Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia pernah sangat serius mengampanyekan kebiasaan minum susu. Kampanye bernama “Empat Sehat Lima Sempurna” tersebut diluncurkan pada 1955 oleh Lembaga Makanan Rakyat (LMR). Penggagasnya sendiri, Kepala LMR yang juga seorang ahli gizi bernama Poorwo Soedarmo, sudah mempopulerkan konsep tersebut sejak 1951.
ADVERTISEMENT
Konsep tersebut menekankan pentingnya empat golongan makanan berupa sumber kalori untuk tenaga, protein untuk pembangun, serta sayur dan buah sumber vitamin dan mineral untuk pemeliharaan. Empat Sehat itu dilengkapi oleh susu, yang menjadikannya Lima Sempurna.
Kampanye ini pada akhirnya terbukti tidak cukup kuat mendorong masyarakat Indonesia minum susu. Puluhan tahun setelah Empat Sehat Lima Sempurna diluncurkan, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih tergolong sangat rendah.
Data Badan Pusat Statistik tahun 2017 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia hanya mengonsumsi 16,62 kg susu per kapita per tahun. Angka tersebut membuat Indonesia masuk ke dalam kategori Rendah soal konsumsi susu menurut standar Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB.
Kategori Rendah berarti konsumsi susu kurang dari 30 kg per kapita per tahun. Indonesia berada dalam kategori ini bersama mayoritas negara Asia Tenggara, Asia Timur, dan Afrika Tengah serta Cina, Ethiopia, dan Yaman.
ADVERTISEMENT
Di atas kategori Rendah adalah Menengah (30-150 kg/kapita/tahun). Di atasnya lagi adalah kategori Tinggi (lebih dari 150 kg/kapita/tahun). Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah negara-negara Dunia Barat, termasuk Amerika Serikat dan mayoritas negara Eropa. Ada korelasi antara budaya minum susu dengan tingkat konsumsi susu sebuah negara.
Dunia Barat punya budaya minum susu yang sangat kuat. Indonesia, sementara itu, tidak punya budaya minum susu yang cukup kuat.
Menurut Fadly Rahman, seorang sejarawan kuliner, ketiadaan budaya minum susu di Indonesia dipengaruhi kondisi geografis Nusantara. Karena Nusantara adalah kawasan agraris dan pesisir, hewan ternak seperti kerbau dan sapi lebih dimanfaatkan tenaganya untuk membajak sawah alih-alih untuk menghasilkan daging dan susu.
Hal tersebut terdokumentasi dalam buku The History of Java (terbit 1817) karya Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles. Dalam bukunya Raffles menyayangkan potensi susu sapi di Jawa yang disia-siakan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kuatnya budaya minum susu di Dunia Barat dipengaruhi fakta bahwa mereka adalah salah satu kelompok pertama yang minum susu, setelah orang-orang Timur Tengah. Masyarakat Timur Tengah memang tercatat dalam sejarah sebagai kelompok pertama yang minum susu hewani. Hal ini tak lepas dari fakta bahwa mereka adalah kelompok pertama yang memiliki tradisi gembala.
Pertama kali susu diminum oleh orang-orang gembala Timur Tengah dan Eropa bagian barat adalah pada tahun 8000 Sebelum Masehi atau 10 ribu tahun yang lalu. Sementara di Nusantara, tradisi gembala tak pernah benar-benar mantap bahkan hingga ratusan tahun yang lalu. Orang-orang yang dulu hidup di wilayah Indonesia punya lebih banyak sumber makanan nabati ketimbang hewani.
Itu salah satu faktornya. Namun selain itu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan budaya minum susu tidak mengakar kuat.
ADVERTISEMENT
Cara pandang soal susu adalah salah satunya. Pada tahun-tahun awal peluncuran Kampanye Empat Sehat Lima Sempurna, mayoritas masyarakat Indonesia masih memandang susu sebagai konsumsi kaum elite.
“Indonesia baru menyadari pentingnya susu di tahun 50-an saat upaya penggalakan minum susu ditambahkan pada program Empat Sehat Lima Sempurna,” ujar Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan MS, Guru Besar Ilmu Pangan dan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB, sebagaimana dikutip dari Nakita.
“Jadi memang kita ketinggalan sekali. Ditambah dengan kondisi ekonomi kita yang jadi kendala, maka kebiasaan minum susu makin jauh tertinggal di keluarga-keluarga Indonesia,” lanjut sosok yang banyak menyoroti masalah susu itu.
Perkara lainnya, susu dianggap minuman bayi dan anak-anak. Tentu saja ini keliru karena susu adalah paket lengkap. Susu mengandung vitamin, mineral, dan protein. Kandungan gizi susu berguna bagi manusia tidak peduli berapa usianya.
ADVERTISEMENT
Asam amino dalam susu bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan anak-anak dan remaja. Anak-anak yang rutin minum susu tumbuh lebih tinggi dan punya kognisi lebih baik. Untuk orang dewasa, protein dan asam amino dalam susu bermanfaat guna mempertahankan keseimbangan hormon. Sementara kalsium dan Vitamin D bermanfaat mencegah osteoporosis pada usia tua.
Selain anggapan yang salah, susu juga jadi kurang populer di kalangan masyarakat Indonesia karena dorongan yang keliru sejak awal. Roslina Verauli, psikolog anak dan remaja dari RSPI yang pada Maret tahun lalu menjadi pembicara dalam sebuah diskusi, berpendapat bahwa kebanyakan orang tua mengharuskan anak-anaknya minum susu sebagai “minuman kesehatan.”
“Hasilnya, banyak anak merasa minum susu adalah pengalaman yang tidak menyenangkan,” ujar Roslina. “Dan mereka akan berhenti minum susu begitu mereka bisa. Banyak anak berpikir minum susu adalah fase yang akan mereka lewati.”
ADVERTISEMENT
Situasi yang ada saat ini, tentu saja, bisa diubah. Meningkatkan angka konsumsi susu Indonesia bisa dimulai dengan meningkatkan jumlah peminum susunya. Caranya tentu saja cukup dengan rutin minum susu. Biar bagaimana, minum susu adalah kebiasaan dan kebiasaan sifatnya menyebar. Jika sudah begitu, kebiasaan pun menjadi kebudayaan.