3 Masalah Gizi Anak Indonesia yang Perlu Diwaspadai: Stunting, Anemia, Obesitas

24 Juni 2022 12:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Stunting, anemia, dan obesitas merupakan masalah gizi pada anak yang perlu diwaspadai. Hal itu dibuktikan oleh hasil penelitian terbaru South East Asian Nutrition Surveys kedua (SEANUTS II) yang menemukan bahwa prevalensi ketiganya masih cukup tinggi dialami oleh anak - anak.
ADVERTISEMENT
Triple Burden of Malnutrition yang terdiri dari kekurangan gizi, kekurangan gizi zat mikro, dan kelebihan berat badan atau obesitas merupakan masalah kesehatan yang seringkali terjadi secara berdampingan pada anak.
Penelitian yang dilakukan di empat negara Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam ini juga menemukan bahwa anak - anak di bawah usia 5 tahun belum memenuhi asupan gizi cukup yang direkomendasikan untuk tumbuh kembang yang sehat.
Ilustrasi anak gizi buruk. Foto: Eissa Alragehi/REUTERS
Di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera, sebesar 28,4 persen anak mengalami stunting. Artinya, satu dari 3,5 anak memiliki perawakan pendek.
Sementara itu, sebesar 25,8 peren anak di bawah usia 5 tahun mengalami anemia, dan hampir 15 persen anak usia 7 - 12 tahun mengalami obesitas.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, penelitian skala besar yang dilakukan oleh FrieslandCampina melalui Frisian Flag Indonesia sejak September 2019 silam berfokus di wilayah Indonesia, yaitu di pulau Jawa dan Sumatera. Sebab, keduanya memiliki jumlah anak - anak paling banyak di Indonesia.
“Setelah dilihat kita sudah banyak mendapatkan jumlah dari Jawa dan Sumatera, ya, seperti yang kita ketahui bahwa Jawa dan Sumatera memiliki jumlah anak - anak terbanyak,” kata Dr. dr. Aria Kekalih, MTI, dalam acara Media Launch SEANUTS II 2022, Selasa (21/6).
Salah satu pemeriksaan untuk penelitian SEANUTS II. Foto: FrisianCampina
Untuk mendapatkan hasil yang lebih jelas, para peneliti yang dipimpin oleh Guru Besar di Fakultas Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Rini Sekartini membagi hasil penelitian menjadi dua kelompok usia, yaitu pada usia di bawah 5 tahun dan usia 6 bulan - 12 tahun.
ADVERTISEMENT
Kemudian, keduanya dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu berdasarkan jenis kelamin, tempat tinggal seperti perkotaan dan perdesaan.
Lantas, bagaimana hasilnya?

Update Perkembangan Status Gizi Anak di Indonesia pada Usia di Bawah 5 Tahun

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin untuk anak di bawah usia 5 tahun, kasus stunting lebih banyak dialami oleh anak laki - laki, yakni sebesar 29,4%, dan anak perempuan sebesar 27,3%.
Kemudian, sebanyak 19,1 persen anak perempuan mengalami kekurangan berat badan, dan 18,9 persen lainnya oleh anak laki - laki. Lalu, sebesar 2,3 persen anak laki - laki memiliki berat badan berlebih, dan 1,3 persen lainnya oleh anak perempuan. Sementara 0,6 persen anak laki - laki mengalami obesitas, dan 0,2 persen dialami oleh anak perempuan.
ADVERTISEMENT
“Kita lihat stunting pada anak di bawah usia 5 tahun juga masih tinggi ya, di mana anak laki - laki lebih tinggi daripada anak perempuan,” jelas dokter spesialis gizi, Dr. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi.
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
Apabila berdasarkan area tempat tinggal, anak yang tinggal di perdesaan lebih banyak mengalami stunting, yaitu sebesar 33,6 persen, dan 20,6 persen lainnya terjadi di perkotaan.
Kemudian, anak yang mengalami kekurangan berat badan pun juga masih lebih banyak terdapat di perdesaan, yaitu sebesar 19,2 persen. Sementara anak yang memiliki kelebihan berat badan di kota dan desa memiliki prevalensi yang sama, yaitu sama - sama mencapai 1,8 persen.
Namun, obesitas pada anak di perkotaan lebih tinggi daripada perdesaan, yaitu masing - masing sebesar 0,6 persen dan 0,3 persen.
ADVERTISEMENT

Update Perkembangan Status Gizi Anak di Indonesia pada Usia 6 - 12 Tahun

Prevalensi stunting anak laki - laki dan perempuan pada usia 6 bulan - 12 tahun memiliki hasil yang sama, yakni sebesar 24,6 persen.
Di samping itu, sebesar 7,9 persen anak perempuan mengalami kelebihan berat badan, dan 4,5 persen oleh anak laki - laki. Sementara kasus obesitas terbanyak pada anak usia 6 bulan - 12 tahun dialami oleh 4 persen anak perempuan dan 3,7 persen pada anak laki - laki.
Jika dilihat berdasarkan area tempat tinggal, kasus anak stunting di perkotaan dan perdesaan memiliki perbedaan yang signifikan. Kasus stunting di perdesaan mencapai 30,4 persen, dan 15,4 persen terjadi di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, anak dengan berat badan berlebih lebih banyak terjadi di perkotaan, yaitu sebesar 7,9 persen dan 5,1 persen di perdesaan. Sedangkan anak dengan obesitas lebih banyak terjadi di perkotaan sebesar 4,4 persen dan 3,5 persen di perdesaan.
Ilustrasi mengukur tinggi badan anak. Foto: Thinkstock
Dengan demikian, dr. Rini berharap, hasil penelitian SEANUTS II ini dapat menjadi acuan semua pihak untuk menanggulangi masalah malnutrisi pada anak di Indonesia.
“Kami harapkan data temuan yang dihasilkan dari SEANUTS II dapat menjadi acuan tenaga medis, pemerintah, bahkan orang tua untuk menanggulangi masalah malnutrisi di Indonesia. Saatnya meningkatkan ketahanan pangan dan ketersediaan makanan yang bisa memberikan asupan gizi yang seimbang, agar anak meningkatkan akses sumber gizi yang sehat dan tumbuh kembangnya berlangsung optimal,” jelasnya.
ADVERTISEMENT