Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Meski lumrah, anak yang menderita diare memang tidak bisa dipandang remeh. Di Indonesia sendiri, diare pada anak dapat terjadi sepanjang tahun bahkan sampai menempati posisi ketiga terbesar penyebab kesakitan hingga kematian pada anak.
ADVERTISEMENT
Diare yang merupakan kondisi buang air besar yang encer dengan intensitas sering dapat disebabkan beragam hal. Pada batita misalnya, sekitar 70 persen diare disebabkan oleh Rotavirus, sementara sisanya oleh berbagai bakteri atau parasit.
Lantas, untuk membantu menekan perkembangan bakteri atau mikrorganisme berbahaya dalam tubuh si kecil, perlukah anak diare diberi antibiotik?
Dr. Badriul Hegar, PhD, SpA(K) di laman resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut, jika mayoritas diare pada anak sebetulnya tidak memerlukan antibiotik. Jika pun memakai, persentasenya pun tak lebih dari 10-15 persen dengan kondisi tertentu.

Meski begitu, pemeriksaan kondisi diare pada anak tetap diperlukan terkait izin pemberian antibiotik pada anak.
Pemakaian antibiotik secara rasional diperlukan, pasalnya antiobiotik dapat mempengaruhi keseimbangan flora saluran cerna pada anak yang mengalami diare. Di samping itu, antibiotik hanya diperlukan pada penderita diare yang disebabkan bakteri Shigella atau Kholera.
ADVERTISEMENT
Diare pada anak lazimnya juga bisa sembuh sendiri (self limiting). Sehingga Anda tidak perlu terlalu khawatir, selagi Anda si kecil mendapat pemeriksaan dan penanganan yang tepat. Sebagaimana rekomendasi dari WHO di antaranya, tetap melanjutkan pemberian ASI dan makanan bergizi seimbang, antibiotik dengan selektif, hingga suplementasi Zinc selama 10-14 hari.