Konten dari Pengguna

Eksplorasi Kontroversial tentang Koneksi antara Psikologi dan Paranormal

Khofifah Nur Khasanah
Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Airlangga
12 Juni 2023 6:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khofifah Nur Khasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hantu. Foto: ShutterStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hantu. Foto: ShutterStock
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda merasa merinding, seolah-olah ada sesuatu yang tidak terlihat mengawasi Anda? Atau mungkin Anda pernah mengalami dejavu, suatu perasaan familiar akan suatu tempat atau peristiwa yang seharusnya asing bagi Anda?
ADVERTISEMENT
Anda mungkin berpikir bahwa fenomena ini berada di luar jangkauan penjelasan ilmiah, dan segera memasukkannya ke dalam kategori "paranormal". Namun, psikologi mungkin memiliki jawaban yang lebih berpijak di dunia nyata.
Meski beberapa orang mungkin merasa tidak nyaman menghubungkan psikologi dengan hal-hal yang biasanya dianggap "paranormal", ada hubungan yang mendalam dan menarik di antara keduanya.
"Dalam kegelapan pikiran manusia, terletak misteri yang lebih dalam daripada yang bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan," kata Carl Jung, psikolog terkenal yang teorinya seringkali membawa kita ke arah yang mistis.
Ilustrasi konsultasi dengan psikolog saat pandemi COVID-19. Foto: Shutter Stock
Pertama-tama, mari kita lihat fenomena dejavu. Penelitian psikologi telah menemukan bahwa dejavu biasanya terjadi ketika ada kesalahan dalam proses memori. Seolah-olah otak kita "tersandung", menciptakan ilusi bahwa kita telah mengalami sesuatu sebelumnya ketika sebenarnya tidak.
ADVERTISEMENT
Jadi, bukannya bukti dari kehidupan masa lalu atau dimensi lain, dejavu mungkin hanyalah hasil dari kawat otak kita yang sedikit kusut.
Selanjutnya, hantu dan makhluk gaib lainnya. Sering kali, perasaan kita bahwa ada "sesuatu" yang tidak terlihat di sekitar kita bisa dijelaskan oleh fenomena psikologis yang dikenal sebagai "Agent Detection".
Evolusi telah membentuk kita untuk mendeteksi adanya agen atau niat di balik berbagai peristiwa. Ini sangat membantu jika Anda hidup di zaman prasejarah dan perlu tahu apakah suara mendesing di semak-semak adalah angin atau harimau yang lapar. Tetapi dalam keadaan yang kurang mengancam, mekanisme ini bisa membuat kita melihat hantu di mana-mana.
Ilustrasi hantu. Foto: Shutterstock
Namun, bukan berarti bahwa psikologi menolak semua hal yang dianggap paranormal. Dalam beberapa kasus, psikologi mengakui bahwa ada fenomena yang belum dapat dijelaskan secara ilmiah. Psikologi transpersonal, misalnya, mengeksplorasi fenomena seperti keadaan kesadaran yang diubah, pengalaman mistis, dan bahkan reinkarnasi.
ADVERTISEMENT
Namun, pengakuan terhadap misteri ini tidak berarti menyerah pada penjelasan ilmiah. Seperti yang dikatakan oleh Neil deGrasse Tyson, "Ketika ilmu pengetahuan belum dapat memberikan jawaban, itu bukanlah bukti bahwa ada jawaban metafisik atau supernatural. Ini hanya berarti bahwa ilmu pengetahuan belum menemukan jawabannya."
Sekarang, bagaimana jika kita melihat ke dalam fenomena 'mimpi'? Apakah itu benar-benar pesan dari alam semesta, atau hanya sekadar permainan otak kita? Sigmund Freud, bapak psikoanalisis, percaya bahwa mimpi adalah jalan menuju pemahaman bawah sadar kita.
Dia berargumen bahwa mimpi adalah representasi simbolis dari keinginan dan ketakutan terdalam kita. Jadi, jika Anda bermimpi tentang terbang, itu mungkin lebih tentang keinginan Anda untuk merasa bebas daripada prediksi bahwa Anda akan tiba-tiba mengembangkan kemampuan levitasi.
Ilustrasi UFO. Foto: Shutterstock
Beranjak dari konteks personal, fenomena paranormal sering kali memiliki dimensi sosial yang kuat. Misalnya, histeria massa dan penampakan UFO. Psikologi sosial mengungkapkan bagaimana tekanan kelompok dan fenomena 'pikiran kelompok' dapat mempengaruhi persepsi individu dan kolektif kita tentang realitas. Jadi, jika satu orang mengatakan mereka melihat alien, orang lain dalam grup tersebut mungkin mulai melihatnya juga.
ADVERTISEMENT
Sebagai ilmuwan sosial dan psikolog, adalah tugas kita untuk mendekati fenomena ini dengan pikiran terbuka namun kritis. Seperti yang pernah dikatakan oleh Carl Sagan, "Aku mencoba melihat dunia sebenarnya dan menerima dunia itu, tidak menolaknya, tidak meremehkannya, tidak merasa takut dengannya. Cara terbaik untuk mengetahui apa yang ada di luar sana adalah melihatnya, dengan pikiran terbuka dan penuh keraguan."
Hal ini tidak hanya relevan dalam lingkup paranormal, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan kita. Kita harus selalu berusaha memahami, bukan menghakimi; mendengar, bukan menolak; dan menjelajahi, bukan takut.
Ilustrasi konsultasi dengan psikolog. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Seperti yang ditulis dalam Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu."
ADVERTISEMENT
Dalam kontroversi antara psikologi dan paranormal, tidak ada jawaban yang pasti. Keduanya, bagaimanapun, mengajukan pertanyaan yang sama: apa arti menjadi manusia? Apa yang terjadi setelah kita mati? Apakah ada lebih banyak di dunia ini daripada yang bisa kita lihat dan rasakan? Dan, mungkin yang paling penting, bagaimana kita bisa menjalani kehidupan yang lebih baik dan lebih memahami diri kita dan orang lain?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita mungkin perlu melampaui batas-batas disiplin ilmu kita dan berani melihat ke dalam kegelapan yang belum dipahami. Siapa tahu, kita mungkin menemukan lebih banyak tentang diri kita daripada yang kita kira.