Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
ADVERTISEMENT
Menjelajah kuliner di Manado rasanya tak cukup kalau hanya sehari. Setelah puas menikmati hidangan lautnya yang nikmat dengan balutan sambal segar yang bikin ketagihan, saya ingin mengulik lebih dalam lagi: bagaimana kebiasaan ngopi di tempat ini?
ADVERTISEMENT
Karena wilayahnya yang didominasi oleh dataran rendah dan laut, saya pikir atmosfer kopi di Manado tak terlalu kental. Sampai akhirnya saya menemukan, kalau ada sebuah warung kopi tertua di kota ini, dan sudah berusia lebih dari setengah abad.
Bahkan, kedai kopi ini merupakan salah satu yang tertua di Indonesia. Rumah Kopi Tikala, namanya.
Lokasi Rumah Kopi Tikala berada di kawasan Wenang, persis di pinggir jalan raya. Kunjungan saya siang itu disambut dengan pemandangan sekumpulan laki-laki paruh baya yang tengah menikmati secangkir kopi pesanan mereka.
Ada yang sekadar istirahat sambil menghisap tembakau, ada yang bercengkrama bersama pengunjung lainnya. Suasana kebersamaan memenuhi bangunan tua dengan nuansa tempo dulu tersebut.
ADVERTISEMENT
Menu kopi yang disajikan sangat klasik; kopi hitam, atau kopi susu. Untuk teman mengopi, tersedia berbagai jajanan tradisional, seperti biapong (bakpao), gabin, panada, lalampa, dan roti bakar srikaya.
Jangan berekspektasi kalau menu kopi susu yang disajikan laiknya minuman kopi di gerai-gerai modern. Di sini, yang dipakai adalah kopi tubruk dengan campuran kental manis.
Sederhana, tapi terasa penuh kehangatan. Harum kopi yang aromatik, disusul dengan rasa manis nan lembut, tapi tak menghilangkan pahit dan kentalnya kopi.
Sebagai pengganjal perut, saya juga memesan beberapa kudapan; gabin, biapong, dan menu andalan mereka: roti bakar srikaya.
Biapongnya berisi parutan kelapa dan gula merah. Adonan bakpaonya empuk, dan begitu digigit, tersisip rasa manis gurih. Lagi-lagi, kombinasi rasa yang sederhana, tapi mampu memanjakan lidah.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, dua keping biskuit gabin mengapit dengan semacam krim, mirip seperti isian pada kue sus. Gabinnya renyah dan tetap empuk.
Rasa krimnya cukup creamy, tapi tak terlalu manis. Dipadukan dengan sesapan kopi susu hangat, makin terasa mantap.
Giliran bintang utamanya yang saya cicipi: roti bakar srikaya. Berbeda dengan selai srikaya yang biasanya berwarna putih pucat, warna selai di sini cenderung cokelat dan tak begitu kental.
Pembuatannya pun dilakukan secara homemade. Selai srikaya ini terbuat dari campuran gula, telur, dan santan. Tak cuma manis, tapi ada rasa khas kelapa yang tercecap begitu ia dinikmati. Gurihnya mentega ikut memperkaya cita rasa dari roti bakar ini.
Sambil menikmati sajian legendaris dari Rumah Kopi Tikala, saya sempat mengobrol sejenak dengan sang pemilik, Koh Sui. Beliau berkisah, kedai kopi ini sudah dikelola oleh orang tuanya sejak tahun 1932 silam.
ADVERTISEMENT
Kini, giliran ia dan ketiga saudaranya yang bergantian untuk mengelolanya, bergiliran setiap tahun. Ketika saya tanya, mereka pakai kopi dari mana, Koh Sui cuma terkekeh sambil berkelakar.
"Kopinya pakai yang dari Palu, dan kita sangrai sendiri. Semua kopi itu sama saja, semuanya tergantung sama peraciknya, kuat apinya, sangrainya bagaimana," jelasnya singkat.
Laki-laki berusia 60 tahun ini lantas membeberkan teknik pengolahan yang mereka lakukan untuk menjaga cita rasa kopi. Biji kopi dimasak atau disangrai selama 1,5 jam untuk memaksimalkan rasa dan aromanya.
Sebelum disajikan, kopi disaring terlebih dahulu. Sangat sederhana, tapi butuh pengalaman untuk bisa menyajikannya dengan sempurna.
"Tadi pesan apa, kopi susu ya? Kopi ini cuma pakai dua bahan, tapi bisa menghasilkan tiga rasa. Kopi susu rasa ovaltine," imbuhnya. Ia lantas menambahkan lagi seduhan kopi dan campuran kental manis ke gelas saya yang sudah kosong. "Coba, kalau masih panas pasti lebih terasa,"
ADVERTISEMENT
Memang, ketika saya sesap kembali kopi susu yang masih hangat itu, tersisip rasa gurih tipis yang bersembunyi di antara rasa manis dan pahit. Koh Sui pun tertawa kecil saat saya mengangguk-angguk, mengaku setuju dengan klaimnya itu.
"Bangunan ini dari dulu ya seperti ini, enggak ada yang diubah. Bahkan, ada juga kursi kayu yang masih ada sejak kedai ini buka dari puluhan tahun yang lalu," kisah Koh Sui.
Beliau juga bercerita, kalau ia sering ikut nongkrong bersama pelanggan lainnya. Tak jarang, pembeli yang baru pertama berkunjung ke kedainya tak menyadari kalau ia adalah sang pemilik. Mungkin, inilah yang membuat Rumah Kopi Tikala tetap tak tergantikan, meski banyak kedai kopi kekinian yang menjamur.
ADVERTISEMENT
Bukan cuma cita rasa yang tetap konsisten, tapi hangatnya suasana kebersamaan di kedai kopi ini, membuat pelanggan senantiasa kembali. Begitupun saya, yang berjanji akan menikmati kopi di Rumah Kopi Tikala, kalau kelak menjejakkan kaki ke Manado lagi.
Rumah Kopi Tikala
Alamat: Jl. Sudirman 2, Komo Luar, Kec. Wenang, Kota Manado, Sulawesi Utara
Jam buka: Setiap hari, (pukul 05.00 - 19.00 WITA)
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!