news-card-video
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

5 Jenis Gangguan Pendengaran yang Bisa Menyerang Anak

4 Maret 2019 9:28 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Telinga anak Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Telinga anak Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada 2018 mengungkap ada 466 juta orang di dunia yang hidup dengan gangguan pendengaran. Sekitar 7 persen atau 34 juta jiwa diantaranya adalah anak-anak.
ADVERTISEMENT
Artinya tak hanya orang lanjut usia yang berisiko terkena gangguan pendengaran, Moms. Lansia memang mencakup satu per tiga dari jumlah keseluruhan penderita. Namun anak-anak serta bayi pun berisiko, bahkan sejak baru lahir.
Untuk mengantisipasi atau mengobatinya, Anda perlu mengetahui gangguan pendengaran yang mungkin terjadi pada anak. Berikut adalah gannguan pendengaran yang bisa menyeran anak, seperti dijelaskan dr Hably Warganegara, Sp. THT-KL di RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, Jakarta:
1. Tuli Kongenital
Tuli kongenital adalah gangguan pendengaran yang terjadi sejak lahir. Penyebabnya bisa karena genetika, bawaan riwayat hamil atau lahir, atau infeksi. Anak dengan tuli kongenital berisiko mengalami gangguan proses bicara, kognitif, psikologi hingga sosial bila terlambat ditangani.
“Kesalahan orang tua yang sering terjadi adalah terlalu lama menunggu. Kalau anak belum bisa bicara sesuai usia seharusnya langsung dicek. Jika menunggu hingga umur 1 tahun itu seringnya sudah terlambat,” papar dr Hably dalam diskusi media yang digelar RS Pondok Indah di Menteng Jakarta pada Rabu (27/2).
ADVERTISEMENT
Tuli kongenital dapat dideteksi dini lewat skrining OtoAcoustic Emission (OAE). Jika telah terbukti anak punya tuli kongenital, bisa ditangani dengan alat bantu dengar, implan koklea, dan terapi bicara dan audio untuk mengejar ketertinggalan pemahaman kognitif.
2. Gangguan Pendengaran Karena Bising
Jangan dikira suara bising yang anak dengar tiap hari tak berpengaruh pada organ pendengarannya. Suara bising dapat menyebabkan penurunan pendengaran atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL). Suara bising itu bisa berasal dari industri, lalu lintas, hingga earphone.
“Yang perlu dipahami efek suara bising itu jangka panjang. Mungkin sekarang enggak kerasa. Tapi pada usia 60-70 tahun baru terasa kena gangguan pendengaran,” tambah dr Hably.
Meski anak Anda belum rutin mendengarkan musik dari earphone, bisa jadi si kecil mendengar suara bising dari zona hiburan anak di mal atau sekolah. Batas aman paparan bising adalah 85 desibel, maksimal 8 jam per hari. Semakin keras, semakin singkat batas aman durasinya.
ADVERTISEMENT
3. Otitis Media Akut (OMA)
OMA adalah infeksi akut pada telinga bagian tengah atau yang populer disebut sebagai congek. Gangguan ini biasanya diawali dengan batuk pilek sehingga tuba eustachius dalam telinga tersumbat dengan cairan. Cairan itu kemudian mendorong gendang telinga sehingga menjadi merah dan menggembung. Jika cairan sudah sangat penuh, gendang telinga bisa bocor dan mengeluarkan cairan.
OMA sering terjadi pada bayi dan anak, terutama bila mereka menderita rinitis alergi, sering pilek, hipertrofi adenoid, dan punya imunitas rendah.
“Selain karena tersumbat cairan, OMA juga bisa disebabkan karena tekanan. Misalnya saat naik pesawat, anak yang batuk pilek juga lebih rentan terkena gangguan pendengaran,” tambah dr Hably.
4. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
ADVERTISEMENT
OMSK adalah lanjutan dari Otitis Media Akut. Gejalanya adalah telinga keluar cairan kuning dan berbau hingga 8 minggu. Jika sudah begitu maka lubang di gendang telinga sudah permanen.
“Kalau lubang di telinga tengah baru seminggu-dua minggu bisa nutup asal tidak kena air. Jika sudah sebulan, lubangnya permanen dan butuh operasi,” jelas dr Hably.
5. Gangguan Pendengaran Karena Kotoran Telinga
Kotoran telinga atau serumen sebenarnya merupakan proteksi telinga dari benda asing dan infeksi. Serumen diproduksi oleh kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa yang dicampur epitel kulit dan debu.
Namun serumen yang padat dan menggumpal susah dibersihkan sendiri dengan cotton bud dan seringkali mengganggu pendengaran.
dr Hably menjelaskan sebenarnya membersihkan telinga luar dengan cotton boleh saja. Asal, serumen yang dihasilkan telinga kita normal dan jangan memasukkan cotton bud terlalu dalam. Sebab, serumen hanya terdapat pada sepertiga bagian telinga luar.
ADVERTISEMENT
“Serumen yang normal adalah cairan lengket yang bisa keluar dengan sendiri. Serumen yang bermasalah adalah menggumpal dan kering, sekitar 1 dari 10 anak pasti memilikinya,” papar dr Hably.