Studi: Minum Satu Botol Anggur Selama Seminggu Bisa Berisiko Kanker

2 April 2019 11:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Wine Foto: Olgakim93/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wine Foto: Olgakim93/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kita semua tahu bahwa rokok bisa memicu kanker. Namun ternyata, tidak hanyak rokok minuman beralkohol juga bisa meningkatkan risiko kanker, lho.
ADVERTISEMENT
Menurut sebuah studi yang dipimpin Theresa Hydes dari Departemen Gastroenterologi dan Hepatologi Rumah Sakit Pendidikan Southampton (UHS) NHS Foundation Trust, Inggris, menyebutkan bahwa meminum sebotol anggur selama seminggu bisa meningkatkan risiko kanker.
Satu botol anggur per minggu dikaitkan dengan risiko peningkatan kanker 1 persen pada laki-laki dan 1,4 persen pada perempuan yang tidak merokok. Peningkatan risiko kanker tersebut secara keseluruhan setara dengan mengkonsumsi lima batang rokok (pada laki-laki) atau 10 batang rokok (pada perempuan) per minggu, menurut hasil penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal (BMJ) Public Health.
Ada alasan tersendiri kenapa perempuan berisiko terkena kanker lebih tinggi ketimbang laki-laki. Menurut para ahli, ini dikarenakan perempuan cenderung berisiko terkena kanker payudara. Dalam kasus ini, laki-laki justru berisiko terhadap kanker saluran pencernaan dan kanker hati.
ADVERTISEMENT
Gelas Hitam di Blind Testing Wine. Foto: Reuters/Vincent Kessler
Untuk membuktikan studi tersebut, para ahli menguji 1.000 laki-laki dan 1.000 perempuan yang tidak merokok namun meminum sebotol anggur dalam seminggu. Hasilnya, 10 laki-laki dan 14 wanita berpeluang menderita kanker jenis apapun selama hidupnya.
Menurut para peneliti, penggunaan rokok sebagai pembanding diharapkan bisa mengkomunikasikan dampak minuman beralkohol secara lebih efektif dan membantu masyarakat untuk membuat pilihan lebih mudah dalam gaya hidup sehat.
Meski begitu, temuan ini juga tidak semata-mata mematahkan atau mengurangi bahaya rokok pada kehidupan.
"Rokok masih menjadi penyebab kanker terbesar di dunia, dan bahkan tingkat paparan yang sangat rendah dikaitan dengan peningkatan risiko kanker," tutup para ahli.