Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Penting untuk orang tua sadari bahwa anak tumbuh bukan hanya sekadar fisik, tapi juga emosionalnya. Salah satu ciri perkembangan emosional anak adalah cara ia menunjukkan rasa senang, bahagia, sedih, frustasi, kekecewaan, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, karena keterbatasan bahasa dan masih sulit mengenali emosinya sendiri, sering kali si kecil berakhir tantrum. Ya Moms, tantrum adalah suatu bentuk luapan emosi tidak terkontrol dalam bentuk perilaku agresif serta reaksi amarah yang berlebihan pada anak.
Biasanya tantrum dialami oleh balita pada usia 15 bulan sampai 6 tahun. Perilaku tantrum ini biasanya bisa ditandai dengan amukan seperti gabungan tingkah laku menjerit, melempar barang, membuat tubuh kaku, menangis, memukul, berguling-guling di lantai, atau tak mau beranjak dari tempat tertentu. Jika sudah begini, jangan langsung terpancing emosi, Moms. Tapi kenali dulu penyebab-penyebabnya.
Frustasi
Tantrum adalah ekspresi frustasi si kecil ketika ia tidak mampu melakukan suatu aktivitas yang mereka coba. Seperti mengambil satu benda di atas lemari atau sulit untuk menyusun balok karena terus saja roboh.
ADVERTISEMENT
Keinginan yang Tidak Dituruti
Ketika keinginan si kecil tidak dituruti, biasanya ia akan menjadi tantrum. Misalnya Anda tidak memberikan mainan yang dia inginkan, kemudian anak pun akan bereaksi berlebihan seperti berteriak atau bahkan menyakiti dirinya sendiri.
Mencari Perhatian
Anak-anak yang tantrum sebenarnya hanya ingin mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Misalnya ia bertingkah seolah-olah menjadi anak baik-baik demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebaliknya, ia juga akan menarik perhatian orang dewasa dengan cara memprotes berbagai hal.
Jika sudah begini, menurut Dokter Spesialis Anak dr. Citra Amelinda, SpA, M.Kes, IBCLC, orang tua harus memiliki aturan yang konsisten dan fleksibel untuk memberi pilihan kepada anak.
"Misalnya si anak memaksa mau pakai sandal, padahal kita mau ke undangan resmi dan harus memakai sepatu. Anda harus tetap tenang dan pakaikan anak sepatu. Kalau tetap berguling-guling, ya sudah tidak perlu ikut. Anak nanti akan belajar bahwa setiap keputusan ada konsekuensinya," tulisnya dalam akun Instagram resminya @/citra_amelinda.
ADVERTISEMENT
Selain itu, orang tua juga perlu menghindari prasangka buruk terhadap anak. Selalu ingin mendapatkan apa yang diinginkannya adalah salah satu ego anak yang perlu kita bantu arahkan bahwa semua kehendaknya ia itu, tidak harus terjadi saat itu juga. Dan orang tua juga perlu menyadari, bahwa anak membutuhkan arahan bagaimana mengenali emosi nya sendiri. Jadi jangan melabeli si kecil itu anak bandel yang susah diatur ya, Moms!