4 Tantangan Umum bagi Ibu Menyusui yang Tinggal di Daerah

24 Agustus 2022 12:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ibu menyusui. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ibu menyusui. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Menyusui merupakan perjalanan penuh cinta yang terjadi antara ibu dan bayi sejak baru dilahirkan. Proses menyusui ini biasanya berjalan selama enam bulan pertama untuk ASI eksklusif yang berlanjut hingga dua tahun atau lebih.
ADVERTISEMENT
Namun, bukan berarti tidak ada hambatan dan tantangan yang bisa dialami ibu menyusui ya, Moms. Sebab, perjalanan menyusui setiap ibu berbeda-beda, baik bagi mereka yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Ada banyak faktor yang mungkin bisa mempengaruhi proses menyusui bayi terutama pada enam bulan pertama kehidupan si kecil.

Tantangan yang Kerap Dialami Ibu Menyusui

Ilustrasi Ibu menyusui. Foto: Shutter Stock
Menurut Maternal Newborn Child Health and Nutrition Specialist, Save The Children Indonesia, Apry Selwin Leokuna, banyak ibu di desa-desa yang masih percaya pada mitos terkait ASI yang kemudian mempengaruhi proses menyusui bayi.
“Tantangan bagi ibu di desa itu mereka masih percaya pada mitos, misalnya kalau cairan pertama yang keluar dari payudara berwarna kuning itu harus dibuang. Padahal itu penting untuk antibodi bayi karena cairan tersebut adalah kolostrum atau ASI pertama,” kata Selwin dalam acara Festival Anti Kekerasan Terhadap Anak (FAKTA) di Sumba Barat, Sabtu (20/8).
ADVERTISEMENT
Di daerah-daerah pedesaan juga berkembang mitos soal makanan yang menjadikan beberapa bahan sebagai pantangan bagi ibu menyusui. Misalnya di daerah Sumba Barat, ibu menyusui dilarang mengonsumsi seafood atau makanan laut karena akan menghambat produksi ASI. Padahal, seafood termasuk makanan yang tinggi nutrisi sehingga baik untuk ibu menyusui dan bayi lho, Moms.
ibu menyusui Foto: Shutterstock
“Tantangan dan hambatan menyusui juga bisa datang dari lingkungan sekitar, misalnya saat mereka masih tinggal bersama orang tua. Menurut orang-orang yang lebih tua, dulu anaknya sudah diberi makan sejak usia empat bulan dan hal itu juga bisa diterapkan pada cucunya di masa ini. Padahal para ahli menganjurkan agar bayi diberikan ASI eksklusif selama enam bulan, baru kemudian diberi MPASI,” lanjut Selwin.
ADVERTISEMENT
Pendapat kuno dari sisi orang tua seperti ini bisa menjadi hambatan tersendiri bagi ibu menyusui. Padahal, dukungan positif dari keluarga terutama orang tua dan suami sangat berpengaruh pada keberhasilan ibu dalam menyusui bayi terutama saat pemberian ASI eksklusif.
“Pengetahuan juga berpengaruh tentang bagaimana cara memberikan nutrisi yang tepat untuk anak dan ibu menyusui. Sementara dari segi literasi, masyarakat di desa seperti di wilayah Sumba Barat masih mengalami kesulitan akses informasi dan layanan kesehatan, sehingga membuat mereka kurang memahami soal pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi,” ungkap Selwin.
Melihat fenomena tersebut, Save The Children Indonesia sebagai organisasi yang bergerak dalam pemenuhan hak anak berkomitmen untuk terus memberikan layanan terbaiknya dalam mendukung kesehatan ibu dan anak. Menurut Selwin, Save The Children Indonesia juga bekerja sama dengan kader-kader di posyandu di berbagai daerah agar bisa aktif melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga, memberikan penyuluhan terkait pentingnya ASI eksklusif untuk kesehatan dan tumbuh kembang bayi.
ADVERTISEMENT