Sudah Saatnya Mengubur Istilah Pelakor

26 Februari 2018 17:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasangan Yang Sedang Selingkuh (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Pasangan Yang Sedang Selingkuh (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
"Ini duwek, ni duwek. Butuhmu karo bojoku duwek tok, panganen. Kenek kui mok gawe tuku omah. Ki duwek, nyoh!"
ADVERTISEMENT
Ini uang, nih uang. Kamu butuh uang dari suamiku, nih makan. Bisa nih uang untuk beli rumah. Nih uang, nih!
Kira-kira begitulah arti dari ucapan Bu Dendy sambil terengah melempari perempuan di hadapannya dengan pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. Perempuan berkerudung merah bernama Nylla Nylala itu tertunduk dan semakin merunduk, dihujani uang dan cacian.
Sementara Pak Dendy--tentu saja--suami Bu Dendy, anteng bertopang kaki di belakang istrinya menyaksikan adegan tersebut. Sungguh pemandangan yang janggal.
Ia yang berselingkuh tampak begitu tenang melihat selingkuhannya dicaci maki sang istri.
Video itu seketika saja viral. Sebagian besar pembahasan dan komentar berputar di antara Bu Dendy yang nyawer duit dan Nylla Nylala yang disebut pelakor--perebut (le)laki orang.
ADVERTISEMENT
Entah dari mana datangnya istilah tersebut. Pelakor memang menempatkan perempuan sebagai subjek, tapi subjek yang merebut pasangan orang lain alias yang dipersalahkan. Membuat kita bertanya-tanya, apakah laki-laki hanyalah objek pasif, yang tak berdaya, dan bisa direbut?
Bu Dendy (Foto: Facebook/ Ovie Ovie)
zoom-in-whitePerbesar
Bu Dendy (Foto: Facebook/ Ovie Ovie)
Tak pernah ada yang tahu awal mula pasti kemunculan istilah pelakor. Sebagian menyebut populer sejak 2017 dan diramaikan akun gosip di instagram @lambe_turah. Jika berdasarkan hasil pencarian Google Trend, istilah pelakor muncul di minggu ke-12 tahun 2017 (26 Maret-1 April).
Di minggu itu ramai berita curhatan seorang dokter melalui akun instagram @nengkys tentang perselingkuhan sang suami yang baru dinikahinya 2 bulan. Setelah viral di media sosial, postingan tersebut kini telah dihapus.
ADVERTISEMENT
Istilah ini agaknya--tak bisa dipungkiri--meledak setelah heboh berita perselingkuhan Jennifer Dunn dengan Faisal Harris. Video Jennifer Dunn dilabrak oleh anak Faisal Harris, Shafa Aliya, di sebuah mall saat itu juga viral di media sosial.
Google Trend: Pelakor (Foto: Google Trend)
zoom-in-whitePerbesar
Google Trend: Pelakor (Foto: Google Trend)
Pihak perempuan dalam isu perselingkuhan seringkali menjadi sorotan. Entah sebagai subjek yang salah karena merebut suami orang atau salah karena membiarkan suaminya direbut orang lain.
Tengok saja kasus-kasus lainnya seperti Mulan Jameela-Maya Estianti-Ahmad Dhani atau Mayang Sari-Bambang Trihatmodjo-Halimah. Perempuan agaknya menjadi sosok yang paling disorot oleh publik.
Sebelum istilah pelakor ini lahir, sebenarnya istilah “selingkuhan”--yang lebih netral--lebih dulu digunakan. Munculnya istilah pelakor ini seolah menjadi bentuk hukuman bagi mereka--perempuan--yang dipandang sebagai satu-satunya pihak bersalah di balik perselingkuhan.
Ilustrasi selingkuh. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi selingkuh. (Foto: Thinkstock)
Istilah itu seakan menambah daftar frase yang menyudutkan perempuan seperti janda kembang--yang seringkali diidentikkan dengan penggoda--dan cabe-cabean, perempuan muda yang juga dianggap sebagai penggoda.
ADVERTISEMENT
Penyebutan pelakor di berbagai media, tak jarang disertai pula dengan caci maki dan hujatan.
Sebuah artikel di The Conversation yang ditulis Nelly Martin lantas mencoba untuk mendedah posisi istilah pelakor yang marak digunakan. Istilah yang seakan menjadi hukuman ini menempatkan perempuan sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab dan pantas disalahkan dalam ihwal perselingkuhan.
Dalam tulisannya, Nelly menjelaskan bagaimana istilah pelakor menempatkan perempuan sebagai perebut--subjek aktif dalam tindak perselingkuhan, sementara laki-laki ditempatkan sebagai pihak yang tak berdaya.
“Secara sosiolinguistik, istilah ini sangat berpihak pada laki-laki, karena seringkali muncul dalam wacana keseharian tanpa istilah pendamping untuk laki-laki dalam hubungan tersebut,” tulis Nelly.
Sementara, persebaran dan penggunaan istilah pelakor menempatkan perempuan sebagai pihak tunggal, tak jarang menutupi--atau sengaja membuat absen--keterlibatan laki-laki dalam tindak perselingkuhan. Padahal, sudah jelas perselingkuhan pasti melibatkan dua atau lebih pihak untuk menjalaninya.
ADVERTISEMENT
Namun, tentu saja, laki-laki yang tak setia rasanya jarang disebut-sebut saat sebuah perselingkuhan terungkap. Hanya istilah pelakor yang marak digunakan dan identitas perempuan ‘pelakor’ saja yang banyak dicari hingga diekspos secara terang-terangan.
Kasus Bu Dendy, misalnya, menyoroti Nylla sebagai selingkuhan dan murahan--terlebih dengan adegan saweran uang itu. Wajahnya, akun Facebooknya, dan berbagai info tentangnya banyak dicari tahu.
Jika bukan ia, maka profil dan potret Bu Dendy-lah yang banyak terpampang. Nylla, bukan satu-satunya perempuan yang dipersalahkan. Dalam hal ini Bu Dendy juga dituding sebagai istri yang gagal.
Sebabnya?
Ia dipandang terlalu gila bekerja yang membuat Pak Dendy pergi mencari sosok lain bagi dirinya.
ADVERTISEMENT
Kecenderungan untuk menyalahkan perempuan sebagai pelakor atau istri yang gagal menjadi tameng bagi kesalahan laki-laki adalah salah satu gambaran bias negatif terhadap perempuan.
Dalam banyak kasus perselingkuhan, perempuan yang dituding pelakor sering kali dianggap sebagai pihak yang secara sengaja merebut dan merusak kebahagiaan rumah tangga orang lain.
Alasan di Balik Perselingkuhan (Foto: Sabryna Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Alasan di Balik Perselingkuhan (Foto: Sabryna Muviola/kumparan)
Sementara sang istri yang dianggap sebagai korban, juga tak luput dari tuduhan dan gunjingan. Ia dianggap sebagai istri yang gagal, sebab kurang baik dalam menjaga suaminya, sehingga wajar jika ia diselingkuhi dan suaminya direnggut oleh perempuan lain.
Sedang laki-laki? Iya, dia memang salah karena sudah tak setia. Namun, ia lalu diwajarkan--toh ia tak dilayani dengan baik oleh istri yang notabenenya adalah korban, kan?
ADVERTISEMENT
Does it sound fair? No. At all.
Terkait hal ini, Nelly dalam tulisannya pun mengingatkan masyarakat kembali untuk melihat sebuah kasus perselingkuhan tak hanya dari satu pihak, melainkan dua belah pihak, yakni perempuan dan laki-laki.
Ia melanjutkan, jika istilah pelakor digunakan dalam tindak perselingkuhan, maka sudah sepatutnya istilah pebinor (perebut bini orang) atau letise (lelaki tidak setia) bisa turut diperkenalkan dan dipakai untuk menandingi istilah pelakor.
Istilah pebinor atau letise ini disematkan pada pihak laki-laki yang dituding merusak hubungan sepasang kekasih. Namun, tentu saja, istilah ini tak sepopuler dan ramai disebut-sebut oleh para netizen budiman.
ADVERTISEMENT
Namun, terlepas dari seluruh penggunaan istilah bernada negatif yang disematkan pada seseorang dalam perselingkuhan, mungkin sudah saatnya mencukupi diri untuk terlalu jauh mengomentari kehidupan pribadi orang lain.
Masalah perselingkuhan Pak Dendy, Bu Dendy, dan Nylla cukup menjadi urusan dapur mereka. Lagi pula, apa untungnya beramai-ramai menyalah-benarkan orang lain?
===============
Simak ulasan mendalam lain dengan mengikuti topik Outline!