Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Mengenal Tradisi Ngelawar, Makan Bareng Saat Hari Raya Galungan
4 Januari 2023 19:06 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Hari raya Galungan selalu diperingati oleh umat Hindu di Bali setiap 210 hari sekali. Dalam hari suci ini, terdapat beragam tradisi yang sarat akan makna mendalam. Salah satunya adalah tradisi ngelawar. Kira-kira apa, ya makna dibalik tradisi ini?
ADVERTISEMENT
Mengutip berbagai sumber, di Bali, terdapat sebuah tradisi membuat sebuah hidangan yaitu lawar serta memakannya bersama-sama. Tradisi itu disebut dengan tradisi lawar atau ngelawar. Biasanya ngelawar ini dilakukan saat ada perayaan khusus, salah satunya adalah Galungan.
Tradisi ngelawar erat kaitannya dengan kebersamaan. Memasak dan menyantap lawar tidak hanya dimaknai dengan kumpul bersama saja. Bagi orang Bali, lawar memiliki makna kebersamaan serta kesetaraan antara umat manusia.
Filosofi lawar, hidangan Galungan yang kental akan rasa kebersamaan
Lawar sejatinya merupakan sebuah makanan tradisional Bali yang terbuat dari sayur dan daging cincang. Hidangan ini biasanya disajikan dengan menggunakan daging babi, ayam, atau penyu dengan tambahan bumbu Bali yang khas.
Mengutip Visit Bali, lawar menjadi hidangan utama berbagai perayaan bagi umat Hindu. Terdapat dua jenis lawar, yaitu lawar merah dan putih. Masing-masing jenis juga memiliki perbedaan makna.
ADVERTISEMENT
Baik lawar merah maupun putih, biasanya dihidangkan untuk ritual yang dipengaruhi oleh Tantrayana. Lawar merah yang terbuat dari daging biasanya tidak dimakan. Lain halnya dengan lawar putih yang bisa disantap oleh masyarakat.
Makanan khas ini juga mengandung filosofi, yakni seorang pemimpin memiliki tugas untuk memimpin rakyatnya dari berbagai macam sifat dan latar belakang. Hal tersebut ditunjukkan dari beragam warna dan kondimen atau pelengkap dalam lawar.
Beberapa filosofi pelengkap dari kuliner khas Pulau Dewata ini menggambarkan keseimbangan; seperti parutan kelapa yang berwarna putih memiliki simbol Dewa Iswara di timur, darah yang berwarna merah menjadi simbol Dewa Brahma di selatan, aneka bumbu berwarna kuning merupakan simbol Dewa Mahadewa di barat, lalu ada terasi berwarna hitam yang menjadi simbol Dewa Wisnu di utara.
ADVERTISEMENT
Adapun beragam sifat dari bahan dalam hidangan ini menggambarkan keseimbangan rasa. Seperti halnya; rasa manis yang didapatkan dari kelapa, asam dari asam, asin dari garam, pedas dari bumbu, pahit dari jeruk limo, amis dari darah, bau busuk dari terasi.
Semua filosofi tersebut terbungkus dalam tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Sehingga tidak heran kalau kuliner Bali ini tidak pernah absen dalam berbagai perayaan seperti Galungan.
Selamat Hari Raya Galungan!
Penulis: Monika Febriana