Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hallyu Wave Sebagai Medium Bisnis di Indonesia
22 Desember 2018 17:08 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
ADVERTISEMENT
Kamu mungkin sudah tidak asing dengan nama Blackpink. Selama beberapa bulan terakhir, sosok girlband besutan YG Entertainment ini dapat dengan mudahnya kamu temui di mana-mana—mulai di layar ponselmu, di papan iklan, di TV, bahkan di TransJakarta.
ADVERTISEMENT
Kemunculan Blackpink yang sangat masif di Indonesia tak lepas dari andil Shopee, platform e-commerce asal Singapura yang sudah meneken kontrak eksklusif bersama Blackpink selama setahun ke depan. Sejak 19 November 2018, Lisa, Jisoo, Jennie, serta Rose resmi diumumkan sebagai brand ambassador regional perusahaan berlambang oranye itu. Artinya, hingga, 2019, Shopee akan terus berkolaborasi dengan Blackpink di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Fenomena ini sangat menarik. Sebab, sejak gelombang budaya populer Korea Selatan, Hallyu Wave, menerpa Indonesia pada sekitar tahun 2000-an, baru kali ini ada grup idola K-Pop yang melakukan promosi begitu masif di Indonesia.
Meski belum pernah menggelar konser solo di sini, grup itu telah menghiasi TV nasional, juga telah menyapa penggemar dalam penampilan singkat di acara ‘Shopee Road to 12.12 Birthday Sale’ pada 19 November 2018.
ADVERTISEMENT
Untuk mengetahui lebih banyak soal keputusan Shopee dalam bekerja sama dengan Blackpink, kumparanK-Pop berbincang dengan Rezki Yanuar, Country Brand Manager Shopee. Kepada kami, Rezki menjelaskan, keputusan ini diambil karena Blackpink yang dianggap sedang sangat populer, juga karena pasar penggemar K-Pop di Indonesia sangatlah potensial.
“K-Popers di Indonesia ternyata luar biasa. Dan ini kembali lagi, Blackpink pun juga menjawab kemauan dari millenials dan target market kita sekarang,” ujar Rezki saat ditemui dalam kantor Shopee di kawasan SCBD, Jakarta, Selasa (18/12).
Rezki memaparkan, pasar K-Pop di Indonesia dinilai memiliki daya beli yang cukup bagus. Tak cuma itu, rata-rata, pasar ini memiliki keterikatan (attachment) yang kuat dengan brand ambassador-nya.
Hal ini mulai terlihat sejak digelarnya ‘Meet Lisa’, acara fan meeting dengan Lisa Blackpink yang sekaligus menandai diluncurkannya YG Official Store dan Moonshot (produk makeup milik YG) di Shopee, pada Agustus 2018. Ketika itu, 3.000 barang yang dijual sebagai syarat menonton acara tersebut ludes dalam 12 menit saja.
ADVERTISEMENT
“Di situ kelihatan banget, ternyata efek orang dan antusiasmenya itu luar biasa. Dan itu menambah kepedean kita untuk bekerja bareng sama Blackpink,” tutur pria berkacamata tersebut.
Tak cuma itu, sekitar 8.000 barang juga terjual habis sebelum penampilan Blackpink di acara ‘Shopee 12.12 Birthday Sale’. Padahal, harga barang-barang ini tidak murah, yaitu dalam kisaran Rp 200 ribu-Rp 1 juta.
Secara lebih lanjut, Rezki menjelaskan, ada beberapa keuntungan yang diterima Shopee setelah bekerja sama dengan Blackpink. Pertama, tingginya jumlah transaksi selama rangkaian acara Birthday Sale (19 November-12 Desember 2018) yang mencapai hingga 5,4 juta transaksi per hari. Kedua, meningkatkan awareness publik terhadap Shopee. Pada Q4 atau perempat akhir tahun 2018, mereka melihat lonjakan user yang cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
“Kita melihat, dampak dari branding yang kreatif itu juga memberikan pengaruh yang cukup besar untuk membuat orang lebih interest ke Shopee. Untuk coba daftar, mencoba Shopee, dan akhirnya mereka berbelanja dan attach sama kita,” paparnya.
Selain itu, setelah bekerja sama dengan Blackpink, pihaknya juga melihat peningkatan dalam sektor hobi. Sebab, produk resmi YG Official Store—mulai dari lightstick, album, hingga aneka merchandise lainnya—berada dalam kategori tersebut.
Sumbangsih Hallyu Wave Terhadap Bisnis Korea-Indonesia
Kasus Blackpink dan Shopee mungkin bisa menjadi gambaran seperti apa Hallyu Wave, dalam hal ini K-Pop, membantu bisnis Korea Selatan di Indonesia. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah, sebetulnya seberapa besar ‘sumbangan’ Hallyu Wave dalam bisnis antara Korea dan Indonesia?
ADVERTISEMENT
Menurut Fitri Nur Arifenie, assistant manager divisi Market Research dari KOTRA (Korea Trade Investment Promotion Agency) Jakarta, produk yang dipengaruhi Hallyu Wave—seperti makanan, minuman, dan kosmetik—bukanlah komoditas ekspor utama Korea Selatan. Fitri memaparkan, produk impor dari Korea masih didominasi oleh komoditas seperti minyak, mesin, juga petrokimia.
“Sebenarnya, kalau kebudayaan K-Pop itu kan di teenage, ya. Cuma, kalau bisnis itu kan adults. Jadi kalau boleh dibilang sih belum banyak membantu,” ujar Fitri saat ditemui di kantor KOTRA Jakarta, Sudirman, Rabu (19/12).
Meski demikian, Fitri tidak memungkiri bahwa barang-barang yang terjual karena imbas Hallyu Wave nantinya bisa naik peringkat menjadi daftar komoditas utama Korea Selatan. Misalnya, dari sektor kosmetik.
Karena, meskipun nilainya masih belum setinggi penjualan elektronik atau mesin, tren penjualan barang-barang yang terdampak Hallyu Wave ini terus naik.
ADVERTISEMENT
“Itu bisa ke depannya (masuk 10 besar). Karena kosmetik cukup digemari di sini. Kosmetik ini bukan cuma masker, ada semacam alat, filler, atau enggak untuk bikin v shape (agar wajah berbentuk V). Dan itu masuknya selain drugstore, dia masuk juga ke klinik-klinik kecantikan, kayak gitu,” tuturnya.
Simak ulasan lengkapnya dalam konten spesial kumparan dengan follow topik Hallyu Wave Serbu Indonesia .