Ramai Pesinetron 15 Tahun Perankan Istri ke-3, Belum Tentu Kena Sanksi?

2 Juni 2021 12:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sinetron Suara Hati Istri yang menjadi perbincangan.
 Foto: Youtube/Indosiar
zoom-in-whitePerbesar
Sinetron Suara Hati Istri yang menjadi perbincangan. Foto: Youtube/Indosiar
ADVERTISEMENT
Sinetron Suara Hati Istri yang diproduksi Indosiar menjadi sorotan setelah Ernest Prakasa melontarkan kritik soal pemeran Zahra, karakter istri ke-3, yang diperankan anak di bawah umur. Lalu, adakah aturan undang-undang yang mengatur perlindungan pada insan film anak?
ADVERTISEMENT
Pertama-tama kita bahas dari UU penyiaran. Dalam Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 tak ada pasal yang menjelaskan perlindungan pekerja anak dalam industri penyiaran. UU Penyiaran hanya melindungi penonton televisi anak-anak atas konten yang dimuat dalam media.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Agung Suprio mengaku sudah menerima laporan masyarakat soal pemeran Zahra di sinetron Suara Hati Istri Indosiar yang dimainkan Lea Ciarachel yang masih berusia 15 tahun. Pihaknya mengaku akan melakukan verifikasi secara menyeluruh tentang aduan tersebut sebelum mengeluarkan sanksi.
Agung mengatakan, insan film memang seyogyanya memerankan karakter yang sesuai dengan usianya. Namun yang menjadi fokus KPI lebih kepada apakah sinetron tersebut mempromosikan soal pernikahan dini atau tidak.
“Ya boleh anak di bawah umur (main sinetron), kecuali temanya, jangan pernikahan dini,” kata Agung kepada kumparan, Rabu, (2/6).
ADVERTISEMENT
Agung melanjutkan, jika ditemukan pelanggaran sesuai UU Penyiaran, maka akan diberikan dua kali teguran tertulis. Jadi tidak langsung menghentikan tayangan tersebut.
“Pelanggaran kan jelas jenisnya banyak. Orang ngerokok aja, kelihatan ngerokoknya itu pelanggaran. Sanksi akan lebih berat kalau pelanggaran itu ditayangkan di jam tayang anak, ada klasifikasinya,” lanjut Agung.
Sekarang kita bahas dari sudut pandang UU Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 71 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 memang disebutkan bahwa anak diperbolehkan melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
Ketentuan ini berlaku dengan sejumlah syarat yang menyertai, yakni adanya pengawasan orang tua, waktu kerja tidak lebih dari tiga jam, serta lingkungan kerja yang tidak mengganggu perkembangan fisik, mental dan sosial.
Namun kenyataan di lapangan seringkali tidak sesuai dengan aturan. Seperti dalam salah satu penelitian yang dilakukan Lintang Ratri, Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Diponegoro dan Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran. Ratri menyorot proses produksi sinetron Raden Kian Santang (RKS) pada 2014 lalu.
ADVERTISEMENT
“Pada produksi “RKS”, anak-anak dipekerjakan lebih dari tiga jam dalam sehari, melebihi pukul 18.00—bahkan lewat dari tengah malam—selama tujuh hari sepekan. Jam kerja ini jelas sudah melanggar amanat UU Perlindungan Anak dan UU Ketenagakerjaan,” ujar Ratri dalam ulasannya yang juga dimuat di Remotivi.
Sementara dalam pasal 20 UU Perfilman No.33 Tahun 2009, disebutkan bahwa perlindungan hukum untuk insan perfilman anak-anak di bawah umur harus memenuhi hak-hak anak dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Ratri yang dimaksud perlindungan hukum untuk insan perfilman anak-anak di bawah umur adalah “terutama perlindungan mengenai  pemenuhan hak belajar dan hak bermain”.
Lea Ciarachel. Foto: Instagram/@ciarachelfx_
“Hanya saja, di bawah UU ini memang tidak ada peraturan menteri atau keputusan menteri yang kemudian mengatur teknis pelaksanaan perlindungan hak anak. Dalam UU ini pun, tidak disebutkan sanksi terhadap pihak yang terbukti tidak memberlakukan perlindungan terhadap hak anak dalam pembuatan film,” tulisnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut dalam penelitian Ratri disebutkan bahwa di Amerika Serikat, kehadiran para artis anak disertai dengan perlindungan hukum atas hak anak. Dalam keterangan di situs Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat disebutkan bahwa dari 50 negara bagian, 36 negara bagian memiliki regulasi child entertainment dan lebih dari separuhnya memberlakukan izin kerja (work permit) bagi anak yang bekerja di industri hiburan.
Salah satu negara bagian di AS, California, memiliki Hukum Pekerja Anak, yang dikeluarkan Departemen Hubungan Industrial, Divisi Standar Pelaksanaan Tenaga Kerja pada 2013. Di dalamnya tercantum pengaturan mengenai industri hiburan sebanyak sepuluh halaman yang secara rinci mengatur perlindungan hak anak yang bekerja di industri hiburan.
Misalnya, anak-anak tidak boleh bekerja selama jam sekolah dan anak-anak yang ingin bekerja di industri hiburan harus memiliki izin bekerja. Jam bekerja dan fasilitas yang harus disediakan juga diatur oleh negara dan harus dipatuhi oleh perusahaan yang mempekerjakan.
ADVERTISEMENT
“Aturan di Amerika Serikat tersebut secara jelas menunjukkan kepedulian untuk melindungi hak anak ketika anak dilibatkan dalam industri hiburan,” tulis Ratri.
kumparan sudah menghubungi Indosiar untuk berkomentar soal polemik sinetron Suara Hati istri, namun belum mendapat jawaban.