4 Jenis Pola Asuh Anak dan Pengaruhnya pada Kepribadian

16 Oktober 2024 20:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pola Asuh Anak. Foto: Nattakorn_Maneerat/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pola Asuh Anak. Foto: Nattakorn_Maneerat/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ilmu psikologi membuktikan bahwa jenis pola asuh anak dapat memengaruhi kepribadian mereka ketika beranjak dewasa. Penelitian ini dibuktikan oleh Diana Baumrind, seorang psikolog klinis asal Amerika Serikat, pada tahun 1960-an.
ADVERTISEMENT
Mengutip laman Very Well Mind, Diana melakukan penelitian terhadap lebih dari 100 anak usia pra-sekolah. Dengan menggunakan observasi naturalistik, wawancara dengan orang tua, dan metode penelitian lainnya, ia menemukan teori tentang strategi dalam mendisiplinkan anak, kehangatan, gaya komunikasi, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan aspek tersebut, Baumrind menyimpulkan ada tiga pola asuh yang umum dijumpai. Kemudian, dalam penelitian lanjutan yang digarap Eleanor Maccoby dan John Martin, ditambahkan satu jenis lagi hingga totalnya menjadi empat. Apa sajakah itu?

Jenis Pola Asuh Anak

Ilustrasi Pola Asuh Anak. Foto: Tirachard Kumtanom/Shutterstock
Berikut empat jenis pola asuh yang secara umum diterapkan orang tua ketika membesarkan anaknya.

1. Authoritarian (Otoriter)

Dalam pola asuh otoriter, anak-anak dituntut mematuhi aturan ketat yang ditetapkan oleh orang tua. Jika melanggar, maka orang tua akan memberikan hukuman sebagai efek jera.
ADVERTISEMENT
Biasanya, orang tua diktator berperan layaknya penguasa di rumah, dan ingin anak-anaknya patuh tanpa banyak tanya. Tentunya, pola asuh ini sangat tidak direkomendasikan. Sebab, anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter cenderung mudah cemas, kurang percaya diri, dan suka berbohong untuk menghindari hukuman.
Menetapkan aturan di rumah memang tidak ada salahnya, Moms. Namun yang mesti jadi catatan, aturan tersebut harus dilandasi dengan alasan-alasan yang logis ya.

2. Authoritative (Otoritatif)

Kebalikan dari orang tua otoriter, orang tua otoritatif justru demokratis dan mempertimbangkan sudut pandang anak. Mereka menerapkan aturan, dan menjelaskan kenapa aturan tersebut dibuat beserta dampak-dampaknya, sehingga anak paham.
Baumrind menjelaskan bahwa aturan yang ditetapkan orang tua otoritatif didasarkan pada perilaku dan kebutuhan anaknya. Jadi, aturan ini justru bersifat mendukung dan konstruktif.
ADVERTISEMENT
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga otoritatif biasanya cenderung lebih bahagia dan sukses. Mereka juga memiliki kemandirian dan kepercayaan diri untuk mengatur diri sendiri.

3. Permissive (Permisif)

Ilustrasi Pola Asuh Anak. Foto: Nattakorn_Maneerat/Shutterstock
Orang tua yang permisif ingin berperan sebagai sahabat bagi anaknya, ketimbang menjadi orang tua. Mereka memberikan kehangatan, perhatian, serta membiarkan anak membuat keputusan secara mandiri.
Meski begitu, orang tua juga tetap menetapkan sedikit aturan yang dibuat setelah berdiskusi dengan anak. Tentunya, tak ada konsep hukuman dalam pola asuh ini karena setiap hal akan dikomunikasikan dengan baik.
Meski kedengarannya bagus, tapi tetap terdapat sisi negatif dari pola asuh ini. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif biasanya kesulitan untuk mengatur hidupnya sendiri.

4. Uninvolved (Tidak Terlibat)

Pola asuh inilah yang tidak disebutkan Baumrind dalam penelitiannya, tapi diperkenalkan oleh psikolog Maccoby dan Martin. Sesuai dengan namanya "uninvolved", pola asuh ini membuat orang tua tidak terlibat dalam proses tumbuh kembang anaknya. Ciri-cirinya antara lain sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Menerapkan pola asuh ini pada anak akan membuat mereka tumbuh menjadi pribadi yang sulit membangun hubungan sosial. Mereka juga tidak mampu mengendalikan emosi, kerap mengalami kecemasan, dan berisiko mengalami depresi.