Perempuan dan Perannya di Garda Depan Industri Kopi

26 Juli 2019 17:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi barista perempuan Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi barista perempuan Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dulu, kopi diidentikkan sebagai minuman laki-laki. Rasanya yang pahit, seakan menjadi identitas atas maskulinitas. Lain dulu, lain sekarang. Kini, kebiasaan meminum kopi juga digandrungi oleh perempuan.
ADVERTISEMENT
Entah hanya sebagai teman nongkrong cantik di kafe, sajian pembangun mood saat bekerja, atau minuman hari-hari di rumah. Yang pasti, meminum kopi menjadi agenda wajib setiap hari (apalagi buat para perempuan yang super sibuk). Tak sedikit pula yang fasih soal kopi --perihal single origin sampai metode seduh kopi manual.
Singkat cerita, para coffee snob dewasa ini tak cuma didominasi laki-laki, tapi banyak juga di antaranya yang perempuan.
Menariknya, kecintaan terhadap kafein bukan cuma membuat mereka jadi penggemar dan penikmat saja, tapi juga mengantarkan perempuan untuk ikut andil dalam industri perkopian.
kopi take away Foto: Thinkstock
Peran perempuan di dunia kopi seakan baru tampak belakangan ini. Padahal sejatinya, perempuan sudah memegang peranan penting sedari dulu --termasuk soal menyeduh kopi. Secangkir kopi nikmat yang harumnya menguar saban pagi dan sore hari di penjuru rumah, sebagian besar diseduh oleh perempuan.
ADVERTISEMENT
Data dari International Coffee Organization menunjukkan, kontribusi perempuan dalam industri kopi global sangat signifikan. Setidaknya, 20 - 30 persen kebun kopi dikelola oleh perempuan. Dan, lebih dari 70 persen buruh di industri kopi merupakan perempuan.
Kopi-kopi berkualitas yang biasa kita sesap di coffee shop langganan, sebagian besar berasal hasil tangan perempuan.
"Perempuan berada di garda terdepan ketika berurusan dengan secangkir kopi. Mereka adalah berperan utama dalam menentukan kualitas; mulai dari memetik biji kopi yang matang sampai memilahnya selama pemrosesan," tutur Phyllis Johnson, presiden BD Imports, perusahaan suplier specialty coffee basis Amerika Serikat seperti dikutip dari Sprudge.
Sebuah studi yang dilakukan oleh International Finance Corporation pada tahun 2011 juga mengungkap, hampir 80 persen kebun kopi di Sumatera Utara didominasi oleh perempuan. Mereka memegang peran kunci dalam penanaman, pengolahan, dan pemasaran kopi.
Petani memanen kopi arabika di Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Keterlibatan perempuan tak sebatas ada di hulu. Mereka ikut ambil andil juga di hilir; menjadi barista, roastery, sampai enterpreneur. Turut menekuni dunia perkopian yang dianggap sangat maskulin.
ADVERTISEMENT
"Female barista sendiri sekarang banyak, lho. Senangnya adalah, ini kan dunia yang sangat maskulin, dan mulai banyak cewek yang bisa masuk ke dunia ini. Bisa menekuni, berprestasi juga iya," ungkap Evani Jesslyn, pemilik coffee shop sekaligus akademi kopi First Crack kepada kumparan beberapa waktu lalu.
Hal ini juga disetujui oleh Cindy Herlin Marta, pemilik coffee shop SMITH sekaligus Q-grader dan juri sensory tingkat internasional. Menurutnya, perempuan kini sedang sangat menggeluti kopi.
Apalagi, saat ini era ketenaran kopi masih dalam masa transisi, dengan jumlah keterlibatan laki-laki yang lebih banyak.
Tapi, hal itu tak jadi hambatan untuk unjuk gigi. Justru, makin banyak sosok perempuan yang meramaikan kompetisi barista, bahkan memborong gelar juara.
ADVERTISEMENT
Pada kompetisi paling bergengsi di dunia kopi, World Barista Championship, misalnya. Dua tahun terakhir ini, kompetisi tersebut dimenangkan oleh barista perempuan; Agnieszka Rojewska di tahun 2018, dan Yoojeon Jeon di tahun 2019.
Selayaknya secangkir kopi, industrinya memang begitu hangat dan terbuka, memberi kesempatan bagi siapa saja yang ingin mendalaminya. Tak ada embel-embel gender yang melabeli dan membatasi geraknya untuk bisa kenal lebih dekat.
"Kalau dari segi industrinya sih sangat terbuka. Enggak ada diskriminasi, kayak dia kan cewek, dia cowok, even aku pun kalau misalkan punya perusahaan dan punya barista cewek, kerjanya harus sama, enggak boleh manja juga," ungkap Cindy saat dihubungi kumparan.
Persaingan pun tak pernah dikaitkan dengan gender. Semua tergantung pada kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki tiap individu, mau laki-laki atau perempuan.
ADVERTISEMENT
Meroketnya kepopuleran kopi dirasa jadi salah satu hal yang membuat pegiat kopi perempuan kian menampakkan taringnya. Diiringi, industri kopi yang makin melesat tajam, membuat lapangan pekerjaan di dunia kopi terlihat menjanjikan.
Ilustrasi barista perempuan Foto: Shutter Stock
Cakupannya pun lebih luas, bukan hanya terpusat di barista saja; jadi roaster, Q-grader, juri, sampai entrepreneur bisa dilakoni.
"Mungkin kelihatannya nih, kalau misalkan perempuan mau kerja di dunia kopi dan terkesan seperti hambatan karena barista kesannya pekerjaan yang maskulin, bersih-bersih, apalah segala macam. Padahal kan enggak, ruang lingkupnya juga banyak," terang Cindy.
Makin banyaknya jumlah srikandi-srikandi kopi ini tentu jadi sebuah bukti bahwa peran perempuan di industri kopi makin diapresiasi. Membuktikan bahwa mereka juga mampu menyentuh permukaan gunung es --yakni gender-- yang sebelumnya mungkin terlihat mustahil untuk didaki.
ADVERTISEMENT