AIMI Soroti Merosotnya Angka Menyusui di Indonesia yang Kini Hanya 55,5 Persen

31 Juli 2024 19:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu menyusui bayi.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu menyusui bayi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pekan Menyusui Sedunia atau World Breastfeeding Week (WBW) diperingati setiap tanggal 1-7 Agustus. Menjelang WBW 2024 ini, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menggelar konferensi pers seputar perkembangan menyusui di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sekjen AIMI Lianita Prawindarti menjelaskan, sejak tahun 2018 angka menyusui di Indonesia terus merosot. Menurut data Unicef, angka menyusui di Indonesia tahun 2018 sebanyak 64,5 persen, dan terus menurun hingga kini.
"Tahun 2021 menurun jadi 52,5 persen. Penurunan signifikan mungkin karena pandemi karena banyak hambatan di awal," kata Lianita dalam konferensi pers daring, Rabu (31/7).
Sayangnya, angka ini belum kembali meningkat setinggi saat sebelum pandemi COVID-19. Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kemenkes tahun 2023, rata-rata angka menyusui tiap provinsi di Indonesia sebanyak 55,5 persen.
"Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar- Kemenkes) tahun 2018, 81,4 persen proses menyusui terganggu karena penggunaan susu formula tanpa indikasi medis," tuturnya.
Dia menjelaskan, seharusnya susu formula hanya boleh diberikan pada anak jika ada indikasi medis dan atas rekomendasi dokter. Sehingga konsumsinya pun sangat dibatasi dan tidak dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
"Indikasi medis penggunaan formula itu sedikit banget. Misalnya ibu harus menjalani pengobatan radiasi kanker. Itu pun setelah selesai ia menjalani pengobatan, bisa menyusui lagi. Harusnya kayak obat, dibatasi seberapa banyak dipakainya, kapan dipakainya," urainya.
Lianita menyebut, pada 2009 hingga 2014, market value susu formula mencapai 96 persen. Kemudian tahun 2022, market value susu formula mencapai USD 2,8 miliar.
"Prediksinya tahun ini mencapai USD 51,1 miliar," tuturnya.
Data ini, menurut Lianita, membuktikan bahwa menurunnya angka menyusui di Tanah Air berkorelasi dengan masifnya promosi susu formula.
"Produk formulanya merajalela, angka menyusuinya menurun. Ini 2 fakta yang kita hadapi bersama di Indonesia," tutupnya.
Ilustrasi menyusui bayi di malam hari. Foto: PR Image Factory/Shutterstock

Apresiasi Pemerintah terkait Dukungan Menyusui pada PP 28/2024

Di sisi lain, AIMI mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang terasa menunjukkan dukungan pada proses menyusui dengan menerbitkan PP nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan. Meski menurut Lianita, sebetulnya isi dalam PP tersebut yang berkaitan dengan promosi susu formula, tak ada yang baru jika dibandingkan peraturan sebelumnya, yakni PP nomor 33 tahun 2012.
ADVERTISEMENT
"Kita di AIMI mengapresiasi yang sudah dilakukan pemerintah, walaupun sebetulnya tidak banyak yang baru, hanya beberapa narasi yang disempurnakan," kata Lianita.
Poin yang diapresiasi AIMI adalah penekanan pada pasal 33 PP nomor 28 tahun 2024 yang menyebutkan bahwa kader posyandu, tokoh masyarakat, dan influencer tidak boleh mempromosikan susu formula. Berikut bunyinya:
Penggunaan tenaga medis, tenaga kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan pemengaruh media sosial untuk memberikan informasi mengenai susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya kepada masyarakat.
"Yang penting kita tunggu sebetulnya bagaimana pelaksanaannya," tegas Lianita.