3 Jenis Gagap pada Anak

6 Juni 2022 19:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak gagap. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak gagap. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda, termasuk dalam kemampuan bicaranya. Salah satu masalah ketidaklancaran berbicara yang bisa dialami anak adalah gagap.
ADVERTISEMENT
Mengutip laman resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), gagap atau dikenal dengan istilah stuttering merupakan kondisi di mana anak mengalami ketidaklancaran bicara dalam bentuk pengucapan kata maupun aliran kalimat. Keluhan gagap seringkali diikuti dengan keluhan lain seperti mata berkedip-kedip, dahi berkerut-kerut, tangan mengepal atau bergerak tak terkendali dan tremor.
Ilustrasi anak gagap. Foto: Shutter Stock
Kondisi ini biasanya terjadi pada anak usia 3 - 5 tahun, dan akan normal kembali dalam waktu 6 bulan sampai usia sekolah. Namun, sekitar 1 persen dari populasi anak yang mengalami gagap akan berlanjut hingga dewasa.
Selain mengganggu tumbuh kembang anak, gagap bisa membuat anak menjadi tidak percaya diri saat bersosialisasi. Tak jarang mereka menjadi korban bully.
IDAI menyatakan, derajat gangguan ini dapat bervariasi, tergantung jenis dan tingkat keparahan setiap anak. Di samping itu, anak laki-laki berisiko 3 - 4 kali lipat lebih mungkin mengalami gagap daripada anak perempuan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Mom Junction, berikut jenis gagap yang bisa dialami anak-anak.

Mengenal 3 Jenis Gagap pada Anak

1. Gagap perkembangan
Gagap perkembangan adalah jenis yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Kondisi ini disebabkan oleh kelainan bawaan pada sistem saraf anak sehingga mengganggu kelancaran bicaranya. Umumnya anak dengan gagap perkembangan sulit mengidentifikasi dan mengekspresikan apa yang mereka butuhkan melalui kata-kata.
Ilustrasi anak gagap perkembangan. Foto: Thinkstock
2. Gagap neurogenik
Gagap neurogenik disebabkan oleh cedera otak pada anak. Cedera otak bisa disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya akibat benturan kepala. Jadi, bila si kecil pernah mengalami benturan di kepala, sebaiknya lakukan pemeriksaan untuk mengesampingkan kemungkinan anak mengalami gagap di kemudian hari. Selain itu, anak yang mengalami gangguan syaraf dan otot yang berperan dalam kemampuan bicara pun juga berisiko mengalami gagap neurogenik.
ADVERTISEMENT
3. Gagap psikogenik
Jenis gagap psikogenik umumnya jarang dialami anak-anak. Namun, anak yang mengalami stres emosional hingga trauma psikologis berkepanjangan juga berisiko mengalaminya.
Ilustrasi anak stres. Foto: Shutterstock
Nah, bila si kecil sudah menunjukkan gejala-gejala gagap seperti pengulangan kata, pemanjangan ucapan kalimat, atau ragu-ragu dalam mengucapkan suatu kata dan kalimat, jangan langsung menekan atau memarahinya agar segera menuntaskan apa yang ingin dikatakan, Moms. Sebab, anak yang mengalami gagap perlu waktu untuk mencerna apa yang akan dikatakan.
Oleh karena itu, sebaiknya orang tua dapat melatih anak yang mengalami gagap untuk bicara perlahan, menggunakan kalimat lebih singkat, dan perlu menciptakan suasana tenang dan nyaman untuk berbicara dengan anak.