Orang Pintar Dengarnya Podcast Video "Bicara Pintar" Bareng Andy F. Noya

30 Juli 2021 10:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
podcast “Bicara Pintar bersama Andy Noya dari Tolak Angin”. Foto: YouTube/Tolak Angin
zoom-in-whitePerbesar
podcast “Bicara Pintar bersama Andy Noya dari Tolak Angin”. Foto: YouTube/Tolak Angin
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menunjukkan kepedulian kepada sesama. Bisa lewat sedekah, menggalang donasi, hingga dukungan emosional bagi yang sedang kesusahan.
Ada juga orang-orang menggunakan kemampuannya untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Seperti yang dilakukan oleh empat sosok inspiratif dari Indonesia ini.
Mereka adalah pendiri Rumah Sakit Apung, dr. Lie Agustinus Dharmawan; Disability Womenpreneur, Nicky Clara; Co-Founder & General Director Aruna Indonesia, Utari Octavinaty; dan Co-Founder Warung Pintar, Agung Bezharie Hadinegoro. Berani keluar dari zona nyaman, empat sosok ini terjun membantu masyarakat sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.
Keempatnya pun berbagi kisah mereka di podcast “Bicara Pintar bersama Andy Noya dari Tolak Angin”. Dibawakan oleh host kawakan Andy F Noya, para sosok inspiratif tersebut berbagi kisah mengenai perjalanan hingga tantangan yang harus dihadapi saat membantu masyarakat.

Bangun Rumah Sakit Apung hingga menyejahterakan nelayan

Sebagian dari kita tentu sudah tidak asing atau paling tidak pernah mendengar nama dr. Lie Agustinus Dharmawan. Beberapa waktu lalu, nama dokter bedah ahli lulusan University of Cologne dan Free University of Berlin ini banyak diperbincangkan setelah peristiwa karamnya Rumah Sakit Apung (RSA) miliknya saat menuju Torano, Nusa Tenggara Barat.
Berlayarnya RSA ini diawali dari keprihatinan dr. Lie melihat masih banyaknya masyarakat Indonesia yang kesulitan mengakses fasilitas kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil minim infrastruktur.
Ide membuat RSA tersebut pun membuat dokter berusia hampir 75 tahun ini kerap dipanggil “Dokter Gila”. Tapi tindakannya bukan tanpa alasan, pengalaman pahit dr. Lie pada masa kecil menjadi motivasi dirinya untuk menjadi dokter dan memberikan fasilitas pengobatan yang murah dan mudah diakses oleh semua orang.
“Adik saya baru berusia 2 tahunan, karena penyakit diare dia meninggal. Pada saat itu, kami tidak punya uang untuk membawa adik ke dokter,” ungkap dr. Lie.
Bukan hal mudah ketika pertama kali membangun RSA, bahkan ia harus menjual tempat tinggalnya sebagai uang muka untuk membeli kapal. Namun berkat RSA yang ia cetuskan, dr. Lie beserta timnya bisa menolong ribuan orang yang membutuhkan pengobatan dari Sabang sampai Merauke.
Episode podcast selanjutnya mengangkat kisah Niki Clara, Disability Womenpreneur sekaligus founder “Tenoon”. Sebagai seorang tuna daksa, Niki sempat mendapatkan pengalaman tidak mengenakkan yang berakhir pada tindakan bullying secara verbal karena keterbatasan fisiknya.
Beruntungnya, ia selalu mendapatkan dukungan penuh dari keluarga, terutama kedua orang tuanya, termasuk ketika Niki mengejar cita-citanya. Inilah yang akhirnya membuat Niki lebih percaya diri yakin bahwa dirinya juga bisa berdaya.
“Keterbatasan hanyalah sebuah pikiran. Semua orang pasti memiliki kekurangan dan yang terpenting bagaimana kita menunjukkan kelebihan kita. Inilah yang juga mendorong aku untuk menemukan kelebihan diri,” lanjut Niki.
Prinsip Niki juga membuatnya semakin bertekad membantu penyandang disabilitas lainnya dalam menjalani kehidupan serta menggapai cita-cita. Melalui Tenoon yang berpusat di Makassar, Niki tak hanya memberdayakan penyandang disabilitas, namun juga kaum marjinal dengan ekonomi lemah. Selain itu, startup ini juga menjadi wujud kecintaan Niki akan budaya Indonesia, khususnya kain tenun.
Lalu ada cerita panjang perjalanan Utari Octavinaty, Co-Founder & General Director Aruna Indonesia (Aruna.id) dalam usahanya membantu meningkatkan perekonomian nelayan. Aruna.id adalah platform yang menghubungkan nelayan-nelayan kecil dengan pasar yang lebih baik sehingga bisa menyejahterakan kehidupan mereka.
Lahir dan besar dari keluarga nelayan, Utari melihat kehidupan nelayan di sekitar rumahnya belum sejahtera. Bahkan saat merantau untuk melanjutkan pendidikan, orang tua Utari pun tidak mengizinkannya untuk bekerja di bidang perikanan karena menganggapnya tidak memiliki prospek cerah.
“Indonesia salah satu negara maritim dan 70 persen wilayah laut, tapi saya sebagai anak pesisir kok dilarang kerja di bidang perikanan. Dan menurut data, 25 persen masyarakat pesisir menyumbang kemiskinan di Indonesia,” ungkap Utari.
Padahal Indonesia dikenal sebagai negara maritim yang kaya akan hasil laut. Setelah ditelusuri, ternyata masalah yang kerap dihadapi nelayan adalah harga jual hasil tangkapan yang terlampau murah di tengkulak. Berbanding terbalik dengan risiko yang harus dihadapi saat melaut.
Memanfaatkan teknologi, Utari dan dua temannya pun membangun Aruna.id. Melalui platform ini, mereka menjembatani nelayan dengan pelanggan agar proses perdagangan lebih cepat. Lewat Aruna.id, nelayan juga bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik, bahkan bisa dapat mengekspor hasil tangkapan lautnya ke berbagai negara.
Meski begitu, jalan yang harus dilalui Utari pun cukup berliku untuk sampai di tahap ini. Mulai dari restu keluarga hingga menghadapi para tengkulak.
Podcast “Bicara Pintar bersama Andy Noya dari Tolak Angin” juga menghadirkan Co-Founder Warung Pintar, Agung Bezharie Hadinegoro, di episode keempatnya. Di tengah tumbuhnya pusat perbelanjaan modern, Agung prihatin melihat warung-warung tradisional yang masih mengalami kesulitan untuk berkembang.
“70 persen barang yang kita konsumsi itu masih lewat traditional channel, meskipun minimarket dan supermarket semakin banyak. Sayangnya hingga kini masih ada 3,5 juta warung kelontong dan kedai yang masih begitu-begitu saja, padahal itu (warung) salah satu punggung ekonomi kita,” ujarnya.
Setelah ditelusuri, ternyata salah satu kendala yang sering dihadapi pemilik warung tradisional adalah ketersediaan barang yang kurang lengkap. Agung pun memutar otak agar bisa menghubungkan warung tersebut dengan supplier barang, bahkan ke pabrik distribusinya langsung.
Melalui aplikasi Warung Pintar, ia pun membuka akses kepada pedagang untuk mengetahui distributor barang yang lebih bervariatif, baik dari segi jenis maupun harganya. Warung Pintar juga memungkinkan pemilik warung untuk melakukan pembukuan jual-beli dengan lebih terstruktur, mulai dari harga hingga pendapatan per hari.
Bukan hanya mempermudah pemilik warung tradisional menjalankan usahanya, platform yang berdiri sejak 2017 ini juga memiliki program pemberian modal. Tujuannya agar warung tradisional bisa lebih berkembang, bisa menjual barang yang lebih lengkap, dan melayani pelanggannya dengan lebih maksimal.
Berkat inovasinya, saat ini sudah ada lebih dari 500.000 warung yang bergabung dan tersebar di lebih dari 150 kota di Indonesia. Bagaimana kisahnya?
Yuk, simak selengkapnya cerita dr. Lie, Niki Clara, Utari Octavinaty, dan Agung Bezharie di “Bicara Pintar bersama Andy Noya dari Tolak Angin” melalui channel YouTube Tolak Angin atau di Podcast Bicara Pintar di Spotify. Jangan lupa juga follow Instagram @tolak_angin untuk informasi lengkap serta update terbaru seputar Podcast Bicara Pintar.
Pilih yang punya bukti ilmiah, Orang Pintar Minum Tolak Angin.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Sido Muncul