Review Film How to Make Millions Before Grandma Dies: Relate dan Bikin Nangis

21 Mei 2024 17:54 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Film How to Make Million Before Grandma Die Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Film How to Make Million Before Grandma Die Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Warisan tidak meninggalkan sesuatu untuk orang-orang. Warisan meninggalkan sesuatu kepada orang."
ADVERTISEMENT
Kata-kata Peter Strople di atas sangat pas untuk menggambarkan interaksi antar tokoh M (Billkin Putthipong) dan Meng Ju (Tae Usa), nenek dari M yang mengidap kanker.
Keduanya mempertontonkan bagaimana warisan harta itu bukan segalanya lewat film How to Make Millions Before Grandma Dies.
Melalui M, kita belajar dan harus mengakui bahwa warisan bukan sekadar harta. Dengan dasar kasih sayang dan ketulusan tanpa pamrih, M mendapat warisan yang jauh lebih besar; warisan kehidupan yang tak mungkin lapuk dimakan waktu sampai kapan pun.

Cerita Film How to Make Millions Before Grandma Dies

Disutradarai oleh Pat Boonnitipat, film ini bergerak sejak karakter M membuat keputusan mengejutkan untuk berhenti dari pekerjaannya dan berpindah ke rumah neneknya, Meng Ju.
ADVERTISEMENT
Motif di balik keputusan tersebut tidak semata untuk menjadi cucu yang berbakti. M baru mengetahui bahwa neneknya mengidap kanker, dan dia melihat kesempatan ini sebagai peluang untuk mengambil warisan sang nenek.
Dengan tekad yang kuat, M memulai perjalanan yang penuh tantangan untuk mencapai tujuannya. Namun, di tengah jalan, dia harus menghadapi berbagai rintangan dan pertentangan, termasuk pertarungan internal dengan dirinya sendiri tentang moralitas dan kebenaran.
Momen dilematis itu yang membuat rasa ingin menguasai warisan berubah menjadi kasih sayang yang terluapkan. M pada akhirnya sadar, ketulusan adalah akar dari cinta dan hal tersebut sebenarnya lebih kaya dibandingkan harta warisan.
Film How to Make Million Before Grandma Die Foto: Dok. Istimewa

Angkat Realitas Hidup yang Dekat dengan Penonton

Sutradara Pat mengangkat hal yang sangat dekat dengan penonton pada umumnya. Interaksi keluarga, persoalan warisan dan relasi kuasa antar kakak beradik menjadi motif utama yang menggerakkan cerita film ini.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan keluarga sederhana di Thailand bisa jadi sangat relate dengan keluarga Indonesia pada umumnya. Sebagai contoh, tiga anak Meng Ju selalu berkunjung setiap hari minggu. Hal ini mengingatkan kita pada kebiasaan berkunjung ke rumah nenek setiap hari minggu.
Selain itu, beberapa kesederhanaan seperti memasak air hangat setiap pagi, mengantar nenek ke pasar, membantu memandikan nenek yang sakit adalah kebiasaan yang harus dijalani M dan sangat relate dengan kehidupan banyak orang.
Pat berusaha mengangkat situasi manusiawi yang akrab agar penonton tetap bertahan di tengah durasi film yang cukup lama. Ini adalah cara Pat agar film berdurasi 2 jam 7 menit ini tidak membosankan, meskipun sebagian besar hanya mengangkat interaksi keseharian antara M dan neneknya.
ADVERTISEMENT

Elemen Visual

Patut diakui, elemen visual yang digunakan dalam film ini sangat bagus dan terukur. Tidak lebih dan tidak kurang, Pat memaksimalkan setiap benda, warna, dan ruang dalam film ini begitu pas pada porsinya.
Salah satu yang menarik adalah ketika Pat mengambil scene penutup yang mengejutkan. Tokoh M mendapat telepon dari bank bahwa ternyata neneknya sudah membuat tabungan deposito sejak M kecil. Tabungan itu jumlahnya mencapai sekitar 36 juta Bath yang dikhususkan bagi M.
Momen flashback itu dibuat tepat ketika kereta api berjalan mundur berlawanan ke arah M. Sebaliknya, ketika cerita maju ke masa kini, kereta api itu juga bergerak maju dari arah belakang M.

Tangisan Tanpa Suara

Menurut pendapat pribadi penulis, salah satu yang men-trigger penonton untuk menangis ketika menyaksikan film ini adalah setiap tokohnya menangis tanpa suara.
ADVERTISEMENT
Baik M, neneknya, maupun anak-anak sang nenek sama sekali tak bersuara ketika menangis. Setiap tokoh punya kesedihan sendiri, tetapi mereka selalu menyembunyikan tangisan itu satu sama lain.
Mereka memalingkan wajah satu sama lain, berharap agar tak ada orang lain yang melihat kesedihannya.
Tanpa ada tangisan yang menggebu atau perasaan duka yang diluapkan secara heboh, Pat membuktikan bahwa alur cerita yang baik bisa menyentuh hati banyak orang dan membuat mereka menangis.

Cerita Bertele-tele

Sayangnya, di beberapa bagian film ini, ada scene yang kesannya terlalu bertele-tele. Misalnya, ketika Pat pindah ke rumah nenek dan menjalani keseharian. Ada beberapa momen yang tampaknya bisa dipotong karena tidak terlalu penting.
Padahal scene tersebut bisa saja diganti dengan hal yang lebih relatable dengan tokoh utama sang nenek. Misalnya keterangan medis soal kanker usus stadium 4 yang mengakibatkan kematian dalam waktu yang singkat. Mungkin dokter bisa lebih detail menjelaskan, kanker jenis apa yang diidap Mang Ju? Dan kenapa kemoterapi tak mampu meringankan sakitnya?
ADVERTISEMENT
Hal itu sebenarnya bisa membuat penonton lebih paham dan menerima kenyataan yang dialami tokoh sang nenek.
Di balik segala kekurangannya, film How to Make Millions Before Grandma Dies telah menarik perhatian banyak orang sejak pengumuman rilisnya. Di Indonesia, banyak orang yang curhat lewat platform Twitter (x) bahwa film tersebut membuat mereka banjir air mata.
M mengajarkan kepada kita bahwa ada hal-hal yang perlu dan tak perlu ditangisi dalam sebuah fase duka. Kita bisa belajar dari karakter M, bahwa cinta bisa mengalahkan harta.
M perlu menangis karena kehilangan sang nenek. Namun, M juga layak bahagia karena telah mempertontonkan makna ketulusan seutuhnya.