5 Langkah untuk Atasi Trauma pada Anak Akibat Gempa

12 Oktober 2018 19:10 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Trauma (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Trauma (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Gempa mengancam lagi. Setelah Lombok, Palu dan Donggala, gempa juga mengguncang Jawa Timur dan Bali. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) semula memberikan informasi awal bahwa gempa ini berkekuatan 6,4 magnitudo, tapi kemudian mereka perbaharui menjadi berkekuatan 6,0 magnitudo.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam cuitan Twitter miliknya, gempa kali ini tidak berpotensi Tsunami.
Rangkaian gempa ini, bisa meninggalkan jejak takut yang kemudian memicu trauma pada anak. Apabila trauma tersebut dibiarkan berlarut, bisa mempengaruhi mental anak dikemudian hari.
Michael Ungar, Ph.D., seorang terapis keluarga, peneliti di Dalhousie University dan penulis buku I Still Love You: Nine Things Troubled Kids Need From Their Parents, seperti yang dikutip dari laman Pscychology Today, menuturkan cara obati anak yang trauma, sebagai berikut:
Temani anak
Ilustrasi Anak Depresi dan Trauma (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Anak Depresi dan Trauma (Foto: Thinkstock)
Saat Anda sekeluarga tengah ditimpa bencana, mungkin Anda berpikiran menitipkan anak pada sanak keluarga selama beberapa waktu dan tinggal berpisah dengan Anda, demi menghindari lokasi yang sedang rusak parah dan penuh kenangan.
ADVERTISEMENT
Padahal, si kecil yang sedang dirundung kesedihan dan trauma, lebih membutuhkan kasih sayang dan keberadaan orang tuanya dalam menemani hari-hari. Sebaliknya, bila ia dipisahkan dengan orang tuanya, ia akan merasa cemas akan apa yang akan menimpa ia maupun Anda.
Menjalani rutinitas seperti sediakala
Gempa telah berlalu dan ini waktunya untuk tetap waspada, dan menjalani hari-hari seperti biasa. Kelihatannya mungkin cukup sulit, mengingat belum lama ini telah terjadi peristiwa yang memilukan.
Anda perlu mendorong dan memotivasi anak, untuk melakukan aktivitass harian seperti sediakala. Ini juga merupakan cara untuk mengusir rasa sedih dan mengalihkan perhatian anak.
Bangun rasa nyaman dan 'rumah' pada anak
com-Ilustrasi Keluarga  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi Keluarga (Foto: Thinkstock)
Setelah mengembalikan rasa percaya diri anak lewat kehadiran Anda serta mengalihkan perhatian anak pada rutinitasnya, kemudian ciptakanlah rasa nyaman secara fisik dan psikologis anak, Moms.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya 'rumah' (home), buatlah anak merasa nyaman, diterima dan merasa hangat di tengah-tengah keluarga. Caranya Anda bisa untuk tidak menunjukan foto-foto menyeramkan dan tidak menonton TV tentang bencana, yang semata-mata justru bisa membuat anak semakin mengingatnya terus.
Cegah rasa bersalah
Cara cegah trauma akibat bencana pada anak (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Cara cegah trauma akibat bencana pada anak (Foto: Shutterstock)
Moms, anak perlu tahu bahwa apa yang menimpanya itu bukanlah kesalahan mereka. Mungkin terdengar konyol, tapi faktanya sebagian anak ada yang merasa bencana terjadi itu mungkin karena salahnya.
Sampaikan pada anak, bahwa bencana memang bisa terjadi kapan saja. Terlebih kita tinggal di daerah rawan bencana. Tapi meski begitu, bukan berarti tinggal di negeri ini adalah hal sial, sebab ada banyak hal lain yang mempesona seperti kekayaan alam.
Dan ketika anak masih menunjukan reaksi berupa rasa sedih, marah, dan cemas, Anda janganlah juga memarahi anak, Moms. Tentu respon itu sangat wajar dialami anak.
ADVERTISEMENT
Libatkan anak dalam upaya penanganan pasca gempa
Pasca bencana, biasanya orang tua berpikir dan memperlakukan anak begitu spesial. Seperti yang utama dan wajib adalah memastikan si kecil dalam keadaan baik. Hal ini baik, Moms, tapi ternyata melibatkan anak untuk dimintai bantuan, jusru bisa mengembalikan rasa berdaya (power) yang semula mungkin sudah terenggut seutuhnya.
Sesudah bencana berlalu, coba beri tanggung jawab anak sebuah tugas yang bisa ia kerjakan. Tentu mesti sesuai dengan kemampuan dan tergolong aman bagi anak. Misal, menentukan pakaiannya sendiri yang akan ia kenakan saat hari pertama sekolah.