Gugat UU Hak Cipta ke MK, Ini Penjelasan Musica Studios

Label musik Musica Studios melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan , mengajukan permohonan pengujian materi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta .
Pihak Musica Studios meminta Mahkamah Konstitusi untuk mengujikan sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut. Sebab, pasal-pasal tersebut dinilai berpotensi merugikan pelaku industri musik Tanah Air.
“Bahwa ada 4 (empat) pasal di dalam Undang-Undang Hak Cipta yang dimohonkan untuk diuji secara materil oleh Mahkamah Konstitusi,” tulis tim kuasa hukum, Nurul Firdausi, dalam keterangan persnya, Jumat (10/12).
Pasal 18 menjadi pasal pertama yang menjadi sorotan. Dalam pasal itu, tertulis bahwa, Ciptaan buku, dan/atau semua hasil Karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.

Kemudian ada pula pasal 30 yang ikut jadi sorotan. Pasal 30 berbunyi Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual Hak Ekonominya, kepemilikan Hak Ekonominya beralih kembali kepada Pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
Dengan berlakunya dua pasal tersebut, Musica Studios melihat sejumlah kondisi yang tidak menguntungkan pelaku industri musik di tanah air.
“Dengan kondisi seperti ini, produser tentu saja tidak akan mau lagi membuat perjanjian jual beli dengan pencipta dan pelaku pertunjukan. Ke depannya produser akan lebih memilih untuk menyewa hak cipta dan hak ekonomi dari pencipta dan pelaku pertunjukan,” kata Nurul.

Kemudian, ada pula Pasal 122 yang turut diuji. Pasal tersebut terkait perjanjian jual putus di mana secara garis besar mengembalikan hak cipta kepada pencipta atas karya yang mencapai 25 tahun.
“Keberlakuan pasal ini secara terang dan nyata merampas hak milik PT. Musica Studios atas hak cipta lagu yang selama ini telah dimilikinya, bahkan sudah dimiliki jauh sebelum Undang-Undang Hak Cipta ini berlaku,” kata Nurul.
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
“Sementara secara konstitusional hak kepemilikan tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapa pun, termasuk oleh undang-undang,” tambahnya.
Terakhir, pasal yang menjadi sorotan ialah Pasal 63 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Hak Cipta. Pasal tesebut berbunyi, Perlindungan Hak Ekonomi bagi: Produser Fonogram, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Fonogramnya difiksasi.
“Telah menghalangi hak konstitusional Pemohon untuk memperoleh persamaan dan keadilan serta terbebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif dalam mendapatkan perlindungan atas Hak Ekonomi Fonogramnya,” ujarnya.
Kendati demikian, Nurul berharap permohonan tersebut dapat diakomodir dengan baik. Dia menegaskan bahwa permohonan tersebut bukan hanya untuk kepentingan pihak pemohon saja, yaitu Musica Studios.
“Tetapi pihak-pihak lain dalam industri musik seperti pencipta, penyanyi, pemain musik maupun band, juga tentunya akan menikmati manfaat ekonomi apabila permohonan pengujian undang-undang ini dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Sementara itu, Otto Hasibuan dalam jumpa pers yang digelar virtual mengatakan bahwa langkah yang dilakukan pihak Musica sesuai dengan ketentuan.
"Ini kan baru permohonan, sah-sah saja kami memperjuangkan hak kami," kata Otto.
Ia menambahkan bahwa tak ada niatan dari Musica untuk mematikan hak dari para pencipta lagu.
"Saya di sini membela pencipta dan membela produser. Kalau uji materi ini berhasil, besok-besok semua senang," pungkas Otto.
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...