Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Riset: Orang yang Suka Makanan Manis Lebih Berisiko Terkena Depresi
10 Desember 2024 10:32 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Mengonsumsi makanan manis telah banyak dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit berbahaya bagi kesehatan. Mulai dari obesitas, diabetes, hingga menurut penelitian terbaru, dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang.
ADVERTISEMENT
Mengutip Food and Wine, sebuah riset terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Translational Medicine, Oktober 2024, menemukan bahwa orang-orang yang sering makan makanan manis lebih berisiko terkena depresi ; daripada yang sedikit makan makanan manis.
Penelitian yang melibatkan 182.000 orang responden tersebut, terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, orang yang peduli kesehatan, seperti masih suka makan buah dan sayur daripada makanan hewani dan makanan manis. Kedua adalah kelompok omnivora, yakni orang sangat suka makan daging, ikan, beberapa sayuran, dan makanan manis. Serta yang ketiga, orang sangat (hanya) suka makanan dan minuman manis.
Para peneliti kemudian menghitung risiko terkena penyakit kronis dan kondisi kesehatan mental untuk setiap peserta, dan menemukan bahwa orang-orang dalam kelompok yang peduli kesehatan memiliki risiko gagal jantung 14 persen lebih rendah, dan risiko penyakit ginjal kronis 31 persen lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, orang-orang dalam kelompok yang sangat suka makanan manis memiliki risiko depresi 27 persen lebih tinggi, risiko stroke 22 persen lebih besar, dan risiko diabetes 15 persen lebih tinggi, dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Namun menjadi kelemahan dari penelitian baru ini adalah, para peneliti hanya menemukan adanya hubungan makanan manis dan depresi, namun tidak mengetahui penyebab sebenarnya.
“Kami tidak dapat menjawab secara pasti apakah konsumsi gula menyebabkan depresi,” kata rekan penulis studi Nophar Geifman, PhD , profesor kesehatan dan informatika biomedis di University of Surrey.
Meski begitu, ini bukan satu-satunya penelitian yang mengaitkan makanan manis dengan depresi. Hillary Ammon, PsyD, seorang psikolog klinis di Center for Anxiety & Women's Emotional Wellness mengungkapkan, “Dalam penelitian sebelumnya (jurnal BMC Psychitatry, Februari 2024) turut menunjukkan hubungan langsung antara asupan gula dan peningkatan tingkat depresi, dengan dugaan bahwa peningkatan asupan gula berdampak langsung pada mekanisme otak.”
ADVERTISEMENT
Gail Saltz, MD , profesor madya psikiatri di Sekolah Kedokteran Weill-Cornell, Rumah Sakit Presbyterian New York juga mengatakan, pola makan yang mengandung banyak gula dapat meningkatkan peradangan tubuh sehingga turut meningkatkan risiko depresi. Gula juga dapat mengganggu bakteri dalam usus, katanya, seraya menambahkan, “Ada hubungan antara usus dan otak yang dapat menjelaskan peningkatan depresi.”
Saltz juga menjelaskan, diet tinggi gula selanjutnya juga dapat meningkatkan produksi hormon stres kortisol dalam tubuh, yang meningkatkan risiko depresi.
Lantas, berapa banyak jumlah konsumsi makanan manis yang aman bagi kesehatan?
Sejatinya, berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan tentang jumlah konsumsi gula , garam, dan lemak (ggl) harian seseorang; membatasi asupan gula per hari yakni 50 gram atau sekitar 4 sendok makan.
ADVERTISEMENT
Namun batasan ini sulit bagi sebagian masyarakat Indonesia. Terlebih kita terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman manis. Contohnya saja, setiap selesai makan siang atau malam, kita terbiasa minum teh manis. Belum lagi, kita juga kerap ngemil makanan manis seperti martabak, es krim, dan lainnya.
Padahal studi yang diterbitkan Februari 2024 menemukan bahwa untuk setiap tambahan delapan sendok makan gula yang dikonsumsi seseorang, ada risiko depresi yang lebih tinggi.
Namun sekali lagi, studi tersebut tidak membuktikan bahwa mengonsumsi gula menyebabkan depresi.
“Penting untuk melihat temuan ini dalam konteks pola makan dan pilihan gaya hidup secara keseluruhan, daripada berfokus pada satu jenis/kelompok makanan saja,” kata Geifman. Saltz pun setuju, dan mencatat bahwa hubungan antara depresi dan gula, "tidak terjadi dengan konsumsi gula sekali saja."
ADVERTISEMENT
Jadi, perhatikan lagi ya, jumlah asupan gula harian kamu dan pastikan tidak berlebihan agar tak terjadi risiko penyakit yang membahayakan tubuh.