Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Pengalaman Jadi Petani Cokelat di Wilayah Penghasil Kakao Terbesar di Indonesia
29 September 2022 18:22 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Pemandangan hamparan pepohonan hijau dengan buah kakao cokelat kemerahan menggantung di setiap batangnya, menyita perhatian saya kala menelusuri jalan setapak dan berbatu di Desa Kassa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Rupanya, kabupaten ini pernah menjadi salah satu wilayah penghasil kakao terbesar di Indonesia. Menurut H.A Pawelloi, S.Sos, M.Si Asisten Administrasi Umum PemKab Pinrang (Asisten-III) saat acara konferensi pers "Perayaan 10 Tahun Cocoa Life" beberapa waktu lalu (20/9), kabupaten ini mengalami puncak kejayaan sebagai daerah penghasil kakao terbesar pada tahun 1980 hingga 1990-an.
Pantas, saat memasuki wilayah ini saya melihat hamparan kebun kakao di bahu kanan dan kiri jalan. Bahkan di setiap rumah warga tertanam satu pohon kakao, bak tanaman hias biasa di pekarangan rumah. Wah, makan buah cokelat tinggal ambil saja di pekarangan rumah. Nikmatnya.
Usai menelusuri perjalanan panjang, sampailah saya di kebun kakao milik Suardi L. Kebun dengan luas satu hektare ini merupakan kebun replanting milik bapak satu anak tersebut yang sudah mengalami satu kali peremajaan.
"Ada 1.000 pohon kakao yang sudah mengalami peremajaan semenjak saya di bawah bimbingan Cocoa Life tahun 2019. Terdapat tiga klon dengan tanaman penaung gamal, serta intercropping durian dan pisang," jelasnya kepada awak media.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, laki-laki berusia 47 tahun itu menceritakan bagaimana dirinya menjadi petani kakao sehari-hari. "Saya biasa mulai kerja pagi jam 7 sampai jam 10, lalu istirahat dan mengurus ternak. Nanti lanjut lagi ke kebun sore, jam 4 sampai selesai," katanya.
Suardi biasa memanen buah kakao dua minggu sekali dalam satu kali masa panen. Ia mengaku saat masa panen dalam sebulan dapat memanen 40 kilogram kakao. Jika sedang tidak masa panen, maka ia bertugas merawat kondisi di sekitaran kebun; seperti membabat rumput liar, memeriksa hama yang menempel buah atau pohon kakao, hingga memanen buah dari pohon naungan, ada durian dan pisang.
Laki-laki yang usianya hampir setengah abad ini mengaku hasil dari penjualan kakao ia pakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Untuk biaya anak sekolah juga. Anak saya baru kelas 4 SD sekarang," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Kendati Suardi, mengatakan jarang mengajak serta anak dan keluarganya ke kebun karena banyak nyamuk, semut rang-rang, dan panas. Ya, menjadi petani kakao bukanlah hal yang mudah. Pohon kakao tak setiap minggu, setiap bulan, atau bahkan setiap tahun bisa dipanen. Membutuhkan waktu sekitar 1,5 sampai 2 tahun untuk bisa mendapatkan hasil.
Belum lagi harga jual kakao yang naik-turun. Untuk saat ini, biji kakao siap olah dijual dengan harga Rp 27-28 ribu saja per kilogram. Untung, Suardi juga menanam pohon naungan layaknya durian dan pisang yang bisa menjadi penghasilan tambahan. Ada juga ternak sapi.
Mencoba sehari menjadi petani kakao di kebun Pak Suardi
Untuk bisa mendalami peranan menjadi petani kakao ini, saya mendapat kesempatan merasakan langsung pengalaman "menjadi Suardi sehari".
ADVERTISEMENT
Rupanya saat masa panen, kamu harus betul-betul bisa membedakan mana buah kakao yang sudah masak dan siap panen. Menurut arahan Suardi, biasanya kakao yang sudah masak memiliki ciri-ciri mulai ada perubahan warna pada buah dari merah gelap ke ranye terang. Ukuran buah juga sudah besar.
Untuk memanen buah kakao tidak boleh asal petik. Kita harus memotong menggunakan gunting tanaman. Cara ini akan membuat batang yang tersisa bisa menumbuhkan bunga bakal buah lagi.
Setelah diambil buah kakao harus dipecahkan dengan alat yang disebut pemecah buah. Saat saya mencoba, bukan main kerasnya memecahkan satu buah yang ukurannya rata-rata sebesar bola baseball. Butuh tenaga besar. Hingga, krek! Satu buah kakao berhasil saya pecahkan. Peluh keringat sampai bercucuran.
ADVERTISEMENT
Rupanya, selain memecahkan dengan alat pemecah, buah kakao juga bisa dibuka dengan cara memukul keras menggunakan balok kayu. Pukulnya juga harus sekuat tenaga, hingga terbelah dua.
Tepat di dalam buah yang kokoh ada biji-biji kecil begitu banyak. Biji buah ini dilapisi daging keputihan yang bisa dimakan. Rasanya asam-manis, enak! Tekstur buah kakao ada yang bilang mirip sirsak, tapi kalau menurut saya mirip makan kecapi.
Nah, biji-biji yang masih berselimut daging buah ini usai dikumpulkan biasanya langsung dijemur hingga kering. Prosesnya bisa berhari-hari. Tergantung sinar matahari.
Biji kakao dikeringkan di atas alas jaring raksasa yang lebar. Dibentangkan di halaman depan rumah petani biasanya. Nanti kalau sudah kering biji akan kecokelatan dan siap dijual ke pengepul.
Wah, sungguh pengalaman menarik yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Ternyata begini cara memanen kakao yang baik. Dari hasil merawat para petani yang telaten seperti ini, bisa menghasilkan kakao berkualitas dan siap olah untuk jadi cokelat enak dari ranah Pinrang, Indonesia.
ADVERTISEMENT
Live Update