Menangkap Perjuangan Rakyat Aceh di Film Tjoet Nja’ Dhien

20 Agustus 2021 13:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Poster film Tjoet Nja' Dhien di Mola
zoom-in-whitePerbesar
Poster film Tjoet Nja' Dhien di Mola
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan ke-76 Indonesia, Mola menayangkan versi restorasi dari film Tjoet Nja' Dhien. Ini menjadi sajian yang tidak boleh dilewatkan oleh masyarakat Indonesia, terutama buat generasi muda yang enggak sempat nonton film ini di bioskop, karena Mola menayangkan secara gratis.
ADVERTISEMENT
Tjoet Nja' Dhien merupakan film drama epos yang pertama kali ditayangkan pada 1988. Film baru saja direstorasi oleh Eye Film Museum Amsterdam dan IdFilmCenter Foundation Jakarta pada awal tahun 2021.
Disutradarai oleh Eros Djarot, cerita mengisahkan tentang Pahlawan Nasional, Tjoet Nja' Dhien, yang dahulu sempat memimpin rakyat Aceh untuk berperang melawan Belanda.
Tokoh Tjoet Nja' Dhien diperankan oleh aktris legendaris Indonesia, Christine Hakim. Ada pula Slamet Rahardjo yang memerankan suami sekaligus Pahlawan Nasional, Teuku Umar.
Film ini menceritakan tentang perjuangan gigih seorang wanita asal Aceh dan teman-teman seperjuangannya melawan tentara Kerajaan Belanda yang menduduki Aceh di kala penjajahan di zaman Hindia Belanda. Perang antara rakyat Aceh dan tentara Kerajaan Belanda ini menjadi perang terpanjang dalam sejarah kolonial Hindia Belanda.
Film ini tidak hanya menceritakan dilema-dilema yang dialami Tjoet Nja' Dhien sebagai seorang pemimpin, tetapi juga yang dialami oleh pihak tentara Kerajaan Belanda kala itu, dan bagaimana Tjoet Nja' Dhien yang terlalu bersikeras pada pendiriannya untuk berperang, akhirnya dikhianati oleh salah satu orang kepercayaannya dan teman setianya, Pang Lot yang merasa iba pada kondisi kesehatan Tjoet Nja' Dhien yang menderita rabun dan encok, ditambah penderitaan berkepanjangan yang dialami para pejuang Aceh dan keluarga mereka.
ADVERTISEMENT
Diceritakan pula seperti apa masa tua dari Tjoet Nja' Dhien yang mulai mengalami berbagai penyakit. Semua itu yang akhirnya membuat Tjoet Nja' Dhien tidak bisa lagi turun ke medan perang dan harus diasingkan.
Tjoet Nja' Dhien memiliki durasi yang cukup panjang, yakni 1 jam 45 menit. Karena itu, film ini bisa cukup detail dalam menangkap perjuangan yang dilalui Tjoet Nja' Dhien, Teuku Umar, serta rakyat Aceh melawan Belanda.
Di sisi lain, film juga menyajikan berbagai dilema yang dirasakan oleh sosok Tjoet Nja' Dhien. Ya, memang Tjoet Nja' Dhien adalah sosok pahlawan yang unik, karena sudah berhasil menyuarakan kesetaraan gender di masanya.
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati, perantau dari Minangkabau. Sedangkan ibunya merupakan putri uleebalang Lampageu.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1880, Cut Nyak Dhien menikah dengan Teuku Umar, setelah sebelumnya ia dijanjikan dapat ikut turun di medan perang jika menerima lamaran tersebut. Dari pernikahan ini Cut Nyak Dhien memiliki seorang anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dhien bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, pada tanggal 11 Februari 1899 Teuku Umar gugur. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.
Keberanian Cut Nyak Dhien dalam perang melawan Belanda, sampai akhirnya diasingkan dan meninggal di Sumedang tahun 1908, membuat dirinya dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Soekarno.

Produksi film Tjoet Nja' Dhien

Tjoet Nja' Dhien bisa kategorikan sebagai film kolosal, karena melibatkan banyak sekali orang di setiap adegan peperangan yang megah. Tidak heran jika film ini menelan biaya hingga Rp 1,5 miliar, ukuran yang besar saat itu.
ADVERTISEMENT
Kabarnya, saat bermain di Tjoet Nja' Dhien, Christine Hakim dan Slamet Rahardjo rela untuk tidak dibayar, karena budget produksi yang terlanjur membengkak.
"Kami enggak ada yang dibayar. Mas Slamet (Rahardjo), saya, enggak ada yang dibayar. Bahkan kami nyari duit untuk bisa film ini selesai,” kata Christine.
Bagi sang sutradara, Eros Djarot, membuat film ini adalah sebuah pertaruhan. Proses produksi film ini menghabiskan waktu tiga tahun, termasuk riset mengenai potongan sejarah aslinya agar hasilnya terasa autentik. Bahkan ada sebuah adegan penutup yang produksinya dilakukan terpaut selama dua tahun.
Menyelesaikan pembuatan film Tjoet Nja' Dhien butuh komitmen tinggi dari sutradara, aktor hingga kru yang terlibat. Bayangkan saja, Christine Hakim harus menjaga mood dan karakter Tjoet Nja'Dhien selama tiga tahun. Christine yang berdarah Aceh, bahkan sempat tidur di rumah kayu saat syuting dan mandi di kali demi suasana hati sebagai Tjoet Nja' Dhien. Selesai syuting, ia perlu waktu tiga tahun untuk bisa lepas dari karakternya.
Tidak heran jika Tjoet Nja' Dhien sukses memenangkan Film Terbaik di Festival Film Indonesia 1989. Sebab, film ini tergolong luar biasa, mulai dari budget, sinematografi, alur cerita yang kompleks dan seru, hingga kehebatan akting para aktornya.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan Christine Hakim yang berhasil dengan baik berperan sebagai Tjoet Nja' Dhien. Meski tokoh itu berjuang di akhir era 1800-an, Christine Hakim yang aktif berakting sejak 1973 berhasil menghidupkannya kembali untuk banyak anak muda di era '80-an hingga sekarang. Berkat aktingnya di film ini, dia menang penghargaan Festival Film Indonesia 1988 untuk kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik.
Tjoet Nja’ Dhien juga sempat diajukan Indonesia untuk seleksi Academy Awards ke-62 tahun 1990 dalam kategori Film Berbahasa Asing Terbaik. Meski tak lolos pencalonan nominasi untuk merebut Piala Oscar, film ini menjadi film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes.
Penasaran dengan film Tjoet Nja' Dhien? Kamu bisa nonton secara gratis di Mola.
ADVERTISEMENT