daerah itu sampai kepada bahasa pun ada kesamaan," tambahnya.
Sayangnya, catatan mengenai jalur rempah ini hanya tinggal cerita, tidak ada rekaman pasti sehingga mudah memudar begitu saja. Kemudian, yang tercatat dalam manuskrip hanyalah sisa perannya pada saat kolonialisme berkuasa di Tanah Air.
Hilmar pun berpendapat, menurutnya menghidupkan kembali jalur rempah, yang mungkin bagi sebagian masyarakat berarti mengungkap luka lama, bukanlah sesuatu hal yang perlu disangkal. Sebaliknya, ini bisa menjadi sublimasi, penderitaan dan pengalaman yang pahit, serta berita kekalahan menjadi sesuatu yang produktif dan berguna sebagai cara untuk menghadapi masa lalu.
ADVERTISEMENT
"Luka di badan bangsa ini, itu mesti ditandai karena itu kita punya monumen. Dan, saya kira dalam konteks pembicaraan yang ini juga ditandai dengan karya. Makanan kita sangat besar pengaruhnya dan jangan lupa, bukan hanya kita mendapat pengaruh dari luar kita juga memengaruhi luar," tuturnya.
Ilustrasi Tumpeng Foto: Shutterstock/Ariyani Tedjo
Tim Hannigan, Ph.D, penulis dan akademisi asal UK yang juga sudah menulis dua buku tentang Indonesia; yakni "A Brief History of Indonesia" (Tuttle, 2016), dan "A Brief History of Bali" (Tuttle, 2016) yang turut menjadi pembicara dalam acara tersebut juga mengamini ungkapan Hilmar.
Tim mengatakan bahwa hubungan rempah-rempah Indonesia dengan cita rasa masakan Nusantara ke seluruh dunia bukanlah hal yang dimulai dengan kolonialisme. Melainkan koneksi yang sudah terjalin sejak lama, sebelum kolonialisme ada.
ADVERTISEMENT
"Misalnya, kembali ke zaman Yunani, Romawi 2.000 tahun yang lalu kamu sudah bisa menemukan cengkih di sana. Menurut saya ini semua soal koneksi. Hubungan koneksi ini yang membuat Indonesia bisa terhubung dengan sejarah negara lain," jelas Tim.
ilustrasi bumbu dapur di pasar Foto: Shutterstock
Koneksi dalam jalur rempah pula yang membawa Indonesia bisa dikenal oleh negara lain. Contohnya, Hilmar menemukan, kosa kata andaliman ada dalam kamus Persia sejak abad ke-19. Dalam kamus tersebut, rempah yang kerap menjadi bumbu dalam makanan khas Sumatera itu didefinisikan sebagai obat alami untuk disentri.
Termasuk teknik 'merendang' yang digunakan saat memasak rendang, juga masuk dalam kamus bahasa Prancis dan Belanda pada waktu yang sama.
"Mungkin bagi mereka kata-kata tersebut menjadi penting hingga mereka memasukkannya dalam kamus dia. Terlebih dalam kondisi seperti sekarang ini, dalam sebuah pidato kenegaraan, Presiden baru saja menyebut satu kata yang menurut saya penting, yaitu restart. Nah, di dalam konteks seperti ini jalur rempah ini bisa menjadi salah satu upaya restart itu untuk masuk ke new normal," ucapnya.
Ilustrasi memasak rendang Foto: dok.Shutterstock
Jalur rempah ini jugalah yang kemudian menjadi bukti bahwa warisan kuliner Nusantara itu begitu kaya. Keberagaman ini yang menurut William Wongso, bisa mengungguli Indonesia. Baginya, makanan Indonesia tak memiliki pengertian pasti, saking kayanya.
ADVERTISEMENT
"What is indonesian food? Enggak ada, there is no subs about Indonesian food, yang ada itu adalah makan daerah. Karena indonesia itu enggak ada satu kesatuan, tapi ini justru yang mengunggulkan Indonesia dengan negara lain karena negara ini terpisah dengan 17.000 kepulauan dan 34 provinsi," tegasnya.
Merangkum semuanya, Ade Putri Paramadita, culinary storyteller yang menjadi moderator dalam diskusi daring itu menganggap melalui makanan manusia menjadi tidak ada batasan.
"Kalau kita sudah membicarakan soal kuliner, ini menurut saya sesuatu yang paling mudah untuk menyatukan orang dalam pembicaraan. Halo suka makan apa, ayo makan siang, ayo makan malam. Ini sesuatu yang membuat tidak lagi ada batas antar manusia," tutupnya.
ADVERTISEMENT