Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Seimbang nan Harmonis, Filosofi Lawar sebagai Kuliner Utama Nyepi di Bali
3 Maret 2022 10:59 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hari raya Nyepi tahun ini masih diselimuti pandemi COVID-19. Tetapi, hal itu tentu tidak akan memadamkan semangat umat Hindu untuk tetap merayakan Nyepi. Perayaan Nyepi juga merupakan simbol umat Hindu di Bali untuk memperingati tahun baru Saka.
ADVERTISEMENT
Merayakan suatu hari raya tidak akan lepas dari makanan khas, maka itu umat Hindu juga turut menghidangkan kuliner tradisional untuk di pura sehingga bisa disantap bersama kerabat dekat dan keluarga saat Nyepi. Salah satu makanan andalan saat hari raya Nyepi adalah lawar, yang biasanya memang dihidangkan setiap perayaan umat Hindu.
Uniknya, terdapat filosofi mendalam dibalik makanan berupa sayur dan daging cincang ini. Lawar biasanya menggunakan campuran daging babi, ayam, atau penyu. Selain itu, ada bumbu khas Bali yakni base genep dan darah babi yang turut menjadi ciri khas dalam paduan makanan tradisional tersebut.
Mengutip Visit Bali, lawar menjadi pilihan utama makanan yang dihidangkan untuk perayaan besar umat Hindu, tak hanya Nyepi melainkan juga saat acara ritual keluarga, maupun ritual non keluarga. Masyarakat di Pulau Dewata bahkan memasukkan lawar sebagai salah satu makanan sehat mereka.
Lawar dibedakan dalam dua jenis, seperti lawar merah dan lawar putih. Adapun lawar dengan nama-nama sesuai dengan bahan pokoknya; mulai dari lawar nangka, lawar buah kacang, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Lawar merah dan lawar putih biasanya menjadi hidangan untuk ritual yang awalnya dipengaruhi oleh Tatrayana. Ini karena lawar merah dibuat dari daging hewan namun tidak untuk dimakan. Sedangkan untuk lawar putih, biasa disantap yang bahan utamanya adalah parutan kelapa serta campuran irisan daging cincang.
Lawar juga merupakan filosofi bagi seorang pemimpin yang memiliki tugas dalam mengoptimalkan potensi-potensi rakyatnya dengan sifat berbeda-beda. Sehingga ia harus bisa menciptakan sebuah keharmonisan antar sesama.
Lebih lanjut, bila diperhatikan makanan khas ini terdiri dari beragam bahan dan bumbu yang membuat makanan menjadi simbol dari keseimbangan serta keharmonisan. Hal ini ditunjukkan dari paduan seperti parutan kelapa yang berwarna putih (simbol Dewa Iswara di timur), darah warna merah (simbol Dewa Brahma di selatan), bumbu-bumbu warna kuning (simbol Dewa Mahadewa di barat), dan terasi berwarna hitam (simbol Dewa Wisnu di utara). Keempat arah mata angin tersebut melambangkan keseimbangan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, sifat-sifat bahannya yang berupa rasa manis (kelapa), asin (garam), pahit (buah limo), pedas (bumbu), amis (darah), asam (asam), dan bau busuk (terasi) juga menggambarkan keseimbangan rasa.
Seperti yang sudah disebutkan, lawar menggunakan bumbu khas Bali yang disebut base genep. Chef Henry Alexie Bloem, chef asal Bali, mengatakan kepada kumparanFOOD (26/9), base genep merupakan bumbu yang kental akan kebudayaan masyarakat Hindu di Bali.
"Filosofi (base Genep) dari budaya dan adat istiadat orang Hindu tertulis di kitab lontar. Karena itu bumbu Bali paling beda sendiri dari bumbu kebanyakan di Indonesia, lebih kompleks," terangnya.
Bumbu base genep bahkan diwariskan secara turun-temurun sehingga disebut sebagai bumbu masak tertua yang telah digunakan sejak 2.000 tahun lalu. Itulah mengapa pula, lawar menjadi kuliner Bali yang tak hanya khas tetapi juga diagungkan sehingga menjadi sajian wajib saat perayaan hari besar, termasuk Nyepi dan Galungan.
ADVERTISEMENT
Penulis: Ade Naura Intania