Konten Spesial, Spekon, Adu Kuat Film Musim Lebaran

Persaingan Film Nasional di Momen Libur Lebaran

8 Juni 2019 10:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Poster film yang tayang saat lebaran di bioskop. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Poster film yang tayang saat lebaran di bioskop. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Libur lebaran menjadi salah satu momen yang paling dinanti masyarakat tanah air. Tidak hanya untuk sekadar berkumpul bersama keluarga dan kerabat, tapi juga liburan bersama.
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak kegiatan yang biasa dilakukan, nonton film ke bioskop adalah salah satu pilihan. Tak ayal banyak rumah produksi film di tanah air yang memanfaatkan hal tersebut dengan meluncurkan film-film terbaiknya. Karena itu kita kemudian mengenal istilah film lebaran, yakni film-film nasional yang tayang di momen libur lebaran.
“Kalau kita lihat perjalanannya, memang minimal event lebaran itu event liburan. Film itu bagian dari liburan, makanya kalau kita amati dulu film-film Warkop banyak diputar di hari raya, (film) Benyamin juga di momen lebaran,” ujar Rano Karno, aktor senior yang juga produser sekaligus sutradara kepada kumparan.
Seniman asal Betawi yang belakangan aktif di dunia politik ini masih ingat bagaimana meriahnya libur lebaran dilewati bersama keluarga atau kerabat dengan pergi ke bioskop. Setelah salat Ied, bermaaf-maafan dan mendapat ‘salam tempel’, mereka pergi liburan bersama.
ADVERTISEMENT
“Dulu lebaran dapat duit, hiburannya ke bioskop. (Karena) dulu ke Ancol rame, kebun binatang (juga) rame, taman mini rame, jadi libur lebaran itu masuk ke bioskop dan makan di mall. Jadi meriahin lebarannya seperti itu,” kata pria yang juga dikenal berkat perannya sebagai ‘Si Doel’.
Artis Rano Karno saat hadir di gala premier film Si Doel 2 the Movie di Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu, (25/5/2019). Foto: Ronny/kumparan.
Hadir dan semaraknya film lebaran memang tidak lepas dari tingginya peluang untuk menjaring penonton. Bahwa di momen libur lebaran yang panjang, ditambah dengan perputaran uang yang tinggi, jadi peluang bisnis yang besar bagi pelaku di industri film nasional.
Tahun 2018 kemarin, Bank Indonesia menyebutkan perputaran uang yang terjadi selama libur lebaran mencapai Rp 188,2 triliun. Proyeksi tersebut meningkat 15,3 persen dari periode yang sama di tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Dan untuk di tahun ini, Bank Indonesia memproyeksi jumlahnya akan meningkat hingga Rp 217,1 triliun.
“Ya, lantaran ada ceruk pasar yang besar pada saat lebaran. Mayoritas orang memiliki uang lebih pada saat lebaran, bahkan untuk golongan bawah sekali pun. Nah untuk rekreasi, banyak yang memilih pergi ke mall lantas mampir ke bioskop. Yang tidak biasa nonton pun, karena punya uang lebih saat lebaran, mereka rela membayar (nonton ke bioskop),” ujar Shandy Gasella, pengamat perfilman, kepada kumparan.
Pengamat perfilman lainnya, Yan Wijaya menjelaskan, tren film nasional yang tayang di momen libur lebaran sejatinya sudah dimulai sejak tahun 70-an. Film Warkop DKI menjadi salah satu langganan film yang selalu mengambil momen tersebut.
ADVERTISEMENT
“Zaman Warkop, mereka tayang dua kali setahun, yakni akhir tahun dan momen libur lebaran,” kata Yan.
Hanya saja menurut Yan, persaingan antarfilm nasional di momen libur lebaran saat itu tidak seketat sekarang. Hal itu lantaran produksi film nasional tidak sebanyak saat ini.
Kala itu, produksi film nasional rata-rata hanya 30 judul dalam satu tahun. Berbeda dengan saat ini yang bisa mencapai 130 judul per tahun. “Pada waktu itu produser film Indonesia, bisa memainkan (merilis) film kapan saja bisa dapet penonton,” kata Yan.
Ketatnya persaingan film lebaran, menurut Yan, baru dimulai pada tahun 2007. Kala itu film nasional mulai bangkit setelah mati suri. Ya, mati surinya perfilman nasional pada tahun 1991-1998 membuat film Lebaran juga meredup.
ADVERTISEMENT
‘Eiffel I’m In Love’ adalah film yang kembali mengambil momentum untuk tayang di momen libur lebaran. Tepatnya di empat hari menjelang hari raya Idul Fitri tahun 2003.
Hasilnya, film produksi Soraya Intercine Films itu berhasil meraih jumlah penonton hingga 3,3 juta.
“Selain karena memang cerita, pemain dan filmnya disukai penonton, libur lebaran memberikan momentum lebih,” kata Yan Wijaya kepada kumparan.
Naik-Turun Film Lebaran
Kesuksesan film ‘Eiffel I’m In Love’ memang membuka kembali “mata” produser film tanah air akan ‘kesaktian’ film yang tayang di momen libur lebaran. Setidaknya hal yang sama coba diulang kembali oleh rumah produksi Soraya dengan merilis sekuel film tersebut pada H-1 lebaran di tahun 2005.
ADVERTISEMENT
Kala itu Sunil Soraya selaku produser menyiapkan strategi promosi yang cukup besar. Yakni dengan memasang iklan di bus serta billboard yang bertebaran di berbagai kota.
Sutradara dan Produser Film Indonesia, Sunil Soraya. Foto: Dok. Soraya Intercine
“Kita memang persiapkan supaya orang ingat dan lihat. Kita punya promosi besar sekali kita ada di bus, kereta, billboard macam-macam kan,” kata Sunil Soraya kepada kumparan. Meski demikian, jumlah penonton ‘Apa Artinya Cinta’ tidak sebesar raihan ‘Eiffel I’m In Love’, hanya 1,5 juta penonton.
Ya, meski peluang menggaet penontonnya besar, tak ada jaminan bagi film yang tayang di momen libur lebaran bakal sukses. Karena itu pula kita dapat melihat tren jumlah produksi film serta genre yang dihadirkan rumah produksi di setiap momen libur lebaran selalu fluktuatif.
ADVERTISEMENT
Jumlah film lebaran baru meningkat pada tahun 2007, dengan lebih dari tiga judul. Kala itu film horor sedang menjadi primadona.
Dari empat film yang tayang, tiga diantaranya adalah film horor. Yaitu ‘Kuntilanak 2’, ‘Pocong 3’ , dan ‘Jelangkung 3’. Sementara satu film lainnya adalah drama komedi ‘Get Married’.
Namun menariknya, di tengah dominasi horor, justru film ‘Get Married’ yang meraih jumlah penonton tertinggi. Film itu berhasil menembus angka 1 juta penonton, tepatnya 1.389.454. Sementara ‘Pocong 3’ meraih 539.847 penonton serta ‘Kuntilanak 2’ hanya 399.858 penonton.
Infografik Adu Kuat Film Musim Lebaran Foto: infografik:Putri Sarah Arifira/kumparan
Kejenuhan akan film horor sejak tahun 2006 bisa disebut sebagai salah satu faktor anjloknya film bergenre horor di momen libur lebaran tahun 2007. Sedangkan ‘Get Married’ hadir dengan cerita berbeda, lebih ringan dan komedinya menarik, sehingga bisa ditonton seluruh keluarga.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2008, terdapat enam film yang tayang. Yakni ‘Barbie’, ‘Chika’, ‘Cinlok’, ‘Laskar Pelangi’, ‘SSTI The Movie’ serta ‘Kantata Takwa. Dari keenam film tersebut, hanya ‘Cinlok’ dan ‘Laskar Pelangi’ yang mendapat jumlah penonton tinggi. ‘Cinlok’ dengan 672.663 penonton dan ‘Laskar Pelangi’ yang paling fenomenal dengan 4.719.453 penonton.
Kesuksesan ‘Laskar Pelangi’ kemudian mengubah lagi tren film nasional. Film-film yang menawarkan spirit inspirasi dan pantang menyerah jadi banyak pilihan produser. Meski film bergenre komedi romantis juga tetap dilirik.
Hal itu tergambar dalam film lebaran yang tayang di tahun 2009. ‘Meraih Mimpi’, ‘Get Married 2’, ‘Preman In Love’, serta ‘Ketika Cinta Bertasbih 2’ adalah film-film yang tayang.
Dari empat film yang tayang, hanya ‘Get Married 2’ dan ‘Ketika Cinta Bertasbih’ yang sukses meraih lebih dari 1 juta penonton. Kesuksesan ‘Ketika Cinta Bertasbih’ lantas mengubah lagi tren film nasional di momen lebaran.
ADVERTISEMENT
Sementara di tahun 2010, dari tiga film lebaran yang tayang, hanya ‘Sang Pencerah’ yang mendapat lebih dari 1 juta penonton, yakni 1.108.600 penonton. Sementara ‘Lihat Boleh Pegang Jangan’ hanya mendapat 370.048 penonton.
Film Sang Pencerah Foto: Dok: Mizan Production
Selepas dari tahun 2010, tidak ada film lebaran yang meraih lebih dari 1 juta penonton, meski film yang ditawarkan cukup beragam dan tidak sedikit yang merupakan franchise dari film-film besar sebelumnya. Namun penonton film Indonesia menanggapinya datar-datar saja.
Periode tahun 2010 hingga 2015, jumlah penonton film Indonesia secara keseluruhan memang mengalami penurunan. Sempat mencapai 28,5 juta penonton di tahun 2009, jumlahnya menurun menjadi 16 juta di sepanjang tahun 2010.
Begitu juga di sepanjang tahun 2011 yang hanya 15 juta penonton. Pada tahun 2012 jumlahnya sedikit meningkat menjadi 18,9 juta penonton, lalu menurun kembali menjadi 12 juta penonton di tahun 2013. Setahun kemudian sedikit meningkat menjadi 16 juta penonton di sepanjang 2014.
ADVERTISEMENT
Baru di tahun 2015 ada lagi film lebaran yang berhasil menembus angka 1 juta penonton. Yakni ‘Surga Yang Tak Dirindukan’ dengan 1.523.617 penonton dan ‘Comic 8: Casino Kings Part 1’ mencapai 1.211.820 penonton.
“Saya memang menilai, persaingan film lebaran itu efektif terjadi mulai tahun 2010. Di mana film lebaran menjadi masa panen dan para produser sudah berlomba dan bersaing untuk mendapat penonton sebanyak-banyaknya. Meski hasilnya tetap fluktuatif,” kata Yan Wijaya.
Masa Keemasan Film Lebaran
Pada kurun waktu dari tahun 2003 hingga 2015, dengan naik-turunnya jumlah penonton serta berbagai pilihan cerita dan genre film, benar-benar membuat para produser belajar menemukan formulasi yang sedikit bisa diandalkan untuk film lebaran.
ADVERTISEMENT
Yakni dengan menghadirkan tidak hanya satu genre di setiap film lebaran yang tayang. Mulai tahun 2016, perwakilan setiap genre selalu hadir di film lebaran. Analisa sederhananya, setiap film yang dihadirkan adalah film terbaik dari masing-masing genre.
Di tahun 2016 misalnya. Film drama romantis diwakili ‘Rudy Habibie’ yang berhasil meraih 2.012.025 penonton serta ‘ILY From 38.000 Feet’ dengan 1.574.576 penonton, kemudian genre komedi diwakili oleh ‘Koala Kumal’ yang meraih 1.863.541, serta drama keluarga ‘Sabtu Bersama Bapak’ dengan 639.530 penonton.
Sedangan di tahun 2017, film horor diwakili oleh ‘Jailangkung' dengan 2.550.271 penonton, drama romantis ‘Sweet 20’ dengan 1.044.045 penonton, drama komedi ‘Insya Allah Sah’ dengan 833.010 penonton serta film drama yang diangkat dari novel ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ dengan raihan mencapai 715.361 penonton.
ADVERTISEMENT
Bergeser di tahun 2018, terdapat lima film yang tayang dari berbagai genre. Namun perolehan penonton terbaik didapat ‘Jailangkung 2’ dengan 1.498.635 penonton serta ‘Kuntilanak’ dengan 1.236.000 penonton.
Lalu bagaimana di tahun 2019?
Listikel film lebaran Foto: Infografik: Putri Sarah Arifira/kumparan
Pengamat film Yan Wijaya mengatakan, persaingan film lebaran baru benar-benar terasa mulai tahun 2015. Minimal ada lima film nasional yang tayang di setiap momen libur lebaran, dan selalu didominasi oleh rumah produksi besar. Mereka benar-benar menjadikan momen libur lebaran sebagai periode emas untuk meraih penonton dengan merilis film terbaik.
“Rata-rata setiap tahunnya ada lima film yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar. Kenapa bisa mereka? karena mereka memang lebih dalam segala hal. Misalnya film Indonesia standard bujet pembuatannya adalah Rp 2,5 miliar. Tapi mereka bisa 5 (miliar), 10 (miliar) bahkan lebih,” ujar Yan Wijaya.
ADVERTISEMENT
Pihak bioskop, ujar Yan, juga tidak sembarangan dalam menentukan film yang akan ditayangkan di momen libur lebaran. Sebab film-film yang akan tayang mendapat keistimewaan dengan akan bersaing selama dua pekan tanpa ada “gangguan” dari film Hollywood.
“Dari lima film yang akan tayang di momen libur lebaran tahun ini, mereka akan mendapat jatah layar yang sama. Jika di Indonesia saat ini ada 1.800 layar, maka setidaknya masing-masing film akan mendapat jatah layar 300,” kata Yan.
Pengunjung berfoto di depan poster film yang tayang di bioskop. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Hal tersebut diakui oleh Catherine Keng, selaku Corporate Secretary Cinema 21. Menurutnya, persaingan film nasional di momen libur lebaran dalam lima tahun terakhir memang ketat. Rumah produksi berlomba untuk membuat film terbaik agar mendapat tanggal rilis di momen libur lebaran.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, di momen libur lebaran, Cinema 21 memberlakukan kebijakan khusus terhadap film nasional. Jika biasanya film nasional selalu tayang mulai hari Kamis, maka di libur lebaran, pemutarannya dimajukan ke hari Selasa. Sehingga kesempatan bagi film nasional untuk mendapatkan penonton dimulai lebih awal.
Bahkan selama dua pekan, keberadaan film nasional tidak akan terganggu dengan kehadiran film Hollywood.
Ia mencontohkan lima film nasional yang tayang di momen libur lebaran tahun 2019 ini. Kelimanya adalah ‘Hit & Run’, ‘Si Doel The Movie Part 2’, ‘Single Part 2’, ‘Kuntilanak 2’ dan ‘Ghost Writer’. Kelima film tersebut tayang mulai 4 Juni 2019, dan menguasai bioskop.
Adapun film Hollywood yang masih tayang adalah ‘Aladdin’ dan Godzilla 2: King of Monsters’. Dua pekan setelah film Indonesia tayang, baru akan ada lagi film Hollywood terbaru.
ADVERTISEMENT
“Jadi lima film Indonesia yang tayang tanggal 4 Juni akan diberi kesempatan mendapatkan penonton hingga dua pekan,” kata Catherine Keng dalam satu kesempatan, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, dalam menentukan film nasional yang tayang, Cinema 21 tidak sembarangan dalam memilih. Pihaknya memiliki komite internal yang melalukan seleksi ketat dan divisi programming terhadap film-film yang mengajukan jadwal tayang di libur lebaran.
Kriterianya, kata Catherine Keng, dilihat dari kemasan yang menarik, nilai produksi tinggi, dan cerita yang berpotensi menarik minat penonton.
Masa libur lebaran dikatakannya merupakan masa panen untuk mendapatkan penonton film sehingga jangan sampai membuat penonton kecewa saat datang dan menonton film.
“Beberapa bulan sebelum Lebaran biasanya kita melihat trailernya lebih dulu terhadap film-film yang mengajukan jadwal tayang (libur lebaran). Kami mengecek nilai komersial, lalu menonton filmnya secara utuh untuk memastikan penilaian komite benar,” kata Catherine Keng.
Ilustrasi Shooting Film. Foto: Shutterstock
Pengamat perfilman Shandy Gasella menyimpulkan, keberagaman genre sangat baik bagi perfilman Indonesia. Bahwa masyarakat benar-benar bisa memilih film yang ingin mereka tonton.
ADVERTISEMENT
Namun ia mengingatkan, hingga kini belum ditemukan rumus jitu cara melariskan film. Produser atau tim marketing hanya bisa berspekulasi, tetapi pasar jugalah yang menentukan.
“Teorinya, orang akan berbondong-bondong ke bioskop pada momen libur lebaran, tetapi film apa yang mereka tonton tentu sudah mereka pertimbangkan dengan alasan-alasan tertentu, misalnya faktor familiaritas terhadap cerita, aktor, dan faktor-faktor lain,” ujarnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten